[16] SEBATAS TEMAN SAJA.

4.2K 400 11
                                    

"Kamu sedang apa dan dengan siapa, aku sudah tidak tertarik.

Ya, sebohong itu aku jika di tanya tentang kamu."
•••

Hari ini adalah hari pertandingan sepak bola antara SMA Pancasila dan SMA Yudisthira. Selama 85 menit permainan berjalan, skor menunjukan 2-0 sekarang dimana SMA pancasila unggul 2 point.

Aldian mengoper bola pada Kurnia. Kurnia menggiring bola dan mengopernya pada Aidan. Aidan menggiring bola dan mengoper pada Aksa yang sudah berada di depan. siap untuk menyerang. Aksa di kepung oleh lawan dari empat arah. Saat dia berusaha mempertahankan bola di kakinya dan ingin menyalip. dia terjatuh. Kakinya di tendang dari samping hingga dalam beberapa detik cowo itu tidak kuat bangkit.

Jelas sekali terjadi pelanggaran terjadi. Wasit memberi kartu kuning pada salah satu pemain dari SMP Yudistira.

Sementara itu dari bangku penonton ayah dan mama Aksa terlihat khawatir saat melihat tim medis yang sedang menyenprotkan etil klorida pada kaki putranya. Tidak lama Aksa kembali bangkit dan melanjutkan permainan. Walau langkahnya agak tertatih namun gerakan Aksa tetap lincah.

"Lututnya berdarah kayanya." Dari tempat duduknya Indri mengamati. Gadis itu di temani Zalea, Nanda juga Tari dimana ke'empat gadis itu duduk berjajar bersamaan.

Lea juga bisa melihatnya, Aksa berjalan pincang. Zalea menghela nafas, walaupun saat ini dia sedang di tahap belajar mengabaikan Aksa, nyatanya masih ada rasa khawatir saat melihat cowo itu dalam keadaan tidak baik-baik saja. Saat ini Zalea hanya mampu berdoa agar permainan cepat selesai. Agar Aksa bisa beristirahat dan mengobati lukanya.

"Lo gak khawatir, Lea? Abis ini ajak ke UKS aja." Ucap Nanda.

Namun mendengar itu Tari berdecak sebal. "Ngapain nyuruh dia? Ada tim medis, ada orang tuanya juga tuh nonton disana. Jangan, Lea." Cegah Tari.

Zalea tidak memperdulikan, nyatanya fokusnya benar-benar tertuju pada Aksa saat ini. Bohong jika Zalea bilang dia berhasil melupakan dan berhasil menghapus keterterikannya begitu saja. Nyatanya Zalea masih amat sangat memperdulikannya.

Selang beberapa menit wasit membunyikan peluit nya, tanda permainan berakhir. SMA Pancasila berhasil membawa kemenangan untuk sekolah mereka. Sorak-sorai murid terdengar, bahkan ada siswa yang membawa terompet. Orang tua Aksa berada disana, selesai permainan Aksa menghampiri mereka. Linda langsung menghampiri sang putra dengan wajah cemas.

"Kaki kamu sakit, sayang? Ayo kita ke dokter nanti di obatin disana." Ucap Mama khawatir.

Aksa menggeleng. "Udah gak sakit kok. Aksa gak kenapa-kenapa." Ucapnya.

"Tapi itu berdarah lututnya." Mama masih mencemaskannya.

"Gak apa-apa, Mah. Gak sakit." Jawab Aksa untuk meyakinkan sang mama.

Ayahnya memegang pundak Aksa lalu tersenyum bangga. "Hebat anak ayah. Gitu memang kalau lelaki, jatuh harus bangkit lagi." Ucapnya memuji sang putra. "Selamat Aksa, ayah bangga!" Ucap ayahnya, memeluk putra semata wayangnya.

Sebenarnya hati laki-laki itu mudah luluh pada dua hal. Pertama saat bersama perempuan yang dia cintai, kedua saat bersama sang ayah. Saat ayah memeluknya, Aksa merasakan perasaan bahagia yang dia cari-cari. Saat ini dia tahu bahwa sang ayah masih menyayanginya sama seperti waktu dia kecil dulu.

•••

Pertandingan selesai dan orang tua Aksa pergi dari sekolah setelah melihat tim sepak bola putranya memperoleh medali. Sementara itu, Aksa masih di sekolah. Sekolah masih lumayan ramai saat ini. Saat cowo itu keluar dari ruang guru dia melihat Zalea berjalan ke arahnya.

AKSALEA [SEGERA TERBIT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin