Bab 5

19 3 0
                                    

Mengerjap, Mirae meloloskan napasnya yang tertahan. Pintu lift telah tertutup tanpa ia sadari. Dadanya bahkan naik turun tak karuan seolah kehabisan pasokan udara. Taesung tepat berada di hadapannya. Uluran tangannya tak ia raih. Mirae semakin panik, sebab Taesung memecet tombol angka 18.

"Aku rasa kita perlu bicara." kata Taesung dengan nada tenangnya.

Detik itu juga untuk pertama kalinya Mirae merasa mual saat menaiki lift. Pria ini akan membawanya ke atap gedung. Pikirannya kacau, Taesung terus menatapnya penuh dengan sirat kerinduan.

Tanpa sepatah kalimat pun yang keluar dari mulutnya, hingga lift benar-benar terbuka. Pria itu meraih tangan Mirae dengan sangat hati-hati, membawanya keluar dari lift, menaiki beberapa anak tangga bersama dan membuka pintu dengan latar langit yang cerah.

Entah sihir apa yang Mirae terima sampai ia bisa ikut bersama Taesung tanpa penolakan sedikit pun. Mirae akui, dulu Mirae sangat mencintai Taesung. Mirae percaya, hanya dia lah satu-satunya pria yang dapat melindunginya. Tapi kepercayaan Mirae dengan cepat runtuh sejak kejadian itu. Sejak saat itu Mirae benar-benar takut pada Pria dan menganggap semua pria sama saja.

Kasar dan keras. Hal itu yang terlintas di kepala Mirae saat mendeskripsi seorang pria. Tidak hanya Taesung yang ia lihat. Ada seseorang yang seharusnya juga menyayanginya justru berperilaku kebalikan.

Dan kau tau apa yang terjadi setelahnya? Ketakutan yang berlebih? Atau kita sering menyebutnya trauma?

Itulah kenapa Mirae belum bisa bersatu bersama Namjoo kendati statusnya pasangan suami istri. Dan notabenenya, Mirae tidak tahu semengerikan apa Namjoo di mata Mirae yang belum terlihat. Atau bahkan Namjoo tidak memiliki sisi mengerikan sama sekali. Dan Mirae selalu berharap Namjoo adalah orang yang baik.

Angin pagi yang menyejukkan perlahan meniup beberapa helai rambut Mirae. Suara kicauan burung mengudara disertai tatapan teduh Taesung yang sekarang berpenampilan beda membuatnya mengurung ribuan pertanyaaan di kepala. Tapi sialnya, setengah kesadarannya terpikat oleh tatanan rambut Taesung yang disisir rapi kebelakang. Sangat berbeda dengan sebelumnya.

Mirae mengerjap lagi, membawa kesadarannya kembali setelah sekian lama terhipnotis dalam waktu singkat. Tapi Mirae terlambat sadar. Taesung sudah memeluknya amat sangat erat.

"Mirae. Aku sangat merindukanmu." Katanya bersuara serak. Satu bulir air mata kerinduan Taesung jatuh dari pelupuknya.

Dengan cepat Mirae melepas rengkuhan Taesung. Berusaha menjauh sebab dadanya lebih sesak dari yang sebelumnya. Rupanya rasa sakit itu sangat membekas di hati Mirae.

"Ternyata benar dengan apa yang kulihat kemarin. Mau apa kau di sini?" responnya dengan suara lantang. Mirae tidak boleh taakut. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan Taesung.

"Aku merindukanmu. Maafkan aku." Taesung kembali meraih tangan Mirae. Tapi dengan cepat Mirae lepas begitu saja.

"Pergi." Mirae berteriak. Satu jari telunjuknya mengudara dengan asal isyarat memerintahkan Taesung untuk pergi.

Mendapati hal itu Taesung justru tersenyum miring. "Kurang dari sebulan aku mengurus kepindahanku dari Daegu ke Seoul. Pekerjaan, tempat tinggal. Aku meninggalkan semuanya dan mencari kehidupan baru di sini. Satu bulan aku merasa sangat kehilangan. Aku ingin bersamamu mulai dari awal lagi. Aku mencin..."

"TIDAK!!! Tidak Tae. Aku sudah menikah. Dan kau tahu itukan?" Mirae berteriak seakan hilang akal. Kenapa harus sekeras itu usaha Taesung untuk kembali dengannya. Air mata Mirae jatuh semakin deras. Tidak bisakah Taesung melupakannya saja. Mirae benar-benar ingin gila detik itu juga.

Wajah Taesung berubah muram. Padahal Taesung tahu semuanya sejak awal. Mirae sudah menikah. Ia juga melihat ada cincin melingkar di jari Mirae. Itu adalah bukti. Tapi akal bodoh Taesung bersikukuh dan memilih, aku ingin tetap mencintaimu Mirae...

The Human Being | KNJWhere stories live. Discover now