bab 67

558 52 1
                                    

dengan keberanian yang tinggi, Rafli mendatangi kembali ke kediaman Arga, suasana Jakarta setelah disapu bersih oleh hujan, tampak asri, dan sejuk, kebetulan cuaca sedang berangin.

Motor melintas cepat, saat itu adzan isya juga berhenti berkumandang, Rafli akan singgah ke mesjid setelah dari tempat Arga, sampai di sana, rumah itu tampak gelap, dan tak berpenghuni, mungkin saja Arga kembali dibawa pergi oleh Damar.

kini Rafli tak tau dimana Arga, ia memijat pelan dahinya, dan sebelum pulang, ia melipir ke mesjid untuk menunaikan ibadah isya, disana Rafli tak lupa turut menyebutkan nama seseorang yang masih lekat dibenaknya, memohon petunjuk dimana letak keberadaan Arga sekarang, ini bukan perihal tentang rasa cintanya saja, melainkan kerinduan yang teramat dalam dari Layla,

antara seorang ibu pada anaknya.

sangkin khusyuknya, Rafli tak sadar kini hanya ia seorang diri yang berada didalam masjid, itupun harus disadarkan oleh seseorang yang barusan menepuk pundaknya.

"mas.." panggilnya,

"eh iya, mas, maaf, saya lagi banyak pikiran"

"iya gapapa, obat terbaiknya itu ya sholat, tapi kalau emang mas butuh teman cerita, saya bisa jadi pendengar"

"saya butuh banget, "

"tapi sebelum itu, kita ceritanya diluar aja ya mas, mna tau masih ada yang mau sholat takut ganggu"
Rafli menyetujui hal itu.

..

"saya lagi mencari seseorang, mungkin sekarang dia lagi dalam masalah, karna terakhir saya berhubungan, dia dalam kondisi, fisiknya tuh kayak babak belur, kayak di siksa, saya yakin pasangannya sekarang, melakukan kekerasan—

"maaf saya potong, namanya siapa ya mas, kalau boleh tau?" tanya stranger itu.

"dia Arga"

mata stranger itu membulat sempurna, ia seperti mengenal nama yang barusan disebut oleh Rafli.

"saya mungkin kenal sama orang yang anda maksud, apa boleh saya liat fotonya?"

Rafli tak sungkan menunjukkan foto Arga dan benar saja, stranger itu mengenal Arga, bahkan ia tau dimana lokasi tempat tinggal Arga sekarang,

"saya Sega, Arga adalah pasien saya, dan benar yang anda duga, dia dalam kondisi yang gak baik baik aja"

"boleh kasih tau saya alamat Arga sekarang?"

Sega mengangguk, dan tanpa pikir panjang, malam ini, Rafli segera kesana, walaupun menempuh waktu dua jam.

*****

bel berbunyi berulang kali, Arga hendak membukanya namun Damar mengambil ahli itu, ia tetap menyuruh Arga untuk memasak di dapur saja.

saat pintu dibuka, Damar tak terkejut sama sekali dengan sosok tamu yang datang hampir tengah malam ini, terulas senyum di bibirnya,
"masuk Rafli, ga susah kan nyarinya?"
Damar mempersilahkan Rafli masuk, menghidangkan beberapa cemilan untuk pembuka.

"dimana Arga?" tanya Rafli langsung.

"ahhh, dia lagi masak dibelakang, dan ya he's fine" Damar terkekeh ketika mendapati Rafli menatapnya dengan tatapan menyelidik, "curiga sama saya?"

"iya! bahkan dokter Arga sendiri yang bilang, kalau tubuh Arga penuh luka-luka, kamu kan yang buat?" Rafli sudah tersulut emosi melihat tingkah Damar yang terlihat santai.

"owhh" iya membulatkan bibirnya, " I guess, Sega Right?"

"iya!"

Damar membalikkan badannya, ia berjalan santai ke arah dapur, lalu berhenti sejenak ketika menyadari dari sudut ekor matanya, Rafli mengikutinya dari belakang.

"duduk aja, nanti kalo uda siap masak kita panggil!"

"Arga mana?"

"mau ketemu Arga? owh oke? dia dibelakang!" Rafli langsung melangkah kearah dapur, sedangkan Damar duduk bersila diruang tamu.

"Arga" panggil Rafli.

Arga menoleh dengan kaget, suara itu begitu familiar, dan semakin kaget ketika yang ia dapati adalah Rafli dihadapannya.
"mas ngapain?"

"kamu baik baik aja?" Rafli memerhatikan lamat-lamat tubuh damar yang kini tampak kurus, ia baru menyadari bahwa Arga yang dia lihat beberapa hari lalu, Arga yang menutupi tubuh kurusnya dengan baju berlapis.

"iya, aku baik baik aja, aku bahagia mas"

lengan panjang Arga, disingsingkan oleh Rafli, dan benar saja, Rafli melihat dengan mata telanjang nya bahwa tangan itu masih dibaluti perban.

" benar kata Sega, tubuh kamu penuh luka-luka, aku tau ini pasti perbuatan si bangsat itu kan?"

"ga mas"

"kamu kenapa si?"

"itu emang aku yg mau, aku suka—

"Uda siap pertemuan suka citanya?" suara itu mengangetkan mereka, lantas menoleh dan menatap aneh dengan damar yang masih saja santai, bukankah seharusnya dia takut kalau Arga akan dibawa pulang oleh Rafli, secara Rafli masih ayah tirinya, masih punya wewenang atas Arga dan tak akan bisa kabur lagi?

"kita makan malam sama aja!" tawar Damar.

Rafli tak menggubrisnya, dan kembali menatap Arga, raut prihatin itu tak bisa ia sembunyikan, dahi memar, goresan merah yang panjang di tulang dada dan wajah Arga yang tampak pucat fasih.

Arga menggigit bibir bawahnya, ia tau, akan ada hukuman setelah ini, was was menyelimutinya, apalagi yang akan ia hadapi? pacutan lagi? sex brutal yang mengakibatkan anusnya cedera parah? dihantam benda keras di dadanya? atau mungkin dibanting?

jika dia wanita dan seorang istri, mungkin damar bisa diduga kdrt.

"ikut mas pulang ya?"

kalimat itu langsung mengaktifkan radar emosi damar, dari belakang  Rafli, Arga bisa melihat jelas bahwa damar mulai menunjukkan taringnya.

mata Arga mengerjap, ia langsung menepis tangan Rafli, dan mendorong tubuh itu guna membuat jarak diantara mereka, Arga kalut ia ketakutan setengah mati, hanya bisa berujar dengan mulut yg bergetar,

"aku benci kamu, sangat bencii kamu mas, kamu dulu sangat menyayangi aku, u treat me like a king, lalu sekarang, kamu tancapin duri, yang sakitnya minta ampun—

aku mau kamu pergi dari hidup aku, SELAMANYA, dan jangan ganggu aku, aku bahagia sama mas Da- damar!"

Rafli serasa di tampar kenyataan, kekhawatiran nya itu sia-sia, jika orang yang dicintainya, mencintai orang lain, walaupun tubuh penuh luka sekalipun, namanya cinta, ya tetap cinta.

Rafli pulang dengan tangan kosong, raut hampa dan seperti dihujam oleh ribuan batu, tidak sakit tapi sungguh memalukan.
.
.
.
.
berharap kekasihmu kembali disaat dia nyaman dengan orang lain adalah hal sia-sia

STEP FATHERWhere stories live. Discover now