10. SEBUAH MISI DAN BUKTI

20 4 27
                                    

Yang terbaik itu mengikhlaskan, bukan diikhlaskan.

BAB 10

Aktifitas sekolah berjalan seperti biasanya, tidak ada kejanggalan sama sekali hari ini. Dan juga kesan dan pesan masuk kelas juga begitu saja. Tetapi, kesan dan pesannya akan dimulai sekarang, di jam pulang ini.

Keributan ataupun kebisingan sekolah mulai terdengar lagi, semua murid berbondong-bondong keluar dari kelasnya masing-masing, termasuk Cindy juga. Gadis itu keluar dari kelasnya dengan tas ransel ditangannya, ia terlihat memanggil seseorang.

"Lily!" teriaknya dan mengisyaratkannya untuk datang kearahnya. Lily dengan spontan menoleh, gadis itu langsung tersenyum kearah Cindy dan menghampirinya. "Yang lain dimana kak?" tanyanya sembari melirik sekelilingnya. "Nara sama Vino masih di kelas, kalau Jeri sama Bima ... entahlah," ucap Cindy menaikkan kedua bahunya.

Drrrttt...
Drrttt...

Ponsel milik Cindy bergetar disaku seragamnya, ia dengan sigap meraihnya dan melihat siapa yang menelepon dirinya.

Rion

Terpampang jelas nama Rion diponselnya, ia segera menjawab telepon itu dan meletakkannya disamping telinganya. "Hallo! Kenapa Ri? Lo dimana?" tanya Cindy melontarkan dua pertanyaan. "Gue udah di lokasi, lo sama yang lain langsung kesini saja," ujarnya singkat kemudian langsung memutuskan sambungannya.

"Nara, Vino, ayo cepetan!" teriak Cindy memanggil kedua temannya, tanpa disadarinya kepala sekolah berdiri dibelakangnya dengan tatapan datar, "hey ka-," ucapnya terpotong oleh sautan Vino dari dalam kelas, "hey tayo, hey tayo, dia bis kecil go-." Diakhir nyanyiannya Vino membulatkan matanya ketika mendapatkan kepala sekolah tersebut membawa penggaris panjang, Vino mengakhiri nyanyiannya, ia segera berlari menuju lorong.

"Murid nakal kau!" umpat guru itu menodongkan penggarisnya, namun sesaat kemudian ia memilih pergi.

Nara, si hebohan tertawa melihat kejadian itu. "Lucu banget," ucapnya sambil tertawa geli. Cindy dan Lily menatap gadis itu dengan tanda tanya, mereka hanya menggeleng dan teetawa kecil dengan sikap kedua temannya ini.

°°°

Terdengar suara langkah kaki dari belakang, Bima dan Rion membalikkan badannya, dilihatnya itu adalah Vino. Vino datang dengan lari terbirit-birit, seperti orang yang dikejar maling.

"Kenapa lo?" tanya Rion kepada Vino. "Biasalah, kepala sekolah itu," kata Vino membuat kedua temannya itu saling memandang dan hingga akhirnya mereka berceletuk, "oh ... buat masalah lagi."

Setelah Vino, datanglah kehadiran anggota perempuan yang terdiri dari Cindy, Nara, dan Lily. Anggota itu terlihat seperti film yang bergenre aksi ataupun misteri. Setelah semuanya terkumpul, penyelidikan mereka dimulai. Rion memegang gagang pintu gudang tersebut dan membukanya, karna sudah sekian lama tidak dibuka maka gagang pintu itu sudah berkarat.

Dengan usahanya, akhirnya pintu itu terbuka. Dilihatnya ruangan didepannya itu sama sekali tidak bercahaya dan tidak terurus, tanda-tanda dilarang masuk terjejer melingkari ruangan tersebut. Pihak sekolah berkata akan menyelidiki kasus tersebut, namun sudah hampir dua tahun kasus tersebut belum juga terpecahkan.

Lantai ruangan hampir penuh dengan bercak hitam, entah itu karena kotoran binatang di dinding atau memang sudah lumutan.

"Kita mulai! Sudah siap?" ujar Rion dan memastikan anggotanya yang lain. Semua anggota mengangguk, kecuali Lily. Ia menatap tangannya, kemudian berkata, "tidak ada lampunya? Tidak ada hantunya juga kan?"

Anggota yang lain tertawa kecil menyadari tingkahnya tersebut, Cindy menyalakan lampu tersebut dengan menekan tombol saklar disamping pintu. "Nggak berhantu kok. Lihat, sekarang sudah terlihat lebih baik kan?" ungkapnya meyakinkan. Rasa lega terpasang di wajah Lily, ia menghembuskan nafasnya lega.

Mereka semua memasuki ruangan tersebut, mencoba mencari bukti untuk kasus temannya. Agar tidak diketahui guru, Rion menutup pintu gudang tersebut dari dalam.

Pencarian dimulai, semuanya menggrebek tempat itu. Nara menyingkirkan papan dihadapannya, tidak terpikirkan ternyata ia menemukan sehelai rambut panjang yang sekiranya 40cm dan terlihat lurus dan berwarna hitam pekat. "Guys!" ujarnya dan memperlihatkan rambut tersebut. "Ini rambut siapa?" sambung Nara menanyakan tentang rambut itu.

"Check rambut kalian dulu, takutnya kita salah tanggap," usul Bima. Anggota perempuan mengecek rambutnya masing-masing namun hasilnya tidak ada yang cocok. Cindy memiliki panjang rambut sekiranya 25cm dan lagipula rambutnya berwarna coklat. Nara dengan rambut lurus dan berwarna oranye, sedangkan Lily rambutnya agak ingkal dan bukan lurus.

"Mungkin saja ini rambut korban," ujar Lily memastikan. "Tidak, dia rambutnya ingkal, sama persis kayak lo," sahut Cindy menjelaskan.

"Berarti, ada orang yang pernah kesini selain kita," tebak Rion berjalan kesekelilingnya. "Ah bisa jadi tidak, mungkin saja rambut seseorang terjatuh ketika proses penangan pelaku," jelas Cindy yang membuat anggota itu berpikir keras. "Ketika penanganan kejadian, yang masuk tidak ada perempuan. Kecuali kepala sekolah, tetapi rambutnya keriting." Ucapan Vino membuat semuanya bertanya-tanya.

Rion memasukkan rambut kedalam plastik kecil, ia menandainya sebagai bukti nanti bahwa pelaku ini tidak hanya terdiri dari lelaki melainkan seorang perempuan juga ikutan bersekongkol.

"Kita temukan bukti yang lain lagi," ujar Rion mengarahkan teman-temannya. Baru saja Cindy melangkahkan kakinya, namun tiba-tiba terdengar dentuman kecil antara kaca dengan keramik lantai.

Anggota lain langsung mengarahkan pandangannya ke Cindy, Cindy menaikkan kedua bahunya serta menggeleng antusias. "Apa itu?" tanya Lily mendekat kearah Cindy. "Entahlah, tapi di sebelah sana rasanya," ujar Cindy menunjuk kebawah meja didekatnya.

Cindy membungkukkan tubuhnya didekat meja, tangannya mencoba meraih benda tersebut. Tidak takut jijik, gadis ini menemukan sebuah benda bulat jecil dengan potongannya yang gepeng sempurna. Ia mengambil dan mengeluarkan benda tersebut.

"Liontin merah?" ucap Cindy bertanya-tanya, yang lainnya hanya terdiam menatap liontin tersebut. "Hanya sebuah liontin? Tidak ada tanda-tanda kepemilikan yang lain?" tanya Rion mendekat kearah Cindy. Ia mengambil liontin tersebut dari tangan Cindy, diamatinya ternyata tidak ada tanda-tanda lain.

"Kita harus menemukan siapa pemilik liontin ini. Kemungkinan besar dia pelakunya, ataupun jika bukan maka dia tahu kasus ini," terang Rion yang disertai anggukan dari yang lainnya. Liontin berwarna merang mengkilat tersebut dimasukkannya kedalam kantong plastik kecil.

"Kita punya dua bahan bukti, yang entah nantinya akan berfungsi atau tidak," ungkap Rion sembari memasukkan kantong plastik tersebut kedalam saku seragamnya.

"Gue harap kedua benda itu nggak hilang, hanya itu harapan kita," kata Cindy yang dijawab dengan anggukan oleh anggota lainnya. "Penyelidikan diruangan ini kelar. Sepertinya Tuhan memberkati kita." Geng Jupiter keluar dari ruangan itu, ia membuka pintu ruangan itu dan berusaha melawan karat besinya yang kuat. Tanpa sepengetahuan dari orang lain, mereka melirik sekelilingnya terlebih dahulu sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.

Berhasil keluar dari ruangan, ia membenahi kembali tanda dilarang masuk tersebut kemudian kembali menutup pintu itu dengan rapat dari luar.

"Lily kira ruangannya serem, ternyata nggak," ujar Lily sembari menyeringai, anggota yang lain memandanginya dengan tawa kecil.

To be continued

#mensivWG

JUPITERWhere stories live. Discover now