05| Menerima

2.4K 159 7
                                    

Aku perlahan membuka mataku, bau aroma rumah sakit langsung mendominasi saat itu juga.

"Syukurlah lo langsung bawa dia ke sini, thanks ya. Agak ngeyel emang adek gue yang satu itu."

"Sorry gue bawa dia, lo tahu kan gak mungkin kalau gue gak nyentuh dia."

Samar-samar kudengar perbincangan seperti suara Bang Aydan dengan ... siapa, sepertinya suara itu tidak asing.

Ah, laki-laki itu ternyata.

"Bang?" Lirihku pelan karena masih merasa lemas.

Dia menghampiriku, "alhamdulillah."

Aku berkedip beberapa kali seperti orang linglung. "Maag kamu kambuh, lagian tau kerja lagi sibuk kenapa gak sarapan dulu sih?!"

Aku terkekeh sambil menggaruk sebelah alis, "lupa Bang, abisnya aku semangat banget."

"Semangat juga gak harus lupa waktukan?"

Aku mencebikkan bibir, "udah ih ngomelnya. Gak malu apa ada temen tuh di belakang liatin," bisikku namun masih terdengar oleh laki-laki itu.

Bang Aydan memutar bola matanya malas, "mau minum?" Aku mengangguk.

Aku berbisik sangat kecil saat Bang Aydan memberiku minum, "bang dia kenapa ada di sini?"

Bang Aydan menatapku heran, "loh dia kan yang nolongin ka-"

Ceklek...

"Assalamu'alaikum," ucap beberapa orang saat memasukki ruang rawatku. "Alhamdulillah ya allah," sambung Bunda saat melihatku sudah membuka mata lalu segera memelukku.

Aku tersenyum dalam dekapannya, "Bun pengap." Bunda menjauhkan diri setelah aku berkata seperti itu.

"Bunda bilang juga kan-"

Belum selesai Bunda mengatakan sesuatu, Ayah segera memotongnya. "Bun, udah. Anaknya baru aja sadar loh," peringat ayah.

Semua yang ada di sana hanya terkekeh pelan melihat itu, ayah tau saja kalau aku tidak suka di ceramahi, apalagi saat kondisiku seperti ini.

"Nak Raffa makasih loh ya," Bunda menghampiri Pak Raffa dan hanya dibalas senyuman.

"Makasih?" lirihku pelan.

"Qilla, congrats ya. Acara yang kamu handle semuanya berjalan dengan lancar," Aku tersenyum untuk membalas pujian Bu Rahma.

"Ibu juga minta maaf karena gara-gara acara tadi kamu malah kecapekan," sesal Bu Rahma.

"Bukan kok Bu, emang sudah waktunya sakit mungkin. Semuanya takdir," kekeh ku.

Semuanya turut hadir menjengukku, padahal aku tidak separah itu. Bahkan tidak harus rawat inap. Dari mulai keluarga, sahabat, Pak Raffa, Bu Rahma, dan rekan kerja. Semuanya menjenguk, seolah aku sakit parah.

Drtt... Drttt... Drttt....

Kulihat lali-laki itu izin keluar saat handphonenya berdering, setelah itu kembali masuk dan membisikkan sesuatu pada Bu Rahma. Matanya sempat melirikku, aku mengangkat sebelah alisku.

Aku mengerutkan kening melihat reaksi Bu Rahma, dia terkejut saat Pak Raffa sudah membisikkan sesuatu.

"Semuanya, saya memohon maaf sebanyak-banyaknya sama Aqila dan keluarga. Barusan Raffa dapat telepon, katanya ada suatu masalah terjadi di kantor selesai acara tadi. Jadi kami pamit undur diri sekarang, maaf sekali lagi." Pamit Bu Rahma dengan rasa menyesal yang sangat besar.

Setelah Bunda dan Ayah mengucapkan terima kasih sudah menjenguk, mereka bergegas pergi. "Kami permisi, sekali lagi mohon maaf, assalamu'alaikum."

Keluargaku menjawab salam mereka, kini yang tersisa hanya keluargaku setelah Bu Rahma dan Pak Raffa pergi, lalu Bunda menghampiriku. "Makan dulu ya, Bunda bawa ini." Sayur nangka kesukaanku, ah Bunda.

KISAH KASIH KITAWhere stories live. Discover now