Hangat (18+)

1.8K 228 11
                                    

Hembusan angin dingin menyapu dedaunan yang berjatuhan di tanah, sepasang kaki mengitari hutan untuk mengumpulkan ranting pohon. Embun pagi mengintip dari balik dedaunan hijau, langit tampak mendung, suara gemuruh juga mulai mengingatkan sang pemuda agar segera pulang ke rumahnya.

Padahal belum lama ia meninggalkan rumah untuk mencari persediaan ranting, tapi langit seakan enggan melihatnya jauh dari rumah.

"Aku harus cepat pulang" matanya berkedip tatkala setetes air jatuh dari langit menyentuh hidung indahnya. Hujan telah turun, Megumi masih terjebak di hutan.

Megumi mempercepat langkahnya mencari pohon besar sebagai tempat berteduh. Ia berdiam diri di salah satu pohon rindang, masih pagi dan sudah turun hujan. Sulit baginya untuk mencari ranting.

Jangankan ranting, jarak pandang menipis akibat kabut, dan guyuran hujan membuat dirinya tertahan di hutan seorang diri.

"Kehujanan putri ?" Megumi tersentak ketika suara bariton mengagetkannya.

"Jangan panggil aku putri, aku ini pria"

"Pangeran ? Kurang cocok" decakan tak suka membuat si kutukan sedikit terkekeh geli.

"Aku bisa menutupimu dari hujan" tawaran itu sedikit terdengar menyebalkan bagi sang manusia.

"Kau sedang menyombongkan diri karena punya tubuh sebesar itu ?" celetuk Megumi. Yang di sindir tertawa kecil, menggendong Megumi dengan dua tangannya, lalu dua tangan lagi dijadikan sebagai penghalang hujan mengenai tubuh Megumi.

Tiga tahun berlalu sejak tragedi mimpi buruk bagi Megumi dan Satoru. Kini mereka bertiga hidup dengan tenang, tak ada keributan besar dan perselisihan diantara ketiganya.

Megumi telah resmi menjadi pengantin sang kutukan, wujud aslinya juga sudah diberitahu. Walaupun awalnya sangat terkejut dan menakuti si manusia, lambat laun Megumi mulai terbiasa. Toh Sukuna juga pendamping hidupnya sekarang.

Keduanya sampai di kediaman Ryomen. Megumi masuk tanpa mengatakan apapun, Sukuna hanya berdiam diri saja. Tubuhnya masih basah, ia tak mau mengotori lantai dengan masuk di keadaan begitu.

Sukuna duduk memandangi langit yang terus menjatuhkan bulir-bulir air. Suara hujan deras jadi peneman dirinya melamun.

"Kau jadi basah karenaku" satu buah kain diusapkan ke kepala sang kutukan, digosok pelan lalu bibir kecil itu sedikit mengomel.

"Setidaknya aku dapat usapan lembut dari manusia yang kucintai"

Sukuna tertawa kecil, reaksi yang diajak bercanda malah berbeda. Megumi berdiri lalu mulai melangkah menjauh.

"Mau ke mana ?" ke empat tangan sang kutukan membawa Megumi di pangkuannya, kedua iris berbeda mereka bertemu. Megumi tengah tersipu malu.

"Kau malu ?"

"Tidak" selanya cepat.

Jelas Sukuna paham kalau Megumi sedang berbohong, kebiasaan yang sudah biasa ditebak.

Kedua tangan Sukuna memeluk erat Megumi, dua tangan lagi menangkup pipi si submisif agar lirikan si surai biru gelap tak terlepas darinya. Dicubit pelan pipi Megumi, menarik lalu melepaskannya, begitu terus berulang hingga beberapa kali.

"Jangan" kedua tangan Megumi memegang tangan besar itu untuk menahannya, sebenarnya tenaga Megumi tidak berpengaruh, namun pegangan lembut-bagi si kutukan-Megumi membuat perlakuan Sukuna terhenti.

Bulu mata lentik, rona di pipi, dan lirikan yang dilayangkan ke arah lain menarik perhatian Sukuna. Kecupan demi kecupan didaratkan pada wajah Megumi, sang empu tak mengeluh, matanya hanya memejam seraya tetap memegangi lengan Sukuna.

Evanescent [SukuFushi]✔Where stories live. Discover now