bab 20

1.9K 123 2
                                    

Warning 18+

Duh, Oversize lagi
Gerutu Arga.

Ia mematut dirinya didepan cermin, baju kebesaran, ditambah celana pendek, yang tak sampai dengkul, membuat Arga risih, bagaimana jika ada orang yang akan menertawakannya karena menganggap ia seakan-akan tak mengenakan celana.

Arga menghela nafas berat, sebenci-bencinya ia dengan rumahnya, itu merupakan tempat paling ternyaman.

Arga malu-malu untuk keluar dari kamar pak Rafli, ketika hendak keluar ia malah dikagetkan oleh pak Rafli yang tiba-tiba nyelonong masuk kedalam.

Spontan Arga cegukan, karena melihat sang guru bertelanjang dada, dan hanya mengenakan balutan handuk diarea pinggangnya, manik coklatnya pun terpanah akan dada bidang yang menggoda itu, dan perlahan semakin mendekatinya.

"Kenapa?" Tanya pak Rafli heran.

Entah kenapa, kedua tangan Arga refleks menyentuh dada bidang itu, lalu menyapu ke area bahu pak Rafli, membuat bulu kuduk pak Rafli berdiri.

Pak Rafli terengah, saat Arga fokus pada dadanya, ia malah teralihkan oleh bibir merah muda milik Arga, apalagi ketika Arga menggigit bibir bawahnya, ingin sekali menyapu bibir itu dengan bibirnya.

Sekali saja, jika boleh.

Mereka disadarkan oleh gemuruh petir yang besar, Arga spontan menarik tangannya dan bergegas keluar dari kamar ini, meninggalkan pak rafli sendirian disana, jika diteruskan, bisa-bisa beralih ke adegan intim jadinya.

Diruang tamu,

Arga merutuki kebodohannya, perasaannya begitu aneh, ada kala dimana ia menanyakan kenapa dia bisa menyentuh dada gurunya, dan disisi lain kenapa dia kecewa, apa yang sebenarnya dia harapkan?

Arghhhhh, Arga mengacak rambutnya, ia tak sanggup melihat wajah pak Rafli, apa katanya nanti.

Arga mengeram, dia juga menenggelamkan wajahnya di bantal sofa, saat mendongak, ia kaget hingga terpental ke ubin karna wajah pak rafli begitu dekat dengan wajahnya.

"Kamu kenapa si?" Kekeh pak Rafli sambil membantu Arga bangkit.

Arga menggelengkan kepalanya lalu mencoba mengalihkan pembicaraan,
"Pak, kenapa cake di meja ini gambar rokok? Sebenarnya buat siapa si? Bapak ulang tahun? Kok sweet seventeen ? Salah ni pasti angkanya?71 kan ya?"

"Kamu banyak omong!" Pak Rafli menarik tengkuk Arga dan melumat bibirnya.

Arga terpaku, tubuhnya tiba-tiba tak bisa digerakkan, lidah pak Rafli mencoba menemukan lidahnya, Arga mendorong pelan tubuh pak Rafli.

Entah dasar apa sang guru tiba-tiba menciumnya, Arga menggeleng kepalanya, "maaf pak!"

"Saya yang harusnya minta maaf!"

Arga mengangguk paham,

"Tapi kamu juga salah!" Elaknya, yang sebenarnya menutupi rasa malu.

"Ha?"

"Ini semua!" Sambil menunjuk sudut rumahnya yang sudah dihiasi ornamen ulang tahun, " kita buat, saya, Jaya, Dinda, buat kamu!"

"Ha? Masa si?"

"Ya menurut kamu, umur saya 17 tahun?" Cicit pak Rafli.

Arga terkekeh, ia berterima kasih pada gurunya ini yang telah mau menyediakan tempat untuk merayakan ulang tahunnya, Arga benar-benar tersentuh, dan menyadari satu hal, semenjak kehadiran pak Rafli Arga merasakan hidupnya penuh warna.

Macam-macam rasa dia coba.

Pak Rafli menyalakan lilin di kue itu, kemudian berdiri dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk Arga, setelah selesai, ia menyuruh Arga meniup lilinnya, sambil memohon permintaan pada Tuhan.

Bulir air mata menetes dipipi Arga, baru kali ini ia merasakan secercah kebahagiaan lagi, setelah kepergian neneknya, ia sempat menanyakan apa itu bahagia? Kapan datangnya? Dan sekarang lah ia merasakannya.

"Makasih ya pak, Uda mau hadir dihidup saya, saya jadi punya semangat, tujuan hidup, semuanya karena bapak"

Pak Rafli menarik sudut bibirnya, "bukan saya, tapi karena Niat, kan saya uda bilang kamu itu hebat!"

Arga tersenyum manis, fokusnya teralihkan oleh gitar yang berada disebelah pak Rafli dan berinisiatif memainkannya.
"Saya mau nunjukin sesuatu buat bapak!"

"Apa itu?"

Arga mengambil gitar itu, dan mulai memainkannya, pak Rafli terpesona, murid yang dikata tak punya masa depan, tak ada hal yang membanggakan ternyata menyimpan bakat terpendam.

Tak berkedip, selama Arga bernyanyi pak Rafli hanya termangu, dia kagum dengan bakat yang dipunya Arga, begitu terasah, dan rasa yang sampai ke pendengar.

Dia tak ingin, hanya sekali mendengar sang murid bernyanyi.

"Saya mau kamu tetap jadi seperti ini Arga, bahagia terus, saya sayang sama kamu" tutur pak Rafli.

Arga tersipu, ia langsung memeluk erat pak Rafli, hingga membuat mereka jatuh bersama kesofa, mereka saling melempar tawa, dan netra yang saling bertemu pandang.

Pak Rafli menyapu lembut rambut yang menutupi wajah Arga, kemudian tangannya menyentuh bibir mungil Arga dan mengecupnya pelan, Arga meneguk salivanya, mungkin sekarang gurunya itu bisa mendengar detak jantung dan melihat pipinya yang merona.

"Saya boleh cium kamu lagi?"

"Untuk apa nanya!" Arga mencium lebih dulu bibir pak Rafli dan dibalas cepat oleh gurunya itu, mereka saling beradu lidah, dan adegan semakin memanas.

..
..

"Kita ini apa pak?" Tanya Arga.

"Maksudnya?" Heran pak Rafli.

"Bapak Uda sering nyium saya, tapi kita-

"Cukup sama saya aja, jangan yang lain!" Potong pak Rafli.

"Kenapa bapak?"

"Kamu bilang, baru saya ciuman pertama kamu kan?"

Arga mengangguk,

"Ya kalau gitu, itu menjadi milik saya!"

Arga mengerenyitkan dahinya, "Tanpa status? Saya mau jadi yang terpenting buat bapak"

"Kamu uda penting buat saya!"

"Saya mau Lebih"

"Maksudnya?"

"Saya mau jadi pacar bapak"

Pak Rafli diam, yang pasti ia belum bisa memberi kepastian jelas, mengingat sebentar lagi dia akan menikah-menikahi seorang wanita, padahal dia tau jelas, dia tak bisa menyukai seorang wanita.

"Kenapa diam pak?"

"Saya akan jawab pertanyaan kamu itu nanti!".

"Kenapa nanti?"

Perdebatan selesai sampai situ, pak Rafli menyuruh Arga tidur dikamarnya, sedangkan dia tidur di sofa, dan malam semakin larut, point yang bisa diambil Arga hari ini adalah ia digantung.

STEP FATHERWhere stories live. Discover now