[8] | fever

40 8 1
                                    

Aku bisa menghangatkanmu ketika dingin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku bisa menghangatkanmu ketika dingin. Tapi sakit itu tidak hilang, susah dikendalikan.

──

Seperti dugaan Yohan, Sun Ah demam tinggi. Tubuh yang tadinya dingin, kini sepanas kebohongan. Yohan mengawasi Sun Ah sepanjang malam tanpa mendengus. Ketika wanita itu tertidur, obat penurun panas dan termometer yang Yohan beli di apotek terdekat, berdesir keluar dari dalam plastik saat Yohan mengangkatnya.

Dalam semalam, Sun Ah harus bangun tidur tiga kali hanya untuk minum obat dan makan. Yohan menopang punggung Sun Ah dengan tangannya, melihat dan memastikan Sun Ah menelan obat diantara bibir yang kering. Ia juga memastikan wanita itu untuk tidur, dan bangun, lalu tidur lagi, dan bangun lagi, seperti itu berulang kali dalam kurun waktu semalam. Yohan mengawasi Sun Ah, bahkan ia tidak beranjak dari sisi ranjang ketika matanya menatap wanita itu. Dan ketika Sun Ah berbaring, Yohan memegang tangannya sampai wanita itu tertidur.

Suatu malam, Sun Ah menatap Yohan dengan pandangan sedikit kabur. Ia lantas bertanya.

"Bisakah aku bertanya sesuatu?"

Yohan mengangguk, karena tidak ada alasan baginya untuk tidak menjawab.

"Kenapa kau menyelamatkanku, tuan?"

Yohan masih diam, tidak yakin harus menjawab apa.

"Aku tau kau tidak bisa menjawab dengan benar. Tapi jika aku mendengarnya sekarang, aku pikir aku akan melupakannya begitu tertidur."

Itu adalah kalimat terpanjang yang Sun Ah ucapkan. Yohan tau situasi ini pasti akan datang, dan hari ini ia berhadapan dengannya. Yang Yohan lakukan hanya menggenggam tangan Sun Ah dengan kedua tangannya, lalu menempelkan bibirnya ke punggung tangan wanita itu seolah sedang berdoa. Kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulut Yohan, seolah ada duri yang menancap di ujung lidahnya.

Mengapa aku menyelematkanmu?

Yohan mengulang pertanyaan itu dalam benaknya, ia ingin bicara, sangat ingin.

Saat itu, kau, kau yang aku pikir akan mati begitu saja, berdarah dan masih bernafas, bernafas dengan lemah. Aku diliputi paksaan untuk hidup tanpa memikirkan masa depan. Ketika aku melihatmu dalam keadaan koma, aku bertanya pada diriku ratusan kali, mengapa?

Aku bahkan membayangkan mencekik leher ramping itu, mengatakan pada diriku belum terlambat untuk menghabisimu. Kau bahkan tidak menolak, itu mengerikan.

Yohan ingat kelegaan luar biasa yang ia rasakan ketika Sun Ah akhirnya membuka mata. Itu lebih seperti kegembiraan yang jarang sekali Yohan dapat. Mata yang sudah lama tidak ia lihat, kini menjadi satu-satunya yang menatapnya. Perasaan bahwa setiap pembuluh darahnya bagai dipenuhi oleh sebuah kepuasan yang tidak biasa. Baru saat itulah Yohan menyadari kalau dirinya menunggu Sun Ah untuk bangun. Sungguh menyakitkan baginya melihat wanita itu nampak tidak berdaya, tapi itu lebih baik daripada tertidur tanpa harapan. Alangkah baiknya sedikit lebih hidup seperti cahaya matahari yang merambat melalui jendela. Sedikit lebih banyak tersenyum, sedikit lebih terjaga, sedikit lebih... keserakahan terus menjangkaunya.

"Aku tidak bisa melepaskannya."

Sangat lucu.

Aku jujur ketika mengatakan bahwa aku akan membunuhmu dengan cara paling kesepian dan menyakitkan. Tapi ketika melihatmu sekarat, aku takut. Lalu ketika kau bangun, rasa takut itu menghilang seperti asap. Kau penyebab semua kecemasan ini muncul dan menghilang, aku benci itu. Sangat benci sampai tidak bisa menyingkirkannya.

Yohan, meyakinkan dirinya di hadapan Sun Ah ketika Ia menundukan kepala. Ia menyeka keringat di dahi wanita itu, menggerakkan tubuh mereka cukup dekat, menyentuh ujung hidung satu sama lain. Ketika bibir nyaris bersentuhan, Sun Ah mendorong pelan bahu Yohan dengan tangannya yang lemas, lantas menatap Yohan dengan tatapan sayu.

"Bagaimana jika kau demam?"

"Itu yang aku mau."

Yohan tersenyum tipis, ada tawa yang tertahan. Yohan menempelkan bibirnya ke bibir Sun Ah, ia tersenyum lalu membuka mulutnya. Nafas yang familiar bercampur, jari-jari wanita itu menggenggam kerah Yohan pelan.

Kau mungkin tidak akan ingat kejadian malam ini, tapi itu tidak masalah.

Mungkin hanya itulah yang bisa ia katakan dari setiap tindakan yang dibuat. Pengakuan yang sederhana.

Aku ingin kau hidup.

──

Noted :

tamat. bercanda, tinggal sedikit lagi. kan ini sebentar saja. ini cuma slow burn, tapi angst. aku kan hanya ingin menyenangkan diri sendiri.

tertanda
Joonhyuk wife
©annanyous

it's okay, you're alive ── 𝘍𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩Where stories live. Discover now