Chapter 9. Masuk ke Benteng Horprix

4 0 0
                                    

Bunyi teko yang nyaring membuat Xander tersentak bangun. Ia memindai seluruh ruangan. Matanya lalu berhenti pada meja bulat yang terbuat dari kayu. Di atas meja terdapat teko berwarna putih yang mengeluarkan uap panas dan suara yang nyaring padahal tidak ada api yang membakarnya.

Xander masih mengingat-ingat semua kejadian kemarin. Saat teringat bahwa ia berada di dunia sihir, pintu kamar terbuka. Sosok makhluk setengah kambing melengok masuk. Dia Rod.

"Kau sudah bangun? Bersiaplah," sahut Rod yang kemudian hilang di balik pintu.

Bellatrix juga turun dari kasur atas. Ia terlihat telah rapi. Rambutnya ia kuncir.

"Ayo!" ajak Bellatrix melangkah ke arah pintu.

Xander mengikuti gadis itu. Di ruang tengah Rod dan Arison terlihat duduk menikmati secangkir teh. Di dapur, sebuah penggorengan bergerak sendiri membuat telur dadar.

Xander melihat dengan takjub. Ia kemudian duduk di samping Bella. Dua piring berisikan roti dengan telur dadar di atasnya melayang dari dapur dan turun di hadapan Xander dan Bella.

"Makanlah. Kalian butuh energi lebih," sahut Arison sambil mengunyah roti dengan selei bluberi di atasnya.

"Makan yang benar, Arison. Sopanlah sedikit di depan anak-anak," sengit Rod menatap tajam pada Arison dari balik kaca mata bulatnya yang keemasan.

Arison menyengir mendengar ucapan Rod. Ia menghabiskan sarapannya dengan cepat. Xander dan Bella makan dalam diam.

Setelah mereka sarapan, satu persatu piring kotor mereka terbang ke wastefel di samping dapur. Sebuah tangan tak kasat mata seakan sedang mencuci dan membilas piring-piring itu dan meletakkannya dengan rapi di rak piring.

Rod lalu mengambil topi lebar dengan surai burung merak yang berada di tiang gantungan mantel. Lelaki unik itu kemudian menggunakan mantel dengan jubah panjang berwarna cokelat tua.
Ia kemudian mengajak ketiga tamunya untuk ke atas menaiki tangga melingkar. Sesampainya di bawah pohon besar. Lubang masuk rumah Rod kemudian tertutup dan tak tampak seperti ada jalan untuk ke bawah sana.

Rod berjalan mendahului, Bella dan Xander berada di tengah, sedangkan Arison berada di belakang mereka. Jalan yang dilalui memang jalan setapak yang hanya bisa dilalui satu orang.

"Jalan ini jalan tercepat ke Benteng Horprix, tempat Tuan Alderi," sahut Rod. "Aku tak membawa kalian melalui jalan biasanya. Karena kalian bukan berasal dari dunia sihir. Para Dreus, pemburu bayaran akan suka cita memburu kalian. Kepala Humman seperti kalian sangat berharga di pasar gelap."

"Dunia sihir juga memiliki aturan tentang batasa terhadap Humman, tetapi, ya, tetap saja ada orang-orang yang melanggar aturan itu," lanjut Rod.

Sepanjang jalan banyak tumbuhan ajaib yang dilihat oleh Xander, semut yang berwarna-warni, kupu-kupu dengan suara menjerit, daun-daun keladi yang mengatup jika tersentu. Tentu saja semuanya tak ada di dunia Xander.

Setelah hampir sejam perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah tempat dengan dinding tebal yang menjulang ke atas. Dinding itu mengapit sebuah pintu kayu yang hanya muat seorang manusia dewasa. Sangat kontras dengan dinding yang tinggi menjulang. Xander melihat ke arah kanan dan kiri dinding, dia tak melihat ujung dari dinding itu.

"Worthil Ommuska!" Rod berteriak depan pintu kayu yang berada di tengah dinding.

Pintu kayu itu membuka dengan sendirinya. Rod memberikan isyara kepada ketiga orang itu untuk masuk.

Xander masuk melewati celah pintu yang sempit. Saat keluar ternyata mereka berada di balik dinding sebuah bangunan. Ternyata dalam dinding terdapat sebuah pemukiman warga. Mereka melihat banyak yang lalu lalang.

"Naikkan tudung itu di kepalamu, Nak. Kau pasti tak mau jadi pusat perhatian bangsa Manos," sahut Rod. "Oiya, tarik ujung depan baju kalian. Itu bisa menjadi penutup mulut dan hidung." Xander meraba belakang lehernya. Ia baru mengetahui jika jubah yang tersemat di punggungnya memiliki tudung.

Ia dan Bella kemudian memasang Tudung dan masker pada mulut mereka. Ke empat orang itu lalu berbaur dengan orang yang berlalu lalang. Bangsa Manos seperti layaknya manusia biasa, yang membedakan hanya rambut dan pupil mata mereka yang berwarna-warni.

Justru yang menjadi pusat perhatian adalah Rod dan Arison yang miliki tubuh yang berbeda. Mereka lalu menuju sebuah rumah yang terbesar di wilayah itu.
Rumah yang terlihat mirip kastil kerajaan jaman dahulu.

Mereka tiba di gerbang besar yang tiba-tiba saja terbuka sendiri. Ke empat orang itu kemudian melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan besar yang tidak memiliki perabot apapun kecuali karpet merah yang membentang sepanjang lantai tempat mereka berdiri.

Sebuah bola api keperakan kemudian meluncur cepat ke arah Xander. Xander yang tak menyangka kejadian itu hanya membelalakan matanya. Bola api itu berhenti hanya sejengkal dari wajah Xander.

Bola api itu kemudian berubah menjadi asap hitam keunguan. Asap itu lalu berubah membentuk sosok manusia. Sosok laki-laki berjubah hitam dengan rambut hitam sebahu. Kumis dan janggut tipis membingkai wajahnya. Matanya yang biru terang menyorot tajam ke arah Xander.

"Apa yang kau bawa, Rod?" ujar lelaki itu tanpa melihat ke arah Rod. Ia tetap melihat ke arah Xander dengan tatapan yang penuh minat.

"Mereka ingin bertemu dengan tetua sihir, Ethan," sahut Rod.

"Tuan Alderic sedang tak ada di tempat, Rod. Cepat katakan keperluan kalian," sahut lelaki yang seumuran dengan Xander itu dengan tangan bersedekap.

"Jangan terlalu cepat mengambil keputusan, Ethan! Dan jangan pernah melangkahiku dalam urusan internal." Suara tak berwujud membentak remaja lelaki bernama Ethan.

Asap Keuunguan timbul di sebelah Ethan. Asap itu berubah menjadi sebentuk manusia. Wajahnya sangat mirip dengan Ethan, hanya dalam versi lebih tua.

"Selamat datang di kediamanku, Xander. Lama kita tak bersua," sahut lelaki itu.

"Ah, ya. Begitupun denganmu Nona Bella?" Lelaki itu mengedipkan mata ke arah Bellatrix.

"Tuan Alderic," sahut Rod mengangguk hormat.

Alderic Winskley mengangguk kepada Rod dan Arison. Tangannya melambai ke atas. Di ruangan mereka kemudian muncul sofa dan meja, diatas meja terdapat berbagai makanan, buah dan minuman.

"Duduklah." Alderic mempersilakan tamu-tamunya untuk duduk.

Xander dan teman-temannya duduk di hadapan Alderic. Sedangkan Nathan yang memilih untuk pergi.

"Apa kabarmu, Xander? Terakhir kita berjumpa saat kau kuantar ke rumah Anne." Xander terkejut dengan ucapan Alderic. Ia selalu percaya jika ia ditemukan oleh lelaki tua saat badai.

"Kau terlihat tumbuh menjadi pemuda yang gagah. Anne dan saudarinya menjagamu dengan sangat baik." Alderic menatap Bella yang berada di samping Xander. Gadis itu segera memalingkan wajahnya ke arah lain.

Setelah lama terdiam, Xander kemudian memberanikan diri untuk bertanya, "Tuan Alderic. Aku hanya ingin tau tentang keluargaku."

"Aku juga menemukan ini." Xander mengeluarkan perkamen tua dari sakunya. Ia kemudian menyodorkannya dihadapan Alderic.

Alderic kemudian mengambil gulungan perkamen yang di sodorkan oleh Xander. Terlihat kedua alisnya berkerut saat membacanya.

"Ini ...."

TBC

Heart of Reinheart (The Galatyn Sword)~(SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang