11 #거짓말 처럼

98 9 0
                                    

Backsound #11

Punch ㅡ As it was a Lie

Title: My Precious Stepbrother (Pt. 3)

***

Kamu terdiam di dalam kamarmu, masih merasa sesak setelah melihat dengan mata kepalamu sendiri apa yang terjadi pada Jeffrey. Selama di dalam bus ketika perjalanan kembali ke rumah, kalian berdua sama-sama terdiam dalam keheningan. Lidahmu terasa kelu hingga tak tahu harus berkata apa, sedangkan Jeffrey merasa jika kamu sudah mengetahui penyakitnya. Kini, Jeffrey sendiri tengah berbincang dengan ayahmu, dan menceritakan semua yang terjadi hari ini diantara kalian berdua.

"Semalam Nana tertidur di kamarmu. Adikmu itu sudah mengetahui semuanya."

Jeffrey menghela napas dengan kasar sambil mengacak rambutnya. Ia tidak suka jika kamu menjadi baik kepadanya hanya karena kasihan. Apalagi menyetujui perjodohan tersebut juga karena kasihan padanya. Ayahmu tahu apa yang kini sedang dirasakan oleh Jeffrey, dan beliau hanya bisa mengusap tangan Jeffrey dengan lembut.

"Kenapa kamu tidak mencoba mendekati Nana? Selama ini kamu belum pernah mencobanya, bukan? Papa yakin Nana setuju untuk menikah denganmu bukan karena kasihan. Papa tahu betul bagaimana anak papa. Dan papa juga tidak bisa memaksa jika kamu memang tidak ingin melakukan pengobatan. Tapi, jika kamu ingin membahagiakan Nana ke depannya, tolong pikirkan nasihat papa baik-baik. Papa percaya padamu, Jeff."

Jeffrey hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu masuk ke dalam kamarnya. Ayahmu hanya bisa menghela napas, dan membiarkan kalian berdua menghabiskan waktu sendiri di kamar masing-masing. Beliau tahu betul seberapa besar rasa sayang Jeffrey padamu, dan beliau juga yakin jika Jeffrey pasti bisa membuat keputusan yang bijak.

Tak terasa hari telah berganti, dan kamu yang tertidur sangat lama sambil menangis semalam pun pada akhirnya terbangun dengan mata bengkak. Hari ini ada ulangan matematika, tidak mungkin kamu izin lagi. Terpaksa, untuk menutupi kedua matamu yang bengkak itu, kamu menggunakan kacamata hitam. Terlihat aneh, namun kamu tidak peduli.

Jeffrey tersentak kaget ketika melihatmu keluar kamar dengan menggunakan kacamata hitam. Ia pun hanya bisa mengelus dada perlahan karena benar-benar terkejut melihat penampilan anehmu ketika hendak berangkat ke sekolah.

"Kenapa? Kaget melihat penampilanku? Pasti kamu belum pernah melihat wanita secantik diriku ini. Iya, kan? Ini namanya fashion, kamu tidak akan paham."

Jeffrey tertegun melihat sikapmu yang kembali seperti biasanya. Sebenarnya, Jeffrey hendak menjaga jarak sejenak darimu jika sikapmu tiba-tiba menjadi baik seperti kemarin, tapi ia urungkan niat tersebut setelah berpapasan denganmu pagi ini.

"Terserah apa katamu. Apa kamu mau aku antar ke sekolah? Tidak, bukan? Kamu berangkat sendiri saja, ya? Sudah besar juga."

Belum sempat kamu menjawab pertanyaan tersebut, Jeffrey dengan seenak jidat sudah menjawab pertanyaannya sendiri, lalu berjalan mendahuluimu karena hari ini ia juga ada kuliah pagi. Kamu menendang angin dengan kesal, lalu berlari mendahului Jeffrey untuk menghampiri ayahmu yang juga sudah bersiap untuk berangkat ke kantor.

ET CETERAWhere stories live. Discover now