Sisi Lain

1.1K 184 8
                                    

Matahari belum naik tepat di atas kepala, tapi Megumi sudah berkali-kali mengeluarkan umpatan untuk Sukuna. Karena nafsu yang tak dapat ditahan tadi malam, Megumi merasa sangat lelah pagi ini, punggungnya seakan mau patah. Si pelaku hanya tersenyum menjengkelkan, Megumi sadar bahwa dirinya hanyalah seorang manusia biasa, tapi kutukan itu tidak memberinya ampun, suaranya sampai serak karena terus mendesah tadi malam.

Si surai hitam sedang memberi makan hewan peliharaannya di halaman, ia berdiri tegak sembari menatapi rerumputan. Sepasang kaki mendekat ke arah Megumi, lalu ia berucap.

"Menjauhlah aku sedang sibuk" belum menyapa Sukuna sudah dimarahi.

"Maafkan aku, lain kali aku tidak seperti itu lagi" kedua lengannya dilingkari ke pinggang Megumi, memeluk pengantinnya dari belakang.

Megumi mengalah untuk kali ini, ia memilih diam dan melanjutkan memberi makan kelinci peliharaannya. Dagunya ditempatkan pada bahu Megumi yang menganggur, sesekali mengecup leher pucat itu.

"Sukuna"

"Iya ?"

Megumi menatap kosong sambil menunduk, ada beberapa pertanyaan yang masih membuatnya penasaran, mau kah Sukuna menjawab semua pertanyaannya nanti ?

"Aku boleh bertanya ?"

Sukuna mengangguk, baru kali ini Megumi terlihat sedikit gelisah akan suatu hal. Biasanya pemuda itu lebih sering memarahinya kalau terjadi sesuatu.

"Di kehidupan sebelumnya kita pernah bertemu ?"

Kedua alisnya dinaikkan, tidak menyangka kalau Megumi akan menanyakan soal itu. Ia sempat berpikir sejenak, tersenyum tipis lalu menjawab.

"Pernah"

"Kapan dan berapa kali kita bertemu, dan apakah aku juga seperti ini dulu ?" Sukuna tertawa kecil, pertanyaan bertubi-tubi Megumi membuatnya gemas.

"Kau tetaplah kau, aku tidak begitu ingat kapan tapi kau berada di pelukanku untuk yang terakhir kalinya" Megumi diam. Isi kepalanya bercabang, yang Sukuna maksud itu dalam artian romantis atau mengerikan.

Sukuna membawa Megumi duduk dipangkuannya, rerumputan jadi alas kedua orang itu. Wajah ketir Megumi menjelaskan apa yang sedang pemuda itu pikirkan, kedua tangan Sukuna mengusap jemari Megumi.

"Dulu kau juga sangat berharga bagiku, tapi waktu tidak mengizinkan kita hidup bersama saat itu" ucapan Sukuna menyentil perasaan Megumi. Ia jadi tidak enak karena sudah berburuk sangka.

"Kau tidak kesepian saat aku tidak ada ?" tanya Megumi penasaran.

Kedua sudut bibirnya menyunggingkan senyuman hangat, pertanyaan lugu Megumi menggelitik Sukuna.

"Tentu saja aku kesepian, sebelum bertemu denganmu aku tidak mengerti apa itu kesepian. Kau yang mengajarkanku banyak hal"

Megumi hanya mendengarkan, ia begitu menanti semua cerita Sukuna. Kutukan itu memiliki banyak cerita yang belum pernah Megumi dengar sebelumnya, sikap tegas dan wibawanya menutupi rasa sakit dan kenangan yang tersembunyi.

"Megumi tetaplah Megumi. Kurasa kita tak dipersatukan karena aku tidak pantas untuk orang sepertimu, kutukan yang gemar membuat kontrak dan membunuh sesukanya" Megumi menatap wajah dibelakangnya. Wajah Sukuna berubah sendu, walaupun ia tersenyum tapi jelas terukir rasa sakit dibaliknya.

"Tapi sekarang kau tidak melakukan hal seperti itu lagi, apa itu juga akan berdampak sesuatu padamu ?" iris biru gelapnya menatap Sukuna dalam.

"Jika tidak ada yang mengingatku lagi, aku akan menghilang" Sukuna menjeda kalimatnya, kemudian melanjutkan.

Evanescent [SukuFushi]✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora