2

813 151 63
                                    

🎧 Aziz Hendra - Somebody's pleasure

🎧 Aziz Hendra - Somebody's pleasure

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Papa!"

Jungwoo mengerjapkan matanya yang buram, barusan adalah suara favorit Jungwoo. Malaikatnya tengah mengusik tidur nyenyak nya.

"Biarkan Papa tidur, Mark." kata Jungwoo menulikan pendengarannya. "Ini kan hari Minggu."

Mark. Bocah laki - laki berusia 5 tahun, yang biasa dipanggil Mark adalah putera yang Jungwoo adopsi lima tahun yang lalu, tepat dihari ulang tahunnya yang ke 30.

Meski sempat diragukan, tapi Jungwoo berhasil merawat Mark sendirian selama lima tahun belakangan ini. Oleh karena itu, Jungwoo memutuskan untuk tetap tinggal bersama kedua orangtuanya.

Apa standar hidup setelah berusia 35 tahun? Memangnya tidak lelah hidup berdasarkan standar hidup orang lain?

Sebenarnya tidak ada yang berbeda dari Jungwoo yang dulu dan Jungwoo yang sekarang, dia tetap pendiam dan juga tidak suka bersosialisasi, juga masih tinggal bersama ayah dan bundanya.

Hidupnya masih flat dan monoton karena dia masih melajang di usianya yang lewat kepala tiga. Satu hal yang membaik, Jungwoo sudah jauh lebih mapan. Sejak dulu menabung gaji untuk menikah, tapi sampai sekarang uangnya belum juga terpakai.

Sang bunda sangat perhatian, membantu menjaga Mark disaat Jungwoo sibuk dengan pekerjaannya di kantor.

"Tapi Papa janji mau belikan Mark jajan." Pekik sang putera heboh tepat di telinga kanan Jungwoo.

Jungwoo menutup kedua telinganya. "Kan bisa nanti siang, jagoan.."

"Maunya sekarang!"

Jungwoo menghela nafasnya pasrah. "Kamu sarapan sana, Ayah mandi dulu."

****

"Pagi bun."

Jungwoo mendudukkan dirinya di kursi, menikmati sepiring nasi goreng yang sudah bundanya siapkan di meja makan.

"Aduh aduh, anak Papa semangat banget makannya." Goda Jungwoo saat melihat Mark makan sendiri dengan tenang tanpa berlarian seperti biasanya. "Biasanya makan disuapin nenek."

"Iya dong, kan mau beli jajan."

Nyonya Kim melirik Jungwoo. "Jajan lagi?"

"Udah nggak papa bun, sekali - kali." Jawab Jungwoo santai. "Lagian Mark juga jarang jajan."

"Itu sih gara - gara kamu, dia jadi kebiasaan." Bantah Nyonya Kim. "Kalau sama bunda, Mark nggak pernah tuh minta jajan. Iya kan, Mark sayang?"

"Ya mau gimana lagi."

"Kamu tuh belum bisa mendidik anak!" Nyonya Kim menggeleng ribut. "Makanya kamu cari istri!"

Jungwoo mengerutkan dahinya. "Kok jadi istri?"

"Ya apa lagi dong? Kamu ganteng, udah mapan, jangan lupa kalau kamu tuh udah tua! Mau kamu jadi perjaka tua?"

"Jodoh di tangan Tuhan, bun."

"Kamu masih single kan?" Tanya Nyonya Kim tanpa melihat kearah Jungwoo. "Bunda punya temen, anaknya single juga. Siapa tau cocok sama kamu."

"Anak siapa lagi yang bunda mau jodohin sama aku?"

"Udah, kamu terima jadi aja."

BRAK

Jungwoo menggebrak meja dengan sangat keras, Mark pun sampai kaget hingga sendok makannya terlempar jauh entah kemana.

"Aku nggak mau!"

"Kamu itu bukan sekedar udah tua, Woo." Jelas Nyonya Kim dengan lembut. "Tapi kamu juga seorang Papa, Mark butuh sosok ibu, Woo."

Memang benar, Jungwoo tidak menyangkal. Mungkin selama ini Jungwoo egois, Mark berhak mendapat kasih sayang seorang ibu. Meskipun Mark bukan anak kandungnya, bukan berati Jungwoo juga asal - asalan dalam mengasuh Mark.

Tapi Jungwoo tidak bisa, dia belum siap untuk berumah tangga karena dia tidak bisa menikah tanpa cinta, apalagi menikah karena perjodohan. Jungwoo tidak bisa.

"Mark sayang, kita beli jajan sekarang saja, bagaimana." Ajak Jungwoo

Jungwoo bergegas menggendong Mark yang tampak bingung, keduanya berlalu dari ruang makan- meninggalkan Nyonya Kim yang nampak pasrah.

See ya

Despair [jungwooxrenjun]Where stories live. Discover now