[29] Hatimu itu, milik siapa sebenarnya?

5.1K 476 138
                                    

"Masa depan yang kamu rencanakan itu, apa ada aku di dalamnya?"

...

"Aksa gak masuk karna izin nganter kerabatnya ke bandara." Ucap Indri saat menaruh mangkuk berisi mie rebus yang baru saja dia pesan dikantin. Zalea tahu kerabat yang dimaksud pasti Muthia. Zalea tahu Muthia kembali ke singapura hari ini dan hubungan mereka semakin jauh karna itu.

Di antara rasa kecewa dan patah hati, gadis itu memilih untuk bertahan sampai saat ini. Dia ingin menunggu lebih lama. Fikirnya mungkin setelah Muthia kembali, mereka bisa memperbaiki hubungan seperti semula.

"Tadi juga dia di tanyain sama Pak Ginting soal kuliahnya itu." Indri berucap lagi.

Zalea mendongak dengan wajah bingung. "Kuliah?" Tanyanya.

Indri mengangguk. "Kan udah tinggal sedikit lagi prosesnya selesai. Tinggal nunggu nilai Ijazah keluar aja nanti pas kita lulus." Ucapnya.

"Bentar, Dri. Lo ngomongin apa'sih?" Tanya Zalea yang semakin bingung.

Indri terkekeh. "Lo emangnya gak tahu? Aksa itu keterima kuliah diluar negeri. Dia dapat Beasiswa disalah satu kampus besar di Jerman. Gue jadi salah satu yang dapet Beasiswa International juga, tapi gue keterima di Tokyo University."

Zalea tertegun sejenak. Demi apapun Zalea tidak tahu soal itu. Aksa tidak pernah memberi tahunya.

Gadis itu menggeleng. "Gue gak tahu apa-apa, Dri."

Indri mengatupkan bibirnya. "Zalea," Indri merasa tidak enak.

"Apalagi yang lo tahu soal itu? kasih tahu gue, Dri." Pintanya.

Indri berfikir ragu namun akhirnya dia tetap memberi tahu. "Aksa bakal kuliah disana sampai lulus S2. Mungkin sekitar delapan tahun dia bakal disana karna dia terpilih untuk ikut Education dan Training Management."

Sudah sejauh itu langkahnya menyusun masa depan namun tidak satupun ada yang Zalea tahu. Apa mungkin Aksa memang tidak menganggapnya sepenting itu? Indri tertegun saat Zalea menangis di depannya. Tidak keras karna Zalea menahan suara tangisannya namun bisa dia lihat bahwa temannya ini benar-benar terluka kali ini.

•••

Bandara Soekarno Hatta.

Pesawat Muthia akan segera berangkat. Gadis itu berjalan membawa tas dan kopernya ditemani Aksa disampingnya. Saat pemberi tahuan bandara sudah mengenai pesawatnya yang akan segera berangkat, Muthia menatap Aksa. "Minta maaf sama dia, Sa." Ucapnya penuh penekanan.

"Bukan karna aku, bukan karna siapapun. Tapi karna kamu sendiri, dan apa yang udah kamu lakuin." Lanjutnya. "Aku emang gak kenal siapa dia, tapi aku tahu dia perempuan tulus karna masih mau bertahan setelah kamu perlakuin kaya gini."

Aksa masih bergeming, namun kata-kata Muthia cukup menyentil hatinya.

"Jangan sampe kamu sia-siain orang yang tulus sama kamu cuma buat orang yang gak pernah nganggep kamu lebih dari teman." Ucap Muthia yang tentu saja tertuju untuk dirinya sendiri. "Aku punya pacar, Sa. Dia nunggu aku disana, jadi tolong sadar, karna aku gak akan pernah nganggep kamu lebih dari teman." lanjutnya.

Benar, Aksa tahu bahwa Muthia tidak pernah menganggapnya lebih dari teman. Dan alasan dia menjauhi Zalea belakangan ini juga bukan hanya karna kehadiran Muthia saja. Bukan itu alasan utamanya.

"Kamu itu cinta sama dia, Sa. Kamu cuma bingung sama perasaan kamu sendiri. Kamu ke aku itu cuma sekedar rasa kagum, sedangkan ke dia, kamu bener-bener sayang. Kamu butuhin dia, jadi jangan sampe kamu kehilangan dia." Pesan Muthia untuk Aksa.

Setelah mengatakan itu keduanya berpisah. Mungkin benar kalau Muthia adalah cinta pertamanya. Namun, Zalea adalah orang yang dia butuhkan. Yang tidak pergi meski berkali-kali dibuat kecewa. Yang selalu memilih mengerti dan memahami laki-laki aneh yang tidak paham rasanya dicintai seperti Aksara.

Dia berbalik dan berjalan keluar bandara. Aksa harap dia bisa memperbaiki segalanya. Hubungan mereka belum sehancur itu. Aksa hanya perlu menjelaskan semuanya dan memberi tahunya segalanya. Zalea sangat mencintainya, gadis itu pasti akan memaafkannya.

•••

Benar memang, bahwa kita tidak boleh berharap pada manusia. Manusia itu banyak kurangnya, jika berharap padanya maka sama saja kita sedang berjalan menuju kecewa.

Zalea tertawa saat mengingat apa yang dia lakukan selama ini. Mimpi dan harapan masa depannya hanya terisi oleh satu manusia yang amat sangat dia cintai. Dia titip seluruh harapannya yang hanya ingin bersama seorang Aksara dan menaruh rencana hidupnya di belakang. Maka saat dia patah hati seperti sekarang, dia bingung harus bagaimana.

Seharusnya dia tidak seperti ini. Seharusnya dia juga mulai menyusun rencana hidupnya. Selain mendapatkan hati Aksara, dia juga punya cita-cita lain yang harus dicapai.

"Gue bakal jadi penulis terkenal." Ucap gadis itu setelah sekian lama diam merenung.

Tari dan Nanda dan Indri yang sedang berbaring di atas ranjangnya sampai terkekeh. "Apa'nih? sekalinya ngomong langsung punya tekat hidup begini." Ucap Nanda keheranan.

Zalea menunjukan satu pesan dimana di dalamnya berisi pesan pinangan dari satu penerbit yang menawarkan untuk menerbitkan salah satu cerita Zalea. "Buku gue bakal terbit di penerbit terkenal. Buku gue bakal laku di pasaran dan gue bakal jadi penulis terkenal." Ucapnya penuh keyakinan.

Tari dan Nanda senang tentu saja, akhirnya mimpi sahabatnya terwujud. "Selamat ya. Tapi ... boleh kita tanya, lo kenapa, sih? Akhir-akhir ini lo aneh." Ucap Nanda.

Zalea menggeleng. "Gak apa-apa. Gue udah sadar kalau gue harus mulai merencanakan masa depan gue. Gue harus punya mimpi dan jadi orang sukses, kan? Gue gak bisa nitipin mimpi dan harapan gue sama satu manusia. Gue juga punya cita-cita lain yang mau gue kejar selain cinta sialan—" Zalea terdiam dan tidak melanjutkan kalimatnya.

Saat itu ketiganya sadar bahwa Zalea sedang tidak baik-baik saja. Tari mendekat dan merangkul bahunya. Tanpa bertanya keadaan nya atau menanyakan masalah, Tari justru memilih untuk berkata, "Tentu. Lo itu hebat dan punya bakat. Lo pasti jadi penulis terkenal nanti. Dan selama lo ngeraih mimpi-mimpi lo itu, kita bakal selalu ada disisi lo dan ngedukung lo." Ucapnya.

Benar, selama ini sahabat-sahabatnya ini yang tidak pernah meninggalkannya. Zalea seharusnya tidak perlu takut kehilangan selama mereka masih berada disisinya.

Indri ikut duduk di sampingnya, dia menggenggam tangan Zalea lalu berkata. "Jangan takut buat ngelepasin hal yang membuat lo sakit. Karna berapa kali'pun lo jatuh, kita bakal ada disini buat bantuin lo bangkit dan sembuh lagi." Ucapnya.

Nanda yang melihat adegan itu langsung meleleh ditempat. "Ahh, so sweet. Gue jadi sedih karna dikit lagi kita bakal lulus sekolah." Ucapnya lalu mendekat dan memeluk ketiga sahabatnya itu hingga tubuh mereka jatuh dan saling tindah lalu ke'empatnya tertawa-tawa.

Masa remaja mereka akan segera berakhir, namun tidak dengan persahabatannya. 


Bersambung.

AKSALEA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang