Bab 10-Hasil Keputusan

255 60 6
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Ustazah Hanifah, boleh kita bicara sebentar?"

Ustazah Hanifah tampak ragu, apalagi ia sedang bersama suami―yang notabenenya adalah pengacara. "Mau bicara apa?" tanya wanita itu.

"Saya," Sagar terdiam sejenak, "juga ada di lokasi kejadian."

Ustazah Hanifah terdiam beberapa saat, cukup terkejut dengan apa yang baru saja didengar olehnya. "Kita bicarakan di ruangan saya," katanya yang langsung Sagar angguki.

Koridor pesantren yang letaknya dekat dengan aula itu sangat tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat berbincang, terlebih itu menyangkut hal serius terkait nyawa seseorang yang sudah hilang. Jelas harus dibicarakan secara rahasia agar tak banyak orang yang mendengar dan ikut campur hingga memperkeruh keadaan.

"Duduk," ujarnya saat mereka sudah berada di ruangan minimalis yang ditempati oleh Ustazah Hanifah.

Sagar menurut, ada sedikit rasa gugup menyergap, terlihat dari sorot netranya yang lumayan sendu serta terlalu banyak menunduk.

"Apa benar yang kamu katakan tadi?" seloroh Ustazah Hanifah langsung pada intinya, ia tak ingin membuang banyak waktu, walau hanya sekadar basa-basi saja. Lagi pula yang saat ini ada di depannya merupakan junior yang dapat ia percaya. Sangat tidak mungkin bila Sagar berkata dusta.

Setelah meyakinkan diri sendiri, ia pun mendongak serta mengangguk mantap. "Benar, Ustazah," tegasnya dengan intonasi penuh kesungguhan.

Keadilan harus ditegakkan, dan jika ia hanya diam menyaksikan seseorang tak bersalah diadili itu sama saja seperti ia melihat pembunuhan ada di depan mata, namun ia lebih memilih pergi seolah tak terjadi apa-apa.

Mungkin saat di dunia kita bisa terlepas dari hukum manusia yang lalai dan banyak cacatnya, tapi jika sudah di akhirat, tak ada satu pun manusia yang bisa menyangkal hal itu. Yang salah akan tetap salah, antara yang hak dan batil tidak bisa dicampur baur karena jelas dua hal itu sangat berlainan.

"Bisa kamu jelaskan," pintanya.

Sagar menganggu penuh kemantapan. "Jadi begini Ustazah ...."

"Ashilla, kamu disuruh ke ruangannya Ustazah Hanifah!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ashilla, kamu disuruh ke ruangannya Ustazah Hanifah!"

Hena datang dengan napas tersenggal-senggal, sepertinya gadis itu habis berlari. Sementara Ashilla malah masih terlihat nyaman dengan posisi tidur menyamping, menatap Hena di ambang pintu tanpa minat.

"Emang dia punya ruangan?"

"A―"

"Kalau dia punya, masa kalian gak punya?"

"Kami punya, di sini ada kantor guru, Ashilla."

Ashilla bangkit, duduk. "Beda. Kantor berisikan banyak orang, tapi ruangan biasanya hanya dimiliki satu orang."

Klandestin || ENDWhere stories live. Discover now