🌸 PART 20 🌸

530 194 140
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"Apalagi yang ingin kamu tangisi, Hana Ardillah Faiha?"

"Bisakah kau diam! Apa masalahnya denganmu jika aku menangis? Setidaknya yang ku tangisi itu bukan ka---

Perkataan ku terhenti saat melihat siapa yang kini menjadi lawan bicaraku. Lutut ku kembali lemas, aku terduduk di kursi. Kebodohan apalagi yang aku lakukan?

"Kamu membentak saya saat saya memberikan kamu support? Saat saya mengingatkan kamu? Saya tau saya tidak seberharga Hamdi di mata kamu. Tapi bisakah kamu menghargai sedikit saja?"

Aku terdiam, benar-benar bungkam. Nada suaranya benar-benar terdengar kecewa. Sementara dia telah membalikkan tubuhnya dan hendak melenggang pergi meninggalkanku.

"Maafin Hana, Kak Husain," lirihku.

Bahkan tanpa sadar dan kurang ajarnya aku kini mencekal tangannya. Kak Husain kembali membalikkan tubuhnya dan langsung menatap pergelangan tangannya yang masih cekal.

"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan tangan kamu, Hana."

Aku tersadar, aku langsung melepaskan cekalanku di pergelangannya. "Kak, tolong maafin, Hana. Sedikit pun Hana ngga bermaksud mau membentak Kakak. Hana mohon Kak, ngertiin keadaan Hana."

Aku menunduk, air mataku kembali mengalir deras. Entah sudah berapa kali aku menangis di depan Kak Husain. "Maafin Hana, Kak, maaf." Aku menutup kembali wajahku dengan telapak tangan dan merengek. Aku bingung, aku bingung bagaimana cara meminta maaf kepadanya. Menyentuh saja tidak mungkin apalagi memeluknya dan benar-benar meminta maaf.

"Ya sudah, kamu jangan menangis. Saya sudah memaafkan kamu. Lagian juga bisa saja saya yang salah. Saya menasehati kamu di saat kamu benar-benar terpuruk. Bukannya memahami keluh kesah kamu, hal-hal yang melelahkan kamu, saya justru memberikan nasehat yang mungkin membuatmu merasa di pojokan."

Aku kembali mendongak dan menggeleng cepat. "Ngga, Kak. Kakak ngga salah." Aku menatapnya, entah perasaanku saja atau memang benar Kak Husain terlihat merasa bersalah. Haaahh ... Yang dikatakannya juga tidak sepenuhnya salah, tetapi mengapa rasa bersalahku justru bertambah.

"Apapun yang kamu katakan, saya tetap merasa diri saya salah, Hana. Tidak seharusnya saya memojokkan kamu, jika saya menasehati seharusnya---

"Kak Husain ngga mojokin Hana, Kak."

"Kalau memang perkataan saya tidak membuat kamu merasa terpojokkan tidak mungkin kamu terlihat gusar dan membentak saya seperti tadi 'kan, Hana?" tanya Kak Husain yang lagi lagi membuatku kalah telak.

"Itu ... Kak, Kakak tau 'kan ketika kita terjatuh dan terluka lalu seseorang mengobati luka itu. Maka kita akan merasakan sakit saat obat mengenai tepat diluka itu 'kan Kak? Dan di saat itu juga tak jarang dari kita akan berteriak kesakitan. Sama seperti yang Kakak lakukan. Mungkin sekarang luka menganga lebar di hati Hana, luka yang dulunya Hana buat sendiri, dan sekarang Kak Husain datang, memberikan nasehat dan itu benar-benar tepat untuk Hana. Kak Husain jangan merasa bersalah, Hana yang salah Kak, seharusnya Hana lebih dewasa dalam menyikapi dan menanggapi orang yang memberikan nasehat untuk Hana. Maafin sikap kekanak-kanakan Hana, Kak. Maaf tadi Hana udah ngebentak Kak Husain. Dan terimakasih atas semua nasehat Kakak."

Our Story (SELESAI ✅)Where stories live. Discover now