08| Pengantin Baru

2.6K 161 5
                                    

Allahumma sholi 'ala sayyidina Muhammad, wa'ala ali sayyidina Muhammad.
=============

"Pengantin baru sih pengantin baru, tapi tau waktu juga kali dek?" sindir Bang Aydan ketika kami baru saja turun, aku hanya mendelik padanya.

"Hussh, gapapa kok dek wajar. Ayo-ayo pada duduk," Bunda memperingati.

Dentingan sendok memenuhi suara di meja makan, tak lama kemudian Ayah mengangkat bicara.

"Kalian besok mau langsung pindahan ke rumah baru?" Aku menengok ke arah Ayah, lalu Pak Raffa.

Anggukkan Pak Raffa membuatku menundukkan kepala, aku belum siap untuk ini. "Tapi kalau Alesha masih ingin di sini bisa di undur kok, yah."

Aku menatapnya kembali, dia tersenyum. Ada apa ini? Kenapa dia selalu mengerti apa mauku?

Setelah selesai sarapan, seperti biasa aku membantu Bunda. Para laki-laki sedang jalan-jalan pagi, lebih tepatnya mengajak jalan-jalan Pak Raffa ke sekeliling rumah.

"Nak Raffa laki-laki baik, kok dek. Bunda ngerasa tenang adek dijaga sama dia, Bunda susah percaya loh sama orang. Apalagi buat jagain kamu."

Benar, sudah banyak laki-laki yang datang ke rumah untuk meminangku. Tapi yang dikepercayaan hanya Pak Raffa, bahkan setelah terjadinya insiden itu.

Aku percaya takdir selalu baik, Allah tahu mana yang baik untuk hidupku. "Dek, ingat pesan Bunda. Selalu patuh sama suamimu, karena tanggung jawabnya menjaga adek. Surganya adek bukan di Bunda lagi, tapi di Nak Raffa."

"Bunda nerima Nak Raffa bukan semata-mata tanggung jawab atas kejadian itu, Bunda marah saat tahu kejadian itu. Tapi kita bukan penentu takdir, apalagi suamimu juga korban di sana. Kalian sama-sama korban," nasihat Bunda padaku.

Entah mengapa, aku merenung setelah mendengar perkataan Bunda. Aku berdiam di halaman belakang, sambil memikirkan kata-kata Bunda, hatiku terketuk oleh ucapannya. Beribu kali Pak Raffa mengucapkan maaf, tak pernah kuhiraukan. Tapi sekalinya Bunda berbicara, sangat membuatku sadar.

Kami sama-sama korban, tidak ada yang tahu ini akan terjadi. Bahkan saat insiden itu pun, Pak Raffa memintaku untuk menguncinya di kamar mandi. Dia tidak ingin melakukan hal yang dibenci Allah, apakah aku egois selama ini?

Tap

Tap

Tap

"Are you okay?" tanya seseorang dari samping, yang membuatku terkejut.

Setelah tahu siapa orangnya, aku hanya mengangguk.

Dia menghela nafas, "kalau kamu mau lebih lama di sini juga gapapa. Bilang aja mau sampai kapan, tapi kita juga perlu pindah."

Aku melirik ke arahnya, apa dia pikir aku merenung karena masalah pindahan? Dia menaikkan salah satu alisnya.

"Saya gak keberatan, saya paham situasi kamu saat ini."

Aku menggeleng, "kita besok aja pindahannya."
Aku tahu pindahan itu membutuhkan waktu untuk beradaptasi di rumah baru, terlebih untuk membereskannya memerlukan waktu yang cukup banyak.

Dia terkejut mendengarnya, "kenapa? Kita bisa lebih lama di sini. Satu bulan mungkin?" usulnya, masih meragukan ucapanku.

Aku terkekeh, "kelamaan, kantor bapak juga kejauhan kalau dari sini. Cuti bapak sebentar kan?"

Dia semakin keheranan dan terkejut dengan responku barusan. "Ayo bantuin saya beresin barang-barang."

Baru beberapa langkah untuk masuk ke rumah, aku menengok lagi ke belakang. Dia tidak berkutik sekalipun, "Pak, mau bantu saya nggak?" ucapku agak sedikit berteriak.

KISAH KASIH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang