Bab 7-Sisi Lain

320 58 79
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Syah, cukup!"

Beberapa kali mata Ashilla menatap cemas ke arah belakang, lebih tepatnya pada sang korban. Gadis itu meringis melihat banyaknya darah yang merembes keluar.

"Permainan belum berakhir, Shilla!"

"Shit!" Ashilla sudah tidak tahan untuk mengumpat. Dengan tergesa ia menarik pergelangan tangan gadis itu, dan menyeretnya keluar gudang menuju toilet. Namun belum sampai ke tempat tujuan, bahunya terkena tusukan benda perak tersebut.

"Shit! Jangan tusuk bahu gue, bego!" Ashilla beralih memegang bahunya yang terluka, sedangkan Syah hanya bisa menyeringai.

"Sakitnya hanya sebentar, saudaraku."

Sebentar, ndasmu! Ingin sekali Ashilla meneriaki Syah seperti itu namun urung dilakukan karena otaknya masih jalan, dan ada hal yang jauh lebih penting dari hanya sekadar mengumpat.

"Berikan pisau itu padaku!"

Syah mengangkat tinggi-tinggi pisau di tangannya. "Hap! Tidak bisa. Si bodoh itu yang menyuruh kamu melakukannya, 'kan?"

Ashilla terdiam. Rasa sakit yang menerjang bahunya membuat ia sedikit kurang fokus.

"Harusnya yang hidup hanya aku, bukan kamu ataupun Aisyah!" Syah menatap Ashilla penuh kebencian. Ada gejolak panas naik ke permukaan; rasa ingin membunuh.

"Lo bicara kaya hidup aja, lo cuma yang kedua!"

"Persetan!" Syah maju kembali dengan pisau yang siap untuk ia tusukan pada perut Ashilla.

Ashilla dengan sigap mundur ke belakang, tetapi Syah tidak berhenti sampai di situ. Ia terus mengejar Ashilla, walaupun beberapa kali serangannya meleset.

"Stop it!" Ashilla terjebak. Tubuhnya terhimpit antara dinding dan Syah. Dengan sangat terpaksa Ashilla menghalau serangan Syah dengan tangan kosong.

Syah mengangkat kepalanya, merasa menang. Posisi tangan Ashilla yang memegang bagian tajam pisau membuat Syah menarik sudut bibirnya semakin lebar. Pisau itu ia gesekan, hingga darah mengalir dari celah-celah telapak tangan Ashilla.

Ashilla menahan ringisannya sebisa mungkin. Kaki gadis itu bergerak menendang perut Syah, kemudian merebut pisau tersebut. Syah merasakan sikunya terluka akibat bergesekan dengan ubin.

"Keluar lo!"

"Tidak akan!" sahut Syah sambil tersenyum miring.

Ashilla mengacungkan pisau di tangannya. Tampak darah yang belum mengering menurun dan berakhir terjatuh ke lantai. "Keluar!"

"Bunuh saja aku, Shilla, ayo!"

Ashilla memejamkan netra. Ia harus bisa menahan segala gejolak emosi dalam diri. Gadis itu berjongkok tepat di depan Syah, masih dengan pisau yang teracung tepat di depan mata. Niatnya hanya mengancam Syah, agar 'dia' bisa mengambil alih kesadaran kembali. Namun, suara seseorang berhasil menghentikan aksinya.

"Ashilla, apa yang kamu lakukan?!"

Sontak kepala Ashilla tertoleh, dan tanpa sadar pisau yang berada dalam genggamannya turun ke lantai begitu saja. Napas perempuan itu memburu dengan begitu cepat, bahkan rasa sakit yang kini menghimpit tak lagi dihiraukan. Fokusnya hanya pada sosok lelaki yang tengah mematung dengan rahang mengencang kuat.

"Pergi lo!" usir Ashilla tanpa ampun. Ini sungguh sangat di luar dugaan, ada seseorang yang menangkap basah dirinya, dan yang lebih parah lagi orang itu adalah Sagar.

Klandestin || ENDWhere stories live. Discover now