[6] | another side

36 8 1
                                    

Jangan sembuh, sakitlah bersamaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan sembuh, sakitlah bersamaku. Karena ketika itu terjadi, kurasa, kau akan jauh. Jauh dariku.

──

Tidak ada yang berubah, setidaknya itulah yang Yohan pikirkan. Tidak peduli seberapa banyak dirinya bangun di malam hari untuk memastikan wanita yang tinggal bersamanya aman. Yohan selalu merasa jantungnya berdebar pada setiap tindakannya, bahkan perutnya terasa jungkir balik. Ia selalu berusaha untuk tidak memamerkan ekspresi apapun tiap kali mengambil tindakan. Mudah baginya untuk membuat ekspresi muram, karena perubahan emosinya tidak pernah se-ekstrim ini, sangat jarang. Tapi, ketika ia menatap mata bulat yang tak berdaya itu, ia bisa merasakan sebuah retakan pada sisi lain hatinya. Meskipun demikian, Yohan tidak pernah lupa Sun Ah adalah wanita yang berbahaya. Cinta bukan obat mujarab, terkadang yang lebih merusak dari bencana adalah cinta. Dan dalam hal itu, keduanya sama-sama orang yang membanggakan masa lalu rumit.

Mungkin, tidak apa-apa.

Selama tetap seperti itu, tidak ada yang bisa diharapkan. Yohan memiliki pemikiran yang begitu mudah.

──

Elijah adalah satu-satunya orang yang tahu kalau Jung Sun Ah masih hidup. Kecuali Yohan, tentu saja ia tidak terlalu menyukai keputusan itu. Tapi Elijah tahu bahwa ada sejarah yang rumit antara Sun Ah dan Yohan. Fakta bahwa Yohan menyelamatkan wanita itu membuat Elijah berpikir mungkin Yohan tidak terlalu keras padanya. Elijah hanya menutup mata dan mulutnya untuk hal itu. Yohan sangat berterima kasih pada keponakannya itu karena tidak pernah bertanya tentang detail kejadian mengapa ia menyelamatkan Sun Ah.

Elijah tinggal di Swiss selama sekitar satu bulan sebelum berangkat ke Universitas Stanford. Begitu ia mendengar bahwa tanda-tanda rehabilitasinya lebih baik dari yang diharapkan, dan bahwa ia bisa sejajar dengan kehidupan kampus maupun pra-kampus, ia tidak perlu menunggu. Tentu saja, pada usia itu, orang-orang pasti sangat mendambakan kehidupan mahasiswa yang lancar. Yohan tersenyum saat Elijah menyapanya lewat panggilan video call, senang baginya melihat sang keponakan bahagia. Cerita tentang kehidupan kamus mengalir begitu saja antara keduanya, dan saat itulah Elijah bertanya tentang Sun Ah.

"Ngomong-ngomong, bagaimana keadaannya?"

Yohan tidak perlu bertanya siapa yang Elijah sirat dalam pertanyaannya.

"Dia sudah lebih baik. Dokter bilang dia hampir sembuh total."

Elijah tersenyum tipis.

"Namun?"

Keduanya hanya berbagi ekspresi yang semu. Orang-orang bertindak seolah mereka menghilang, atau mati dalam diam. Tapi Yohan hanya menelan kata-kata yang tidak bisa diucapkan. Sudut bibirnya berkedut, tenang seperti hari-hari lain walau tidak biasa. Yohan tersenyum tipis, sangat tipis. Ia bahkan tidak menyadari bagaimana ekspresinya di mata Elijah. Gadis itu pandai mengartikan mimik wajah dari banyak orang, terutama wajah halus pamannya.

"Apa kau merasa khawatir?"

Khawatir?

Khawatir harus dilakukan oleh hati yang manusiawi. Tentu saja, Yohan tau itu pernyataan yang tidak terlalu masuk akal. Khawatir bisa dirasakan siapa saja, bahkan seorang penjahat sekalipun. Seorang yang tidak manusiawi bisa saja merasa cemas jika sesuatu mengusiknya. Tapi Yohan diam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang membuat Elijah penasaran selama ini. Ada emosi yang terlalu kusut dan rumit untuk sekedar dikelurkan lewat suara, membuat jawaban-jawaban tertahan di dalam otak.

Sulit untuk sekedar jujur.

Entah itu pada orang lain, atau pada dirinya sendiri. Namun, sudah menjadi suatu kebiasaan baginya untuk melihat wajah pucat dan mata sayu yang tertutup milik wanita itu setiap malamnya. Bahkan jika itu kamar yang terpisah, Yohan selalu punya kesempatan untuk menenangkan hatinya dengan berdiri di ambang pintu sambil memandang kearah wanita yang meringkuk bak tak bernafas diatas kasur.

Ngomong-ngomong, apa yang sedang ia lakukan sekarang?

Yohan mengangkat kepalanya yang semula menatap monitor untuk menoleh kebelakang bahu. Seperti biasa, mansion yang sunyi itu agak meresahkan. Yohan dengan samar, mendengar suara air yang mengalir jatuh ke lantai. Suara itu berasal dari kamar mandi, Yohan yakin. Bahkan ia sudah mendengar suara itu, walau tidak begitu jelas, sebelum bicara pada Elijah lewat sambungan video tadinya. Itu sudah lumayan lama jika terhitung, bahkan jari Yohan nyaris mati rasa.

"Mari kita berhenti untuk hari ini, Elijah."

Ia mematikan layar monitor tanpa membiarkan Elijah sempat bicara dan beranjak dari tempatnya duduk.

──

Noted :
aku gak tau mau nulis apaan. alhasil dari semua cerita, ini sama oneshoot aja yang ke update. maaf deh

tertanda
Joonhyuk wife
©annanyous

it's okay, you're alive ── 𝘍𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩Where stories live. Discover now