bab 7

2.1K 149 5
                                    

Siang itu sekretaris sekolah mengumpulkan para guru-khusus kelas dua belas untuk membahas ujian Nasional juga kelulusan nanti,

"Dua bulan lebih lagi, kita akan memasuki ujian Nasional siswa kelas dua belas, jadi saya mohon semua wali kelas di harapkan ekstra memberikan tugas pada mereka dan kisi kisi ujian nanti" tutur kepala sekolah, "saya juga ada list nama-nama siswa yang terancam tak lulus melihat rekap nilai mereka yang semakin menurun"

Semua guru mendengarkan dengan seksama siapa saja nama nama murid itu, dengan lantang di deretan pertama ada, Arga.

Pak Rafli termangu, dia tau Arga malas tapi tak tau kalau anak itu ada di deretan yang terancam tak lulus, semua bergunjing ketika nama Arga disebut.

Kalau anak Badung itu Uda pasti.
Dia gausah dikasihani.
Nakalnya ga bisa di tolerir itu anak.
Pemalas, suka tawuran, bikin malu.
Anak Perek itu ga layak dapat dispensasi.

Pak Rafli izin keluar dari rapat, entah mengapa sakit sekali rasanya ketika mendengar anak didik kita di gosipin yang tidak baik, pak Rafli langsung mendatangi kelas Arga hendak memberi surat teguran itu padanya.

"Apa ini pak?" Tanya heran Arga, belum mengambil surat itu.

"Ini surat teguran buat kamu, suruh besok, mama kamu samperin saya di ruangan!"

"Lah saya kan uda ngelaksanain tugas dari bapak, Salah saya dimana lagi sih pak?"

"Kamu terancam ga bisa lulus"

"Lah"

"Uda suruh aja orang tua kamu datang, nanti kita bicarakan di ruangan saya!"

Arga diam, dan mengambil surat itu kemudian berlalu dari hadapan pak Rafli, ia bingung bagaimana cara mamanya bisa datang ke sekolah, ia sudah menebak, itu pasti susah.

****

Arga melangkah masuk ke kamar Layla dengan menenteng kertas ditangannya, meletakkan begitu saja surat dari pihak sekolah itu diatas meja rias ibunya.

Seperti biasa, dia tak akan mau berujar sepatah kata pun.

Layla baru selesai mandi, ketika hendak memilah baju, ia menyadari ada secarik kertas di meja riasnya, Layla meraih dan membuka surat itu, membaca seksama isinya, ia butuh bicara dengan Arga mengenai masalah ini, tapi, sekarang Layla ingin bersolek dulu karena ada party yang harus ia datangi malam ini.

"Arga, mama mau ngomong!" Layla mengetuk-ngetuk kamar anaknya.

Arga membukanya dan menyuguhkan raut datar ke Layla.

"Kenapa kamu bisa dapat, nilai terbawah di kelas sih? Makanya kamu terancam ga lulus kan!" Gerutu Layla

"Terus gimana? Emang aku nya yang bodoh!" Jawab Arga sekenanya.

"Kalau kamu ga lulus gimana?"

"Ya ga gimana gimana, takdir!"

Layla semakin dongkol, "Mama capek kerja, kamu malah ga serius kek gini, apa kamu ga mikir, Arga? Apa kata orang?"

"Bukannya mama masa bodoh sama pendapat orang!" Tandas Arga lalu menutup kamarnya.

Layla mengelus dadanya, bersabar menghadapi sikap anaknya satu ini.

****

Disekolah,

"Kenapa orang tua kamu belum samperin saya?" Pak Rafli menahan Arga di ruangannya.

"Pak, saya mau masuk kelas!"

"Gimana bisa kamu masuk kelas kalau kamu aja terlambat, kamu dihukum sampai pelajaran MTK habis!"

"Pak, saya ga mau ketinggalan pelajaran!" Elaknya lagi, pak Rafli tau ini alasan dari muridnya ini.

"Kamu kasihkan surat itu ke orang tua kamu?"

Arga mengangguk.

"Terus kenapa belum ada yang datangin saya?"

Arga mengedikkan bahunya.

Dahi pak Rafli mengerut, "lah, kok kamu acuh si? Ini perihal masa depan kamu loh!"

"Jadi saya harus apa pak? Mama saya ga bakal datang sampai kapanpun!"

"Masa si mama kamu ga mau datang? Kalau gitu, papa kamu!"

Arga tak menjawabnya, ia juga membuang pandangannya.

"Kenapa, ga bisa juga? Alasan kamu banyak banget ya, kamu ga sa-

"Saya ga punya papa" lirih Arga

Pak Rafli Terhenyak mendengar ucapan Arga barusan, rasa bersalah menyergap, dia juga kikuk untuk melanjutkan ucapannya, hanya bisa meneguk salivanya berulang.

"Saya izin pulang pak"

Pak Rafli mengangguk, dan masih terpaku hingga tubuh muridnya hilang dari pandangan, ia menarik nafas dalam-dalam lalu bergegas pulang juga.

STEP FATHERDonde viven las historias. Descúbrelo ahora