Janji

836 172 7
                                    

Helaan napas yang memburu, keringat bercucuran dari pelipis serta detak jantung yang berpacu memecah keheningan malam. Hari ini Megumi mendatangi kota untuk mencari obat-obatan, namun baru ditinggal sebentar suara ricuh terdengar dari arah tempat ia tinggal.

Kobaran api yang melahap habis rumahnya, kakinya merasa tak sanggup berdiri, Megumi tidak tahu di mana keberadaan Sukuna dan Satoru saat ini.

Perasaannya begitu berkecamuk, pemikiran negatif mulai menggerayangi dirinya. Diliriknya setiap sudut rumah, berlari mengitari rumah yang tak terlalu luas itu.

"SUKUNA ! SATORU !" teriaknya.

Hening. Tak ada yang menjawab panggilan Megumi.

"Kalian di mana ?!" berkali-kali ia memanggil nama kedua orang itu.

"Uraume !" siluet sang pelayan tampak dari balik kobaran api di dalam rumah.

Megumi menerobos masuk, membasahi kain bajunya lalu berlari ke dalam rumah. Ia memapah Uraume, membawa sang pelayan menjauh dari tempat tersebut.

Sang pelayan sudah tergeletak tak berdaya, tangan putihnya memeluk sebuah buku yang cukup tebal.

"Uraume bertahanlah"

Matanya melotot kaget kala melihat luka cakaran besar dipunggung Uraume. Segel yang Sukuna beri juga sudah tak ada di tubuh Uraume.

"Apa yang terjadi ?" Megumi meneguk ludahnya kasar.

Tangannya bergetar hebat, bayangan Yuuji teringat lagi di kepalanya. Kenangan desa yang terbakar habis, teman-teman dan orang tuanya mati tepat di depan matanya sendiri.

"J-jangan biarkan Sukuna-sama membunuh Satoru" ucapnya sambil merintih.

Tidak mungkin. Jangan bilang ini semua kesalahan Satoru lagi, yang waktu itu Megumi yakin semua hanyalah siasat seseorang untuk mengendalikan emosi Satoru.

"Mereka ada di seberang sungai" ujarnya sambil menunjuk tempat yang dimaksud. Ia terbatuk hingga mengeluarkan darah, Megumi semakin panik, apa yang harus ia lakukan dengan keadaan Uraume.

"Jangan pedulikan aku" dengan tenaga yang tak banyak ia mendorong Megumi menjauh.

"Cepat sebelum terlambat, dan bawalah ini"

Megumi memantapkan hatinya, dengan perasaan riuh ia pergi meninggalkan Uraume yang tergeletak di tanah. Kakinya melangkah melewati sungai yang tak dalam itu, dengan bermodalkan cahaya bulan sebagai penerangnya Megumi sama sekali tak memperlambat langkahnya.

"Sukuna-"

Seketika pandangan Megumi menggelap, seorang pria yang tak dikenal memukul belakang kepalanya keras. Ia tidak dapat melihat jelas, kesadarannya menghilang saat pria tersebut berdiri tepat di depannya.

.
.

Bau anyir menyeruak menusuk hidung kala matanya terbuka. Sekujur tubuhnya merinding seketika saat melihat seorang mayat dengan kepala terpenggal ada di depannya. Megumi jelas tahu siapa pemilik kepala yang tergantung seperti daging itu, napasnya tercekat, rasa mual menyapa perutnya.

"U-uraume ..." ucapnya ketir.

Kedua tangan dan kakinya terikat kertas segel. Megumi tidak bisa bergerak, ia menatap nanar jasad Uraume yang sudah kaku.

"Sudah bangun ?"

Megumi menoleh ke arah suara. Pemuda bersurai pirang tengah tersenyum meremehkan ke arahnya.

"Lihat ini, dia sudah mati. Kau tau siapa yang memenggal kepalanya ?" pria itu membawa sebilah pisau ditangannya, ia berjongkok di depan jasad Uraume.

Evanescent [SukuFushi]✔Where stories live. Discover now