[1] | sleep well

200 10 1
                                    

aku tidak yakin kenapa tubuhku tidak menahan diri saat membawanya, nafasnya lemah, tapi kenapa aku melakukannya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

aku tidak yakin kenapa tubuhku tidak menahan diri saat membawanya, nafasnya lemah, tapi kenapa aku melakukannya?

──

Kelopak mata yang kaku terbuka perlahan, dinding-dinding mata yang mengatup memperlihatkan celah agar sang cahaya menyapa kornea. Langit-langit ruangan itu asing, ia sedikit berharap yang menyapanya adalah surga. Namun ruangan lembab dengan tirai-tirai putih penghalang banyak cahaya merambat mengatakan sebaliknya. Ruangan itu juga bukan neraka, kain yang menopang tubuhnya terlalu lembut untuk dikatakan sebagai neraka.

Sun Ah mencoba menggerakan lehernya yang lemah, menatap sekitarnya yang sangat asing dengan pandangan sedikit kabur. Suara benda berbunyi dan berdenyut beberapa kali, menandakan alat penopang kehidupan itu berfungsi dengan baik, sangat baik.

Sun Ah sempat berpikir—dengan kesadaran nyaris penuh—kalau dirinya berada di rumah sakit. Karena suara mesin penopang hidup dan bau obat-obatan itu sama seperti terakhir kali ia berkunjung ke rumah sakit beberapa hari sebelum kesadarannya menghilang, menggelap.

Tapi kasur itu tidak seperti kasur yang para penyitas gunakan di rumah sakit. Baunya segar sekaligus lapuk, seperti bau kayu yang basah terkena hujan. Dinginnya juga tidak seperti rumah sakit, tidak menusuk, tidak juga menghangatkan tubuhnya.

Ia mengangkat tubuhnya dengan tenaga yang terkumpul walau tak banyak. Menopang bagian atasnya dengan tangan yang terasa kaku. Bahkan untuk menggerakannya saja sangat sulit. Tapi ia berusaha memposisikan tubuhnya untuk duduk dengan sempurna. Air mata lolos membasahi pipi kanannya saat ia mencoba.

Sun Ah terkesan, matanya tidak sepenuhnya mengering saat satu tetes airnya membasahi pipinya yang dingin.

Tubuhnya tidak sakit, tapi kaku, ia merasa percuma saja tapi tetap mencobanya sampai berhasil duduk.

Aku ada dimana? Apa ini mimpi? Jika ini mimpi, siapa yang membawaku ke tempat ini? Apa Jaehee yang melakukannya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terlintas di benaknya saat matanya menatap kosong kearah pintu yang tepat berada jauh di depan ranjang kebesaran—entah milik siapa—yang dipakai membaringkan tubuhnya.

Orang yang akan membuka pintu itu punya jawaban dari semua pertanyaan yang ada di benak Sun Ah. Dan ketika pintu itu terbuka bersama suara decitan kecil, sebuah pemandangan tidak asing sekaligus sangat asing menyapanya.

"... Tuan muda,"

Wajah seseorang yang selalu muram, selalu menajamkan tatapan padanya berubah. Ada kegelisahan bercampur rasa lega luar biasa di sorotnya. Piring sebagai alas sebuah mangkuk berisi sup hangat di tangannya meluncur membentur lantai. Seseorang tidak asing itu menahan nafasnya, hanya ada udara terhembus kasar dari celah bibirnya.

Panas, pasti ia kebasahan.

Sun Ah masih dengan pemikiran anehnya, terdiam di tempat. Sementara orang itu, hakim itu, Kang Yohan juga melakukan hal sama. Sama-sama tidak bersuara, hanya mata yang saling memandang, meneliti satu sama lain lalu mengirim gelombang tanya pada masing-masing tubuh.

Yohan mengatup bibirnya yang sedikit terbuka. Ia tidak melangkah, hanya hendak bersuara dari tempatnya berdiri.

"Kau..."

"Aku tidur lama sekali,"

Sun Ah menyela, tidak yakin ada suara yang keluar dari bibirnya. Ia masih merasa semuanya hanya sekedar mimpi di alam bawah sadar terjauh otaknya. Tapi suara itu terasa nyata, bau sekitar terasa nyata, teksturnya benar-benar ada dan bisa dirasakan ketika kulitnya yang dingin bergesekan dengan itu.

"Apa baik-baik saja?"

Sun Ah tidak yakin harus menjawab ketika semua kata-kata diotaknya tidak ingin mengeluarkan bentuk. Sementara itu, Yohan melangkahkan kaki-kaki kokohnya mendekat sebelum menyentuh ujung ranjang. Ia lantas duduk di pinggiran ranjang yang luas, di depan Sun Ah, tanpa melepas pandangannya.

Sun Ah dapat merasakan sebuah tangan yang sedikit kasar membelai rambutnya setelah beberapa saat waktunya mencerna semua kejadian singkat. Rambut hitam legam yang sedikit memanjang itu begitu halus di tangan besar Kang Yohan.

Tubuh yang tadinya terjaga dengan sempurna perlahan kembali melemah. Kehilangan kekuatannya saat tangan sang hakim membantu Sun Ah kembali berbaring. Yohan dapat melihat mata sayu wanita itu kembali kehilangan daya usahanya saat berkedip perlahan, kelelahan untuk waktu terbuka yang sangat singkat. Yohan bergumam kecil.

"Tidurlah lagi, dan bangun nanti."

Kali ini, ada rasa cemas yang memudar bersama embun-embun di balik jendela.

──

Noted :

cerita ini akan punya chapter pendek-pendek tidak seperti yang satunya, karena ini memang awalnya cuma one-shoot yang di panjangkan. Ini pre-canon, dan aku hanya ingin menyenangkan diri sendiri saat menulis ini dan ceritaku yang lain. ditulis hampir bersamaan dengan menulis Hell Inside Heaven. Kalian menemukan plagiat, lapor aku! nanti aku kasih dia hadiah.

tertanda
Joonhyuk wife
©annanyous

it's okay, you're alive ── 𝘍𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩Where stories live. Discover now