17-Harapan

210 43 9
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Selalu ada penawar dari rasa sakit, dan selalu ada kesembuhan di tengah penyakit yang sudah Allah turunkan. Kuncinya hanya satu, berkhusnuzan."

"Saya terlanjur cinta dengan kamu, Ashilla

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Saya terlanjur cinta dengan kamu, Ashilla. Ayo bangun dan tanggung jawab! Kamu sudah dewasa, Ashilla ...."

Entah sudah yang keberapa kali Sagar mencerca di balik kaca pembatas ruang rawat Ashilla. Titik jatuh diri memiliki batas yang berbeda di setiap manusia dan cinta adalah peran paling populer di dalamnya.

Sagar tidak pernah berinteraksi sebanyak ia ke Ashilla pada gadis lain, kecuali sang Ibu. Ia bahkan bisa lepas kendali dan berujung membentak hati lemah nan lembut gadis itu---juga rela mencampuri urusannya, ketika Ashilla dilanda bahaya.

Sagar tidak pernah sepeduli itu.

Sosoknya memang dikenal pendiam dan hangat oleh para murid, sopan bagi para guru juga staff di pesantren. Namun, pada Ashilla ... semua itu beradu menjadi satu, hingga membentuk sebuah sifat baru.

"Keadaan Aisyah sudah mulai stabil, tapi kenapa kamu tidak ada kemajuan Ashilla? Jadi orang haruslah berusaha!"

Mungkin kalian tidak akan percaya seorang Sagar, kini, tengah mengetuk pelan kaca dengan mata memerah menahan tangis. Entah sampai kapan pertahanan itu runtuh.

"Allah akan cemburu, jika Ustaz memberikan terlalu banyak cinta pada saudari saya." Aisyah datang, ikut melihat sosok saudari kembarnya yang tengah terbaring dengan berbagai macam alat medis. "Cinta memang anugerah. Namun, apabila kita tidak mampu bersabar maka carilah cinta yang lain."

Sagar mendengarkan Aisyah dalam diam.

"Cinta Allah kepada hambanya sangat besar, hingga kita tidak dapat menilainya. Sampai sini, saya harap Ustaz bisa mengerti. Saya pamit lebih dulu."

Selepas kepergian Aisyah Sagar terduduk lesu dan bersandar pada dinding, menjatuhkan kepala di atas lipatan kaki. Sangat kentara sekali ia tengah tidak baik-baik saja. Kosong, hampa, terluka, dan merindukan sosok Ashilla tentunya.

"Bangunlah."

Sagar mendongak kala mendapati suara dari ayah sang gadis yang kini sudah menawan hatinya. Ia pun memaksakan diri untuk bangkit serta tak lupa seulas senyum diberikan, sebagai wujud rasa sopan.

Ustaz Rifki menepuk lembut bahu Sagar, seolah memberikan pemuda itu kekuatan, walau pada nyatanya ia pun merasakan hal serupa. "2:45," singkatnya dengan senyum lebar.

Sagar merapatkan netranya sejenak sebelum akhirnya melihat ke arah Ashilla yang masih betah memejamkan mata. Dada pemuda itu terasa kian sesak saja.

"Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk," imbuh Ustaz Rifki seraya menatap objek yang sama.

Klandestin || ENDWhere stories live. Discover now