25.CERAI

3.7K 228 48
                                    

"Iya sebentar!" seru Oca menuruni tangga menuju pintu depan. Sepertinya tamu itu tidak punya sopan santun karena bertamu jam 10 malam.

"Cari sia—pa?" Oca hendak kembali menutup pintu saat ternyata tamu tersebut adalah orang yang tidak ingin ia temui.

Buru-buru Ares menahan pintu tersebut. "Saya minta maaf!"

"Terus aja minta maaf abis itu ngulang lagi!" balas Oca.

"Iya saya tau saya salah, tapi dengarkan penjelasan saya dulu."

Oca membiarkan pintu kembali terbuka, tapi tidak mengizinkan Ares untuk masuk.

"Lima menit."

Ares menjelaskan semuanya dari awal hingga akhir mengapa ia meninggalkan Oca di restoran.

"Udahkan?" Oca bersedekap memandangi Ares dengan wajah datar.

"Kamu masih marah?"

"Gak. Semoga Yumna cepat sadar dari komanya, ini udah malam lebih baik om pulang."

"Saya gak mau pulang sebelum kamu ikut saya pulang juga." kukuh Ares membuat Oca muak.

"Terserah!" Oca langsung membanting pintu dan menguncinya lalu kembali ke kamar.

Cukup lama ia berdiam diri menatap layar monitor akhirnya Drakor yang akhir-akhir ini ia tonton selesai. Gadis itu penasaran dengan ucapan Ares, apakah pria itu sungguh belum pulang?

Oca membuka pintu balkon dan baru sadar kalau ternyata diluar hujan deras. Mungkin karena kamarnya kedap suara jadi tidak kedengaran.

Gadis itu menatap kebawah melihat Ares yang ternyata masih setia berdiri didepan rumahnya dengan keadaan basah kuyup.

"Ngapain sih masih disini?" gumam Oca, ia kembali masuk kedalam kamarnya lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Kita lihat pasti Ares gak akan bertahan lama dan akan pergi.

Dua jam berlalu, Oca bangkit dari tempat tidur dan mengecek apakah Ares sudah pergi atau belum.

Dan ternyata....belum.

Oca langsung berlari keluar kamar menuruni tangga dengan cepat lalu mengambil payung dan keluar dari rumahnya.

Ares menoleh saat Oca membuka pintu. Pria itu tersenyum senang karena akhirnya Oca mau bicara lagi dengannya.

"Biar apa?" tanya Oca membuat Ares mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?"

"Biar apa diri disini berjam-jam kehujanan? berharap Oca iba? dari pada ngerepotin orang nanti, mending sekarang om pulang." ketus gadis itu dengan wajah datar.

"Kamu marah sama saya cuma karena saya tinggal di restoran? Saya pergi juga karena adik saya dalam keadaan sekarat, ngertiin posisi saya dong Ca! jangan egois." ujar Ares.

"Pisah aja ya, Oca udah gak kuat." ucap Oca dengan air mata di pelupuk mata yang jika ia berkedip maka air mata itu akan jatuh.

Ares mundur beberapa langkah ke belakang berusaha tidak mempercayai apa yang didengarnya.

"Saya gak mau!"

"Tega banget sih maksa Oca buat terus sakit hati." ucap Oca kali ini ia menangis.

"Saya mesti gimana lagi sih, Ca? Oke saya salah, saya minta maaf. Saya janji gak akan kayak gitu lagi, tolong jangan minta pisah!" frustasi Ares.

"Maaf tapi Oca udah gak bisa percaya omongan om Ares lagi. Malam itu om pilih Oca, tapi kenyataannya om selalu ada untuk Yumna tapi gak ada untuk Oca. Oke, Yumna sakit tapi keluarga dia bukan om Ares doang. Apa semua yang menyangkut Yumna harus om Ares yang urus? terus gimana sama keluarga om? Oh ya, gak penting kan."

"Mulai sekarang instrospeksi kesalahan sendiri-sendiri, kalau udah sadar temui Oca di pengadilan."

Setelah berkata begitu Oca memberikan payungnya kepada Ares lalu berlari masuk kedalam rumahnya.

•••

"Lo kenapa?" tanya Arka yang melihat Ares tampak frustasi duduk didepan pintu kamar rawat Yumna.

"Sesedih itu lo dia koma?" tanya Arka lagi kini ia duduk disamping Ares.

"Oca minta cerai."

"Pfftt..."

Ares melirik sebal pada Arka yang justru ingin menertawakannya.

"Berarti Oca udah sadar kalau lo itu bego dan pantas ditinggalin. Lo tua doang, dewasa kagak." ujar Arka santai.

"Gak usah ngomong kalau cuma buat ngehina saya."

Ares bangkit berdiri hendak pergi, namun pertanyaan yang dilontarkan Arka membuat langkahnya terhenti.

"Lo sadar gak sih sering nyakitin dia?"

Arka ikut berdiri, menepuk pundak Ares.

"Lo bahkan gak pantes buat dapetin kesempatan lagi, tapi kalau Oca yang lo mau buktiin ke dia kalau lo bener-bener butuh dia. Jangan bacot doang tapi gak ada bukti, cewek butuh bukti bukan perkataan manis aja. Semakin banyak kata-kata manis yang lo kasih tanpa ada bukti, lama-lama orang juga enek dengernya." ucap Arka lalu hendak melangkah pergi meninggalkan Ares.

"Saya mesti gimana?"

Langkah Arka terhenti, ia menyunggingkan senyum miring.

"Buktiin perkataan manis lo itu." setelah berkata begitu, Arka pergi.
Sebenernya cowok macan Ares ini halal untuk ditendang jauh-jauh dari Oca, tapi Arka percaya pada kakaknya itu. Arka percaya Ares mencintai Oca, cuma rada bego aja.

"Keluarga pasien." tiba-tiba saja dokter berseru.

"Saya." Ares datang menghampiri sang dokter.

"Kondisi pasien semakin kritis dan butuh alat-alat lebih canggih untuk menangani racun yang terus menyebar ke jantungnya, tapi sayangnya rumah sakit ini tidak memiliki alat tersebut. Jadi, saran dari kami sebaiknya pasien dibawa ke luar negeri," jelas si dokter.

"Baiklah, saya akan urus semua persyaratannya." Ares bergegas pulang untuk membicarakannya kepada sang ayah.

Diaz yang mendengar hal tersebut sangat sedih begitu pula Tiara.

"Ini semua salah mama!" Tiara memukuli dadanya yang sesak.

"Biar papa yang pergi ke luar negeri bawa Yumna." ucap Diaz.

"Jangan, pa. Papa udah tua dan lagi sakit, gak apa-apa biar Ares aja."

"Loh bagaimana dengan Oca dan anak-anak kamu? Memangnya dia bakal setuju? kamu disana gak sebentar loh, Res." ucap Diaz.

"Oca bisa tinggal dirumah orang tuanya, dia bisa ngertiin saya pasti. Papa gak usah khawatir,"

"Sebaiknya jangan deh, Res. Papa gak enak sama Oca dan keluarganya, lebih baik Arka saja yang pergi kesana."

"Kayla sebentar lagi lahiran, dia butuh Arka. Udah ya gak apa-apa biar Ares aja,"

Mungkin ini akhir dari kisahnya, Ares lebih baik pergi daripada harus menghadiri sidang perceraiannya nanti. Ia tidak sanggup untuk menerima kenyataan itu, Ares tidak sanggup melepaskan Oca untuk yang kedua kalinya.

•••

My Wife Is A Little Girl (S2) ENDWhere stories live. Discover now