🌈Bab 16 - Ungkapan Kekecewaan🌈

108 25 2
                                    

Aku dan impianku, itu takkan pernah berarti tanpa adanya Kamu dan misi-misi kita. Perjuangan dalam menghadapi segala yang menghadang. Perjuangan dalam menghadapi segala yang menyulitkan. Semua karnamu bagian dari harapanku.

~Hujan Rinduku~

***

Sebelum pergi ke terminal, aku pulang ke rumah. Aku menyiapkan barang-barangku dan memasukkan kedalam koper, sepertinya aku akan lama di rumah Nenek, sekalian menunggu hasil tes SNMPTN.

Berulang kali Fikri menelponku namun tak aku hiraukan. Keputusanku untuk pergi dari rumah sudah bulat, dan tidak ada yang bisa menghalangginya sekalipun itu Fikri.

Dengan koper yang berukuran sedang, aku melangkahkan kaki pergi meninggalkan rumah, rumah yang sudah tujuh belas tahun aku tinggali. Aku akan mencoba membiasakan diri hidup tanpa Keluarga.

Disaat aku keluar membawa koper, betapa terkejutnya aku melihat Ayah, Kak Nasya, dan Kak Aldo baru datang dengan mobil, mereka semua memandang kearahku.

Aku berusaha tidak melihat kedatangan mereka, dan kembali berjalan.

"Syifa!" Teriak Ayah, membuatku mengentikan langkah.

"Mau kemana membawa koper ini, Nak?" Tanya Ayah dengan nada khawatir.

"Syifa mau pergi, Yah." Jawabku masih tidak melihat kearah mereka.

"Mau pergi kemana?"

"Syifa ingin pergi jauh, yang pasti Syifa nggak akan menganggu kalian lagi." Tegasku, dan melanjutkan berjalan keluar.

Kak Aldo menghalanggiku, "Tunggu, Dek, Kakak minta maaf. Jangan pergi, Dek. Kita semua di sini untukmu." Pintanya.

Mataku berkaca-kaca, disaat sudah seperti ini, mereka baru datang, disaat mereka telah menghancurkan hatiku, mereka malah mengatakan kalau mereka peduli padamu. Aku benar-benar tidak rela dengan apa yang telah mereka lakukan, sampai kapanpun luka itu tidak akan pernah hilang.

"Untuk apa, Kak? Disaat semuanya sudah hancur kalian datang, bukannya ini keinginan kalian? Ingin aku pergi?" Nada suaraku meningi.

"Nggak, Fa, Ayah dan Kak Aldo sudah menyesal." Ucap Kak Nasya.

"Menyesal?" tanyaku, "tidak ada yang harus disesalkan, Kak, karna semuanya sudah tidak ada. Sekarang kalian bisa bebas meninggalkanku. Ayah dan Kakak nggak pernah mengerti bagaimana penderitaanku, Setiap saat aku harus menahan luka dihatiku. Kalian di mana saat itu? Aku sendiri, Yah.. Aku sendiri, Kak. Aku yang menghadapinya sendiri. Apa kalian pernah memikirkan perasaanku?" Tanyaku mencoba mengungkapkan isi hati yang sudah lama ku tahan-tahan akhirnya hari itu terucapkan didepan mereka semua.

Aku melihat semuanya tertunduk sedih mendengar keluh-kesah yang ku ucapkan. Perasaan hancur dan penyesalan yang mereka rasakan tidak akan mungkin mengobati luka yang ku rasakan. Sekarang mereka baru sadar bagaimana kejahatan yang telah mereka perbuat padaku.

Kak Aldo kembali bersuara, "Kakak minta maaf, Dek. Kakak salah, Kakak akan berubah. Kakak akan mengobati hati Adik Kakak yang telah Kakak sakiti, berikan Kakak kesempatan untuk memberikan cinta dan kasih sayang Kakak untuk Keluarga kita dan untukmu. Kita mulai dari awal lagi. Kakak janji, tidak akan kabur-kaburan lagi." Pintanya, air matanya mulai menetes.

Melihat Kak Aldo menangis, aku juga tidak mampu menyembunyikan kesedihanku dihadapan mereka, walau bagaimana pun mereka tetap Keluargaku, keluarga yang membuatku jadi seperti sekarang.

"Fa, maafkan Ayah, Ayah tidak bermaksud menyakiti perasaanmu, Nak. Ayah memang egois, tapi percayalah, Ayah sayang Syifa. Ayah mohon maafkan Ayah." Pintanya.

Aku menemukan ketulusan pada suara Ayah dan pada mata Kak Aldo yang basah itu. Aku tidak punya alasan untuk menolak maaf sumber kebahagiaanku.

Aku senang Kak Aldo dan Ayah sudah kembali seperti dulu. Kugenggam erat tangan mereka, sebagai tanda aku merindukan kebersamaan ini. Tidak akan ku lepaskan mereka lagi. Tidak akan ku biarkan mereka pergi lagi. Sember kebahagiaanku sudah kembali.

"Jangan pernah berubah lagi, Kak, Ayah. Syifa nggak bisa tanpa kalian."

Ayah memeluk Kami dengan penuh kasih sayang, kami membalas pelukkannya. Aku sangat merindukan sosok Ayahku ini, dia telah kembali ke pelukkanku.

Satu langkah lagi, Keluargaku akan bersatu dan utuh, tinggal Ibu yang belum ada di sini, melengkapi kebersamaan kami. Aku tidak mau menunda keinginanku lagi, kalau aku ingin Ayah dan Ibu untuk rujuk.

Dengan perasaan cemas, aku bicara, "Ayah, Syifa sangat bahagia bisa berkumpul bersama Ayah dan Kakak-kakak, tapi Syifa merasa masih ada yang kurang. Syifa ingin Ibu juga ada disini bersama kita." Aku menatap mereka bergantian.

"Ayah, apa Ayah ada niat untuk memberbaiki rumah tangga Ayah dengan Ibu? Syifa yakin, Ayah adalah satu-satunya orang yang bisa membuat Ibu berubah." pintaku dengan nada memohon.

Ayah hanya diam sambil tersenyum ke kami. Kami menunggu jawabannya, berharap kali ini Ayah tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, dan mulai memikirkan kebahagiaan kami juga.

"Ayah, Apa Ayah masih mencintai Ibu?" Kali ini Kak Nasya yang bertanya.

"Iya, Nak, sejujurnya Ayah masih mencintai Ibumu. Tapi Ayah ragu dengan Ibumu. Ayah janji, akan mencoba memperbaiki hal yang pernah retak di antara Ayah dan Ibumu, demi kalian semua." Jawab Ayah tersenyum dan memandang kami bergantiaan.

Kami sangat bahagia mendengar kalimat itu keluar dari mulut Ayah. Inilah yang kami harapkan. Harapan itu walaupun kecil justru itu sangatlah berarti bagi kami. Kami berjanji akan membantu Ayah membuat Ibu kembali seperti dulu lagi, dan membujuk Ibu untuk mau bersatu lagi dengan Ayah.

Bersambung..

***

Wah... Akhirnya usaha untuk tetap bertahan menahan penderitaan yang penuh dengan air mata, akhirnya ada hasilnya, Syifa berhasil memeluk keluarganya kembali, meskipun belum ada sang Ibu tercinta.

Apa mereka berhasil menyatukan Ayah dan Ibu mereka kembali?

Yuk bantu vote dan komen..

Hujan Rinduku (Keluarga, Cinta, dan Impian) ☑️Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz