Prolog

20 6 2
                                    

“Kalau dengan ngelihat kamu, aku sebahagia ini, gimana kalau aku lebih dari ngelihat? ” – Andiesa Kyra Pradipta

*******

Berawal hanya dari melihat dia datang, berbicara, tersenyum, apalagi tertawa, sudah membuat hatinya bergetar.

Nafas yang seolah kehabisan oksigen, dan gerak seketika membeku, padahal, tidak berinteraksi secara langsung, hanya melihat dari kejauhan.

Seorang laki-laki, teman main kakak lelakinya, dengan usia yang terpaut jauh, cukup jauh, 11 tahun, tidak membuat perasaan didalam hatinya menyurut.

Mengenal sosok tampan, dan dewasa, lelaki yang sedari dia berusia 11 tahun, masih duduk dikelas 1 SMP, dia lihat berkeliaran disekitar rumahnya.

Bermain basket, juga sepak bola, bersama kakaknya dan semua teman mainnya, membuat rasa itu menumpuk, bertambah setiap harinya.

Dan walaupun hanya melihat dari jauh, terasa cukup baginya. Iya, cukup, meskipun ada sedikit harap, bahwa lelaki itu akan menoleh padanya, memandangnya, atau tersenyum, bahkan mengajaknya berbicara, membicarakan apapun tanpa jarak, suatu hal yang harusnya tidak pernah terbesit dalam pikirannya, karena jelas sulit tergapai.

Lihat saja dari segi usia, pasti dia tidak akan tertarik, dengan seorang gadis kecil, yang pasti dianggapnya hanya seorang bocah yang masih sibuk dengan dunia mainnya.

Sampai pada saat ini, dia menginjak usia 18 tahun, rasa itu tidak pernah hilang, bahkan belum pernah surut. Jika saja dia mau, sudah tidak terhitung berapa banyak teman sekolahnya yang mendekati, bahkan menyatakan perasaan, tapi, dia tetap bergeming, tidak tergoda memiliki salah satu dari mereka untuk dijadikan sekedar teman dekat, apalagi pacar, tidak masuk dalam kamusnya.

Padahal, sudah selama itu juga, dia sudah tidak pernah melihat lelaki itu, apalagi bertemu muka.

Lelaki yang dia tahu bekerja disebuah kapal pesiar di luar negeri. Yang kepulangannya saja dia tidak pernah tau, karna terkadang tiba-tiba lelaki itu terlihat disekitar rumah, kemudian menghilang, ah iya, bukan hantu kan? jelas bukan.

Namun, kenapa rasa itu enggan terkikis dihatinya? Apa yang salah?.
Yang kemudian tidak pernah dia sadari, bahwa lelaki yang selama ini namanya menetap didalam hatinya, menunjukkan balasan rasa yang sama.

Tidak begitu saja percaya ternyata, masih seperti mimpi. Sangat sulit dia percaya. Tapi rasanya, jantungnya serasa tidak mampu lagi bekerja, ingin berhenti berdetak.

Pikirannya kacau, ingatannya mulai berusaha memutar memory apa yang bisa dia ingat, yang mampu menjelaskan balasan rasa itu.

Sepertinya, dia tidak ingat, atau memang tidak peka. Dan itu sudah tidak penting lagi sekarang, ini bahkan lebih dari cukup, sangat lebih, hingga dia takut hatinya meledak saking senangnya. Entah akan seperti apa nanti, yang jelas, ini lebih dari sekedar bahagia.

****************

Pertama kali dipublish
27 Oktober 2021

MorenoМесто, где живут истории. Откройте их для себя