Bab 8 | Kelanjutan

291 52 18
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Ustaz Rifki merenggangkan badan, bersiap untuk duduk di sofa dengan nyaman guna menyandarkan punggung yang sudah mulai rapuh. Namun, baru saja mendapatkan posisi wenak terdengar suara ketukan pintu, dengan segera ia berjalan dan membukakan akses masuk.

Di sana terlihat seorang santri dengan balutan koko cokelat, sarung bercorak kotak-kotak, dan jangan lupakan peci hitam yang bertengger apik di kepala. Sangat mencerminkan anak pesantren bukan?

"Wa'alaikumussalam, masuk Nak!"

Santri tersebut pun mengikuti titah yang Ustaz Rifki berikan, lantas mencium telapak tangan sang ustaz dengan khidmat penuh rasa hormat. "Ada apa datang kemari?" tanya Ustaz Rifki saat setelah keduanya terduduk di sofa yang tersedia di ruang tamu.

"Saya hanya mau mengabarkan bahwa ada santri yang tengah dirawat di Rumah Sakit Mekar Suri. Lokasinya cukup dekat dari sini, Ustaz, hanya 14 kilometer."

"Sebentar, kenapa kamu baru mengabarkan?"

"Saya disuruh Ustazah Hanifah, yang berjaga semalam."

"Memangnya santriwati itu kenapa?" Ustaz Rifki menenangkan jantungnya yang sudah mulai berdetak kencang, seakan sudah bisa menebak jawaban yang akan dilontarkan oleh salah satu santrinya.

"Saya kurang tahu, Ustaz. Hanya saja, kata Ustazah Hanifah, santriwati tersebut ditemukan di koridor dekat kamar 309 dalam keadaan seluruh pakaiannya berlumur darah."

Ketika menyebut 'darah', santri itu pun memelankan suara. Ia merasa tak enak hati jika mengucapkan hal tersebut pada Ustaz Rifki.

"Innalillahi wa innalillahi roji'un. Lalu, bagaimana kondisinya sekarang?"

"Bisa dikatakan kurang baik, Ustaz."

Ustaz Rifki terdiam. Di kepalanya hanya ada satu nama yang ia yakini mampu menjawab pertanyaan itu; Ashilla.

Dengan kaki gemetar hebat Ustaz Rifki berjalan ke ruangan tempat di mana salah satu santrinya berada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan kaki gemetar hebat Ustaz Rifki berjalan ke ruangan tempat di mana salah satu santrinya berada. Gemuruh dalam dada sudah saling memberontak hebat, terlebih jika hal buruk menimpa anak didiknya tersebut.

Baru saja tangannya bergerak untuk membuka handle pintu, namun gerakan itu terhenti karena ada seseorang yang sudah lebih dulu membukanya dari arah dalam. Di sana, Ustazah Hanifah mematung, terkejut. Bahkan deru napasnya saja sudah memburu dengan begitu cepat.

"Us—taz Rifki," katanya terbata dengan kepala menunduk menatap lantai.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ustaz Rifki tanpa mau memusingkan perilaku Ustazah Hanifah yang masih terlihat shock dan salah tingkah.

Ustazah Hanifah sedikit melipir, memberikan Ustaz Rifki space untuk bisa memasuki ruangan tersebut. Dan betapa terkejutnya Ustaz Rifki, saat melihat santrinya kembali tumbang tak bernyawa.

Klandestin || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang