Penyergapan (5)

1.7K 442 236
                                    

Hujan petir lagi-lagi jatuh di atas tanah Stalzr. Saking terang dan luar biasanya petir itu terlihat sampai kediaman Keluarga San di Kota Shin. Heeseung menyodorkan segelas teh pada seseorang berambut pirang di hadapannya.

Pendeta. Laki-laki itu datang setelah dia mendengar desas desus tentang anak yang bisa mengendalikan petir. Anomali yang seharusnya tidak ada di dunia ini.

"Anda lihat itu?" Heeseung menunjuk pada hujan petir jauh di sebelah timur, "Desas-desus yang ingin Anda pastikan."

Sang pendeta tersenyum tipis, menyesap tehnya sekali, "Saya tidak akan berbuat apapun. Saya hanya benar-benar hanya ingin 'memastikan'. Tolong jangan salah paham. Omong-omong, lukisan yang tergantung di dekat guci putih itu bagus sekali."

"Benzaiten. Adik saya melukisnya sendiri selama istirahat dari lukanya," jawab Heeseung, "Oh ya, Tuan Pendeta, kalau boleh saya tahu, apakah Anda bisa melakukan ritual pemisahan jiwa?"

Sementara itu, jauh dari kediaman San, di tempat pertempuran, genderang dibunyikan. Ini adalah akhir bagi sang iblis. Putusan 'pengkhianat' telah dijatuhkan pada namanya dan kini datang waktunya penghakiman.

Setiap kali tongkat berornamen emas itu dipukulkan ke bumi, seutas petir menyambar tubuh yang pesakitan dan dia tidak akan bisa bertahan olehnya. Bila petir itu menyambar ke lengannya, maka lengannya akan terbakar sampai ke tulang, meledak dan hancur jadi debu.

Sang hakim tidak terlihat ingin berbelas kasih. Menghancurkan tubuh iblis itu sedikit demi sedikit hingga dia memohon, "Lempar saja aku ke neraka dan hentikan penderitaan ini."

Penderitaan yang ia terima dari penghakiman jauh lebih buruk daripada terpanggang di dasar neraka. Sesungguhnya, bila sang iblis tahu bahwa balasan atas tindakannya akan segini menyakitkan, maka dia tidak akan berani berbuat.

Semuanya, tak terkecuali Yeonjun, menganga. Wujud apa yang ada di hadapan mereka sekarang?

"Dewa..." gumam Yeonjun. Giginya bergemelatukan, dia tidak mengira akan bertemu dengan dewa di tempat semacam ini. Apa lagi dewa itu ternyata bersemayam dalam tubuh teman anaknya.

Jay tidak tahu kenapa tapi kakinya bergerak sendiri. Berlutut pada sosok Jake yang bersinar terang. Bukan hanya Jay, semua orang seolah merasakan sesuatu menarik lutut mereka ke bawah. Tidak terkecuali kawanan iblis dan naga.

Tapi, mereka tidak tahu. Di balik punggung tegap Jake, darah mengalir deras melewati mulutnya. Bajunya sampai jadi basah sekali.

"Jake, sudah cukup. Bunuh dia dalam sekali serang, kau tidak bisa lebih dari ini," suara Beomgyu menggema di pikirannya.

Jake tadinya ingin menghabisi makhluk ini dalam satu serangan seperti kata Beomgyu, tapi dia malah teringat wajah Sunoo yang menangis.

Beraninya dia membuat Sunoo hampir membunuh sahabatnya sendiri.

Kalau tidak ada Jungwon yang menghentikannya, bagaimana perasaan Sunoo jika dia tahu bahwa dia sudah membunuh Jake dengan tangannya sendiri? Memikirkan betapa menderitanya Sunoo kalau sampai itu terjadi, membuat Jake merasa dia harus memberikan hukuman yang setimpal.

Bahkan hingga sebutir debu terakhir dari tubuh Ven melayang ke udara, Jake masih enggan untuk berhenti. Dia mengabaikan teriakan Beomgyu. Entah apa yang dia pikirkan.

Beomgyu melepaskan dirinya dengan paksa. Hujan petir itu berhenti dan Jake kembali seperti semula.

Namun, hanya itu.

Sinar mata Jake menghilang daan sedetik kemudian tubuhnya oleng, terjatuh ke atas lantai.

Pertempuran berakhir.

CLANS: The Revenge| ENHYPENWhere stories live. Discover now