Menyimpan perasaan sejak masih remaja, Andiesa memeta wajah lelaki yang terpaut usia jauh 11 tahun diatasnya, tidak membuat perasaannya menghilang, nama itu masih melekat dihatinya, seolah terpatri dengan sendirinya.
"Moreno, my Moreno, bahkan aku...
ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।
Haiii lagiiii...
Suka lama ya aku…
Jangan timpuk ya…
Hehehehe…
Kalo timpuk pake vote aku pasrah deh…
Wkwkwkwk…
Iya, suka gak jelas kan…
Lagi suka apa nih?
Rebahan?
Eh,
Kan udah pada ptm y? Sama, ada yg udah mulai wfo juga…
Semangaaattt…
Yang rebahan juga…
Salam dari bang Reno… Sama neng Diesa… Sama Lira… Eh?
Wkwkwkwkwkwk
******
Hari ini Andiesa tidak sekolah, bukan karena sakit, yang sakit Allesia, dia tidak masuk memang karena libur dari sananya. Dia hanya menunggu hari kelulusan, seminggu lagi, yang jelas membuatnya sudah tidak sabar.
Biasanya dihari libur begini Andiesa masih bergelung ditempat tidurnya, namun tidak hari ini, dia sedari pagi sudah mengetuk rumah Jeni, yang sebenarnya tidak membuat ibunda Jeni kaget, karena dari kecil sudah begitu, hanya, melihat wajah Andiesa yang terlipat-lipat kusut dipagi yang harusnya cerah ini membuatnya tidak banyak bertanya tentang apa yang sedang dialami sahabat putrinya.
“Masuk Dies, masih molor juga dikamar. “ Ibunda Jeni menampilkan senyuman, namun Andiesa hanya mengangguk lalu melenggang masuk menuju kamar Jeni. Seperti biasa, tanpa mengetuk, langsung masuk saat membuka pintu kamar Jeni, lalu melompat keatas kasur, harusnya si empunya kaget, namun Jeni tetap bergeming didalam selimut, tahu jika yang melakukan hal itu hanya sahabatnya, Andiesa.
Andiesa hanya diam, merebahkan diri disebelah Jeni, menatap langit-langit kamar Jeni, hal yang sangat jarang dilakukannya, yang tentu saja membuat Jeni, tahu, Andiesa sedang tidak baik-baik saja.
