18.

402 54 1
                                    

Sejak pagi, gue sudah mengajak Shella untuk bicara berdua. Gue ingin mengaku. Haha ini kayak gue mengaku sedang melakukan hal kriminal ya, hanya sedikit permintaan maaf kalau gue sudah marah-marah tempo hari karena Shella sempat membahas Aga dan gue yang ngotot nggak mau ada kata balikan dalam kamus hidup gue.

Kami sepakat untuk mengusahakan bisa bicara, meskipun semalam apa nanti pekerjaan kita akan selesai.

Beruntungnya, hari ini pekerjaan gue selesai dengan baik sebelum pukul lima. Dan Shella masih ada pertemuan dengan team PR di ruang sebelah. Sambil menunggu, gue menyerahkan report ke ketua divisi, untuk diperiksa dan berharap nggak ada kesalahan lagi.

Gue mengetuk-ngetukkan jari di batas kubikel milik pak Bayu.

"Bagus, Yu. Udah bener kok ini, berarti besok kita tinggal lanjut kerjain report buat quartal ke dua ya. Ada beberapa missed data soalnya, tapi karena dokumennya masih ada di lantai atas, bisa kerjain besok?" Lanjut pak Bayu sambil membolak-balik kertas yang baru saja gue kerjakan.

"Bisa kok pak, besok berarti saya dateng pagi ya ambil dokumennya di atas."

"Boleh... Aduh Yu, kamu rajin banget, bisa-bisa gantiin saya jadi ketua divisi."

"Haha nggak minat saya pak."

"Untung saya punya kamu di divisi ini. Dulu kamu disini apply jadi team HR kan? Kenapa malah masuk ke accounting ya padahal background pendidikan kamu kan psikologi."

"Kekurangan orang kan disini pak, karena waktu itu yang pensiun banyak di sini."

"Iya sih... tapi salut saya sama kamu bisa adaptasi padahal melenceng banget dari jurusan."

"Tapi, bisa nggak sih pak saya pindah ke HR?"

"Bisa sih... tapi janganlah Yu, saya masih butuh kamu di sini." Pak Bayu memasang wajah melas.

"Saya denger mbak Rini yang ada di team counselling mau resign ya? Saya dari dulu tuh mau banget ada di sana pak, soalnya kebetulan bisa make ilmu psikologi saya di team itu."

"Bisa Yu, tapi kan karena mbak Rini emang latar belakangnya pernah praktek psikolog, gelar magister pula, jadi agak susah masuk ke sana."

"Saya juga pernah kok ikut praktek psikolog di klinik punya dosen saya."

Pak Bayu seperti memikirkan jawaban lagi, agar gue nggak pergi dari team ini. Gue menunggu dia memperbolehkan gue untuk memilih jalan gue ke divisi yang lebih tinggi. Team HR adalah impian gue sejak dulu, bahkan ketika gue apply lamaran ke sini pun gue memasukkan ke bagian HR karena background kuliah gue adalah psikologi. Tapi, sialnya saat gue mulai orientasi, mendadak gue harus ditempati di accounting. Satu tempat yang sangat susah untuk beradaptasi dan gue benci angka!!!

Perlu waktu dua tahun lebih untuk gue bisa menyesuaikan disini. Tentu banyak kesalahan yang nggak ada habisnya terjadi di sini, bahkan gue selalu pulang malam karena selalu banyak kejadian salah hitung data. Dan saat itu gue rasanya ingin menangis, resign, tetapi Aga selalu meyakinkan gue kalau gue mungkin bisa coba sedikit lagi.

Dan saat itu Shella datang, membuat gue nggak merasa kesepian disini. Dan keinginan untuk resign itu seketika hilang. Ya meskipun sedikit sedikit gue kepikiran untuk keluar karena ingin kembali praktik jadi psikolog lagi.

Tapi, untuk sekarang, seenggaknya gue harus mengambil gelar magister alias lanjut ke S2 jika ingin jadi psikolog praktek dan seenggaknya memulai dari awal untuk mencari pengalaman.

"Ya udah pak, saya permisi ya."

"Iya Yu, kamu udah boleh pulang ya."

Gue mengacungkan jempol, memilih melancong ke pantry karena cukup haus. Bikin es teh kali ya.

heroine of youWhere stories live. Discover now