[5] | breath over the window

36 8 0
                                    

Begitu dekat, tapi rasanya sangat susah hanya untuk sekedar menggapai tangan itu, menggenggamnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Begitu dekat, tapi rasanya sangat susah hanya untuk sekedar menggapai tangan itu, menggenggamnya.

──

Seringkali, Yohan selalu panik. Jantungnya selalu berdetak lebih cepat, nafasnya selalu terasa tercekik. Ia bahkan berlari di sekeliling rumah, memanggil nama wanita yang tinggal dengannya seperti orang gila hampir di penjuru seluruh rumah, dan ketika ia menemukan seseorang yang ia cari tengah duduk di jendela pada lantai dua, tubuhnya berhenti gemetar hebat. Yohan mengumpulkan saliva untuk membasahi bibirnya yang kering, lalu meneguknya.

"Kau disini?"

Wanita itu membelakanginya.

"Aku memanggil barusan, tapi tidak ada jawaban."

Sun Ah, dalam posisi melihat kearah luar, menoleh, menoleh kearah Yohan. Yohan menunggu, sedikit terkejut saat wanita itu membalikkan tubuhnya. Dengan penampilan sedikit berantakan, dan mata bulat yang sedikit melebar, tidak sayu seperti biasanya.

Maafkan aku, aku tau kau akan segera menemukanku.

Sun Ah membalikkan tubuh sepenuhnya dan memberikan ekspresi sedikit menyesal pada sorot matanya. Beberapa jarinya keluar dari ujung lengan kemeja putih yang cukup untuk menutup punggung tangannya. Jari-jari itu beralih menyentuh ambang jendela, menggenggamnya erat. Sinar matahari menggapai jendela, bersinar terang bahkan dari sela-selanya. Sinarnya mengenai wajah Sun Ah, mengenai tubuh dan pipinya, hingga kaki telanjang yang bagian pahanya tertutup kemeja putih panjang. Rambut hitam yang mulai memanjang itu terlihat sedikit basah saat sinar matahari menghangatkannya.

Penampakan itu mempesona. Sejenak, Yohan lupa caranya bernafas. Sesuatu yang hangat kembali merambat ke dadanya, kali ini ada yang berbeda. Perasaan yang pernah dia rasakan sebelumnya, sama seperti ketika tangannya menggenggam tangan Isaac dan pergi melihat mahakarya dunia yang Tuhan tinggalkan untuk para manusia. Sebuah keindahan yang luarbiasa.

"Kenapa kau seperti ini, Tuan?"

Mata bulat itu berubah bening kecoklatan saat matahari mengenai irisnya, sedikit rona merah pada pipi karena kehangatan yang lesu, tubuh pucat seperti boneka menahan cahaya dan merevitalisasinya.

Apa aku terlihat seperti seorang pembohong?

Yohan mendesak benaknya untuk bertanya kembali.

Bahkan ketika aku sangat membencimu sampai matipun, aku tidak pernah berpikir kau tidak cantik.

Kau sangat cantik.

Yohan mengingat hari dimana ia membawa Sun Ah keluar dari ruang sidang terkutuk itu. Ia mengingat ketika melihat Sun Ah terbaring seolah tak bernyawa dengan masker oksigen sebagai alat yang menopang hidupnya. Ia ingat bagaimana Sun Ah berbaring dengan tenang bak mayat.

tapi sekarang kau sangat cantik karena kau hidup, karena kau bernafas.

Jantungnya kembali berdetak lebih cepat. Ia berani bertaruh soal matanya yang tak mau lepas dari wanita yang berdiri cukup jauh darinya itu sambil berpikir betapa cantiknya ia.

Bagaimana bisa aku tidak mencintaimu seperti ini.

Yohan terdiam sejenak. Matanya beradu pandang pada Sun Ah yang masih berdiri dalam diamnya. Penampilan berantakannya terbaikan karena bagaimanapun, ia hanya seseorang yang menetap. Pencerahan yang datang bagai kilat menerpa pria itu, sesuatu menusuk dadanya.

Ada sebuah bayangan, bayangan yang mengatakan Yohan adalah seorang yang masih tersesat pada arah mana yang harus diambilnya. Buktinya ia berani melihat wajah mengantuk Sun Ah, membelai rambutnya, bahkan mengangkat tubuh wanita itu untuk di bawa pergi. Ia berani mengangkat tubuh Sun Ah, meletakkan diatas ranjang, agar wanita itu dapat tidur dengan tenang seperti yang selalu Yohan lihat, setiap malamnya.

Namun terkadang, ketika upaya untuk menenangkan hatinya, berusaha melunakkan kekerasannya agar hatinya melembut, bayangan kematian K menamparnya. Ia memikirkan kematian rekan yang bekerja sepenuh hati untuknya itu, lantas bergumam.

"Bagaimana bisa aku mencintaimu?"

Yohan telah menyaksikan kematian tragis itu dengan mata kepalanya sendiri. Hal-hal seperti ini lah yang menyakitinya, membuatnya berada pada dua sisi berbeda, lagi dan lagi.

Bagaimana bisa?

Tapi sudah terlambat untuk berpikir akan hal itu, karena Yohan sekarang, menemukan pilihannya. Terkadang ragu yang selalu ada itu menghampirinya, tapi ia coba tepis semua yang membuatnya menjauhkan pilihan yang sudah ia buat. Semula ia hanya menganggap semuanya adalah belas kasihan dan simpati belaka, tapi hatinya tidak bisa berbohong. Seolah ada suara yang berteriak dalam pikirannya bahwa ia adalah seorang pendusta. Jadi, Yohan mengambil keputusannya sendiri.

Aku tidak bisa menyangkalnya lagi.

──

Noted :

Maaf kelamaan, don't prey on the devil saja belum update. Ah kalau yang itu memang butuh waktu, kalau yang ini butuh kata-kata. Aku sudah selesai menulis ini sampai benar-benar tamat, hanya tinggal publish saja. Tapi tetap bertahap.

tertanda
Joonhyuk wife
©annanyous

it's okay, you're alive ── 𝘍𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩Where stories live. Discover now