Chapter 31 ♗

680 142 20
                                    

Percaya (1)

⧫︎ ⧫︎ ⧫︎

Radja memberitahu Valias bahwa dia akan menghajar orang yang bernama Baran itu dengan senyum lebar. Merasa tujuannya untuk menyampaikan permintaan pada kelompok Kei sudah selesai, Valias memberitahu mereka untuk mendatangi istana—ruangan Frey waktu itu—kapanpun mereka mau, kemudian hendak merobek perkamen yang diberikan Frey sebelum dicegah oleh Dylan.

"Mantra di kertas ini bisa membawa berapapun orang yang ikut merobeknya. Aku harus ikut merobeknya denganmu untuk bisa kembali."

Valias merutuki dirinya yang tidak tahu hal itu dan meminta maaf pada Dylan. Bagaimana Dylan akan pulang jika Valias meninggalkannya di sana? Valias khawatir kelompok Kei tidak cukup baik hati untuk mengorbankan tenaga mereka demi Dylan.

Oza juga menertawakan kebodohan Valias sedangkan teman-teman Kei hanya menyimak tontonan di depan mereka.

Dylan dan Valias memegang perkamen di kedua sisi dan merobeknya bersama. Cahaya mengelilingi mereka berdua. Detik selanjutnya mereka sudah berada di dalam ruangan Frey.

Frey duduk di kursinya seperti biasa. Valias melihat tumpukan kertas di atas meja sebelumnya sudah hanya tersisa satu tumpukan pendek. Rupa Frey sudah berantakan dengan pancaran mata lelah.

"Kalian kembali?" dia berujar dengan suara yang seolah bergetar.

"Ya, Yang Mulia." Valias menjawab sedangkan Dylan hanya mengangguk.

Frey merapihkan rambutnya. "Di mana Wistar?"

"Dia menginap di rumah."

Frey mengangguk dua kali tanpa mengangkat wajahnya. "Kalian berdua bisa menginap di sini. Aku rasa sudah terlalu malam untuk memanggil mage. Kau bisa ke kamar waktu itu. Dylan, aku akan mengantarmu ke kamar lain. Aku juga sudah mau tidur."

Frey bangun dari kursinya seraya memijat ruang di antara kedua matanya. Valias dan Dylan menyetujui ucapan Frey dan tidur di ruangan masing-masing.

Keesokan harinya, pelayan Frey, Kalim, mengetuk pintu kamar Valias.

"Tuan Muda, Yang Mulia Frey memanggil Anda ke ruangannya."

Valias mengiyakan dan mendatangi ruangan kerja Frey bersama pelayan itu. Valias bangun lebih siang dari biasanya. Dia menduga itu karena dirinya yang juga lebih lelah dari biasanya setelah dua perjalanan kemarin.

Dia baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan wajah dan mulutnya ketika Kalim mengetuk pintu kamarnya.

Di dalam ruangan sudah ada Frey, Dylan dan Wistar dengan cangkir di tangan mereka.

"Pagi Valias!" Wistar ceria seperti biasa. Valias membuat dugaan tentang adanya mage di kediaman Adelard, atau Wistar sudah ke istana dengan kereta kuda sejak awal pagi.

Kalim mempersilahkan Valias duduk di sebelah Dylan dan juga mempersilahkannya mengambil cangkir berisi teh dari nampan di atas meja.

"Valias! Kenapa dengan lehermu?!" Wistar berseru melotot. Kedua orang lainnya ikut memfokuskan mata mereka pada leher orang yang sama.

"Kau luka? Kapan?" Frey tidak repot-repot melupakan teh yang tersisa sedikit di cangkirnya. Tidak terkejut dengan Valias yang terluka.

"Yah.." Valias merespon pelan seraya meraih cengkir tehnya. Frey berpikir mungkin dirinya tadi malam terlalu lelah untuk menyadari perban yang terbalut di leher pucat Valias.

"Valias. Kau masih menyimpan robekan gulungan yang kuberikan?" tanyanya.

Valias mengangguk. Dengan acuh tak acuh merogoh kantung celananya dan mengeluarkan kertas yang sudah hanya setengah itu pada Frey. Frey mengambilnya dari tangan Valias dan menelitinya sebelum menyeringai. Valias tidak mengerti kenapa pemuda berambut perak itu merubah ekspresinya tiba-tiba tapi tidak berkutik.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now