XI. The L Word

227 23 3
                                    

Satu hal yang Mingi pikirkan ketika melihat Isla lagi setelah sekian lama adalah wajah cantiknya yang sedang tersenyum, tapi kenyataan yang ia dapati adalah Isla yang menangis sambil mengerang. Ini semua salah Mingi, seharusnya dari awal ia tidak melibatkan Isla dalam hidupnya yang gelap dan penuh resiko.

"It's okay, I'm here." Dengan hati-hati, Mingi melepas kaih hitam yang membekap mulut Isla. Tak lupa memotong tali yang menjerat kaki dan tangannya dengan pisau lipat yang selalu berada di dalam saku Mingi.

"Isla, aku--"

Gadis itu mendorong tubuh Mingi menjauh sementara Isla merangkak ke pojok ruangan. Mingi keheranan namun ia dengan cepat berbalik dan mendapati dua anak buah San memasuki ruangan itu. Tak perlu waktu lama untuk Mingi mengeluarkan pistol tetapi suara tembakan sudah lebih dulu terdengar disusul dua orang itu tersungkur di lantai.

"Mingi!" Yukhei memasuki ruangan itu dengan terengah-engah, terdapat pistol digenggamannya. "Aku sudah bilang padamu bahwa ada dua penyusup yang masuk ke dalam!"

"Aku membuang earpieceku."

"Membuang--apa? Kau gila? Bagaimana jika kau ditembak dari belakang?!"

"Isla menyelamatkanku." Atensi Mingi kembali pada Isla yang tengah gemetar. "Bilang pada Wooyoung untuk segera menyiapkan mobil dan obat-obatan."

Yukhei mengangguk dan Mingi bergegas menggendong tubuh Isla, gadis itu sempat menghindar. Mungkin masih trauma atas kejadian barusan, tetapi Mingi meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja.

"Apakah kita perlu membawanya ke rumah sakit?" Tanya Yukhei, menatap pergelangan kaki Isla yang terlihat jauh dari kondisi baik.

"Kurasa tidak." Jawab Mingi. Ia pikir dengan istirahat di rumah sudah cukup bagi Isla untuk sembuh dan menenangkan diri.

Isla sendiri tidak mengatakan apapun. Ia hanya diam saat Mingi menggendongnya, maupun saat duduk bersisian di dalam mobil. Gadis itu tidak tidur, tetapi tubuhnya yang lelah memaksa dirinya untuk menutup mata. Wooyoung dan Yukhei tampaknya mengerti sehingga keduanya menutup mulut rapat-rapat. Begitu juga dengan Mingi.

Tak ada pembicaraan tercipta sampai mobil sedan tersebut terparkir sempurna di pekarangan. Mingi membuka sabuk pengaman dan langsung menggendong Isla, membuat perempuan itu mengerjap selama beberapa detik. Yukhei dan Wooyoung memutuskan untuk pergi, selain untuk mengurus beberapa hal mengenai kejadian hari ini, mereka juga ingin memberikan waktu keduanya untuk beristirahat. Terutama untuk Isla.

"Terima kasih." Gumam Isla, berbicara untuk pertama kalinya pada Yukhei dan Wooyoung. Kedua pria itu tersenyum kemudian melenggang pergi.

Sesampainya di dalam, Mingi segera menyiapkan bak mandi berisi air hangat, tak lupa menghidupkan beberapa lilin aromaterapi dan menyiapkan baju ganti. Wanginya yang menenangkan sedikit membuat Isla tersenyum saat mengamati Mingi yang sibuk mempersiapkan segala yang Isla butuhkan untuk mandi.

"Kau bisa melakukannya sendiri?"

Isla mengangguk. Mingi tersenyum, tak lupa mencium dahi Isla sebelum ia melangkah keluar dari kamar mandi. Sementara Isla menutup pintu dan mulai menanggalkan pakaiannya, diiringi dengan air mata yang menyeruak keluar. Ia menggigit bibir, tak ingin Mingi mendengar isakkannya. Isla cepat-cepat masuk ke dalam bak mandi, berharap dengan berendam dapat meringankan sedikit beban pikirannya.

*****

Dua puluh menit terlewati dan Mingi masih menunggu Isla dengan sabar bersama kotak obat di sisinya. Ia tahu bahwa Isla butuh waktu dan Mingi tidak ingin terburu-buru. Mingi sendiri sudah berganti baju, tak ingin Isla melihat banyaknya bercak darah milik San yang menghiasi kemejanya. Pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Isla yang memakai sweater putih milik Mingi. Tentu saja tubuhnya tenggelam dan terlihat kecil sekali sekarang. Mingi menuntunnya untuk duduk di atas tempat tidur dan Isla menurut.

THE VICIOUS ONE // Song Mingi ✔Where stories live. Discover now