Teman Kecil

1.4K 267 17
                                    

"Om kenapa tinggal di tengah hutan ?" pertanyaan dan tatapan polos sang bocah membuat Sukuna linglung, pasalnya Sukuna tak mungkin mengungkapkan jati diri yang begitu menyeramkan pada seorang anak kecil.

Di letaknya dua tusuk hanami dango dan dua teh hangat. Mereka duduk di koridor luar rumah bergaya tradisional Jepang tersebut.

"Di bilang jangan panggil om" Sukuna menghela napasnya, menatap iris biru gelap Megumi.

"Wah dango" matanya berbinar menatap cemilan yang Sukuna bawa.

"Kau takut hantu ?" bukannya menjawab, sang kutukan malah bertanya pada si bocah. Megumi menggeleng, lalu mengambil kue tiga warna yang di sajikan si pemilik rumah. Ia memasukkan kue tersebut ke mulutnya, mengunyah sembari menunggu Sukuna yang tampak ingin menyampaikan sesuatu.

"Kau percaya ada kutukan ?" Megumi terdiam sejenak, lalu mengangguk.

"Ayah pernah bilang jangan pernah bersekutu dengan kutukan kalau mau hidup panjang" Megumi mengayunkan kakinya, bibirnya masih asik mengunyah makanan manis itu.

"Tapi aku tetap tidak takut, hidupku juga tidak panjang kan ? Jadi menurutku bukan masalah" Sukuna tak yakin ia sedang berbicara dengan seorang anak kecil sekarang, mulutnya terlalu jujur mengatakan apa yang terjadi padanya.

"Kau putus asa ?"

"Tidak. Aku juga punya cita-cita, menurutmu pekerjaan yang cocok dan berkaitan dengan hewan apa ya ?" kalimat polos yang tak Sukuna sangka, inilah alasan ia tak pernah mau bertemu anak kecil. Makhluk yang begitu lugu di pertemukan dengan kutukan yang tak punya hati.

"Bukan urusanku" balasnya dingin. Megumi hanya menatap malas lalu melanjutkan makan yang sempat tertunda.

"Aku senang, akhirnya aku punya teman" Sukuna tidak mengerti, walaupun Megumi mengatakan hal tersebut, namun raut wajahnya selalu datar dan tak banyak mengeluarkan ekspresi.

"Di kehidupan selanjutnya tetap jadi temanku ya, Sukuna-san" si kutukan sedikit tersentil mendengar keinginan teman kecilnya. Kenapa begitu mengganjal mendengar perkataan putus asa si surai jabrik.

"Jangan di habiskan aku juga mau" ujarnya kala si bocah melahap beberapa dango.

Megumi tertawa dengan mulut gembung di penuhi dango, ah akhirnya si bocah bisa tertawa juga. Biarkan saat tenang ini lebih lama, ia masih ingin memandangi kebahagiaan kecil ini.

Keesokan harinya Megumi kembali ke rumah Sukuna, ia bercerita tentang ayahnya yang sibuk berladang, jadi Megumi bisa mengunjungi Sukuna diam-diam.

Lagi-lagi Sukuna membuatkan Megumi cemilan sebagai peneman bercerita. Ia tak akan repot melakukan itu kalau bukan untuk Megumi.

Megumi tidak bisa bermain aktif seperti anak biasa, tubuhnya begitu lemah untuk melakukan aktifitas berat. Sebenarnya si kecil sangat ingin bermain hingga kakinya kelelahan, namun semuanya hanya dapat jadi angan belaka.

"Bosan" Megumi membaringkan tubuhnya di tatami, ia tidak tau harus melakukan apa.

"Mau jalan-jalan ?" tawaran Sukuna menarik perhatian si bocah. Megumi juga ingin, tapi ia sedang malas di marahi karena terlalu banyak bergerak. Mau memasuki hutan saja Sukuna yang menggendongnya.

"Ku gendong, kita akan berkeliling hutan" Megumi mengangguk antusias, ia tak tersenyum namun tatapan berbinar itu menyilaukan mata Sukuna.

.
.

Angin malam berhembus menyapa kulit. Matanya melirik langit malam yang begitu sunyi, suara serangga menemani malam. Lentera di rumahnya sengaja tak di hidupkan, firasatnya mengatakan akan ada yang datang meminta.

Evanescent [SukuFushi]✔Where stories live. Discover now