[A-SIDE] Kilas Balik Kehidupan Ayah

5.2K 507 85
                                    

Kala itu, di tengah rinai lebat beserta bunyi hujan yang beradu dengan atap, Sekar mendengar suara tangisan bayi dari balik pintu cokelat rumah sederhananya yang ia sulap menjadi panti.

Sedikit cerita, sebenarnya, Sekar sama sekali tak berencana mengubah rumah kecilnya menjadi sebuah panti. Hanya saja, wanita 35 tahun itu butuh penenang usai kecelakaan maut yang menimpa keluarga kecilnya 7 bulan lalu. Kecelakaan yang sukses menewaskan suami dan calon anaknya. Dan siapa sangka? Ternyata menjadi ibu pengganti untuk anak-anak yang butuh orang tua rupanya mampu menjadi obat tersendiri untuk jiwa Sekar yang dilanda kehampaan. Anak di panti kecil itu kini berjumlah 3 orang. Dua diantaranya bocah laki-laki berumur 5 tahun dan 7 tahun, sementara satu lagi bocah perempuan berumur 4 tahun. Ketiganya Sekar temukan tidur di emperan toko yang tak jauh dari kediamannya.

Baiklah, kembali lagi pada Sekar, wanita pertengahan kepala tiga itu melangkahkan tungkai menuju pintu rumah dan membukanya. Tak ia sangka akan menemukan seonggok bayi yang tergeletak di depan panti dengan balutan kain seadanya.

Sekar lekas meraih tubuh dingin tak berdosa itu masuk ke dekapnya guna menyalurkan kehangatan. Tanpa menunggu lama, lekas dibawanya bayi laki-laki di gendongannya itu masuk ke rumah. Si kecil nampak menggeliat dalam tidurnya, bersama netra yang perlahan terbuka.

Tatapan lugu di kedua mata kecil itu berhasil mengunci mata dan hati Sekar. Jantungnya berdesir hebat, mengamati netra tanpa titik fokus itu menyorotnya.

Selepas membaluri perut kecil itu dengan minyak telon, Sekar lekas mengganti baju si bayi dan membalutnya dengan selimut agar tubuh mungil itu tetap hangat. Terakhir, sebuah kecupan lembut Sekar sematkan di dahi sempit itu.

"Ibu, ini adik siapa?" Kana, bocah laki-laki berumur 5 tahun itu bertanya. Matanya menatap penuh minat bayi yang berada di buaian sang ibu.

"Ini adik baru kalian, le," sahut Sekar, lengkap dengan senyumnya.

"Benarkah?!" Satu lagi bocah laki-laki berseru.

"Eh? Jino, mana Aina?" tanya Sekar pada bocah yang baru datang.

"Adek Aina lagi tidur, Bu," sahut Jino. "jadi, siapa nama adek baru?" tanyanya bersemangat.

"Namanya Arjuna. Arjuna Prasetya." Sekar memandang si bayi yang matanya mengedip lambat. "Adek Ajun."

Arjuna Prasetya. Dua untai kata yang Sekar sematkan sebagai nama bayi laki-laki mungil tersebut. Arjuna berarti putih bersih, sedangkan Prasetya berarti janji, dapat pula diartikan sebagai kekuatan. Dulu, nama itu ia dan suaminya siapkan untuk calon bayi mereka. Akan tetapi, siapa sangka, Tuhan lebih menyayangi calon bayi dan suaminya hingga mengambil keduanya sekaligus.

"Yey, adek Ajun!" pekik Kana. "Mas Jino, liat! Kita punya adek baru!"

Jino mengangguk semangat. Sekar ikut tersenyum menatap kedua anaknya. Arjuna pasti akan mendapat limpahan kasih sayang dari ibu dan kakak-kakaknya.

°°°

Seiring berjalannya waktu, Arjuna tumbuh menjadi anak yang tampan dan pintar, bahkan terbilang jenius. Arjuna rajin sekolah meski hidup di tengah himpitan ekonomi panti. Sejak sekolah dasar, namanya kerap bertengger menjadi penyabet juara di berbagai lomba maupun peringkat kelas.

Namun, di balik otaknya yang gemilang, Arjuna adalah anak yang tertutup dan kelewat pendiam. Ia bahkan bersembunyi saat ada pasangan suami-istri yang mengunjungi panti.

Jika anak lain ingin lekas diadopsi agar mendapat keluarga baru yang lebih hangat, maka lain halnya dengan Arjuna. Entah kenapa, ia tak pernah mau diadopsi. Padahal, kakak-kakaknya terdahuluㅡKana, Jino dan Aina sudah lama pergi. Sekar sendiri tak bisa memaksa jika sang empu tak mau. Ia takut nanti Ajun-nya malah tak bahagia.

HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang