Chapter ....

3.6K 89 4
                                    

Saya tahu kamu suka cerita ini, jadi bukalah judul LITTLE MISTRESS AND BIG LORD untuk baca kisah mereka setelah menikah.

Percayalah, tingkat candunya melebihi series pertama HAHAHAHAHA

***

KELOPAK matanya perlahan terbuka, mengimbangi cahaya yang memasuki retina sekaligus indera penciuman yang langsung terhirup aroma mint. Ia terduduk, menyadari tangannya terikat dan mulutnya disumpal kain. Netra cokelat terangnya mendadak membesar, terkejut dengan semua yang mendadak baru. Kepalanya agak berdenyut nyeri, namun sekelip menghilang karena yang ia dapati, sosok pria mengerikan memasuki tempat yang bahkan tak ia kenali.

"You're mine." Penegasan tiba-tiba berupa menandai kepemilikan, cukup membuat dunianya terguncang. Bree Ramsey menggeleng lalu berteriak keras. Pria ini, pria yang tak ia kenali cukup membuat ia ketakutan. Wajahnya mengerikan untuk dilihat oleh orang normal sepertinya.

"Kenapa? Kau takut melihat wajah ini?" Pria itu mendekat, mengikis jarak di antara mereka dan menatap lekat pada bola cokelat terang itu. "Sampai kapan pun, kau tetap milikku, meskipun kau telah dimiliki orang lain. Dunia tahu itu."

Bree mengernyit. Bagaimana bisa ia dihadapkan dengan manusia seperti ini? Selama hidupnya, ia merasa tidak memiliki musuh.

"Kau salah! Kau salah menangkap tawanan! Aku bukan milikmu. Please, kau salah menangkap orang. Aku sudah bersuami. Aku tidak mengenalmu. Tolong lepaskan aku!" rengek Bree dengan suara parau, mencekat, karena kilatan amarah dari pria ini tiba-tiba menguar.

"Aku bersumpah tidak pernah mengambil milik orang lain. Kau milikku, Bree. Bree Ashton. Kau tidak akan pernah bisa menyangkalnya."

Demi Tuhan. Bree sama sekali tidak mengerti mengapa pria ini terobsesi dengannya. Ia sama sekali tidak memahami kenapa harus ia yang menjadi salah satunya. Ia hanya manusia biasa yang ingin hidup tenang. Ingatannya berputar pada beberapa jam bahkan hari, mungkin?

Saat ia hendak pulang setelah selesai bekerja, ia tahu di saat itu pula kesadarannya menghilang karena dibekap dari belakang. Jalan menuju rumah, ia pun tak ingat karena sudah menyadari ia disekap di tempat teramat jauh, terlihat dari pohon lebat yang menjulang tinggi.

Bree kembali memberontak. Tangannya terikat kuat membuat ia tidak bisa menyadarkan pria ini dengan pukulan.

"Kau mau apa, hah?! Kau mau uang?!"

Pria itu menyunggingkan senyum, teramat sinis hingga dengkusannya terdengar.

"Money can't buy me, Wife."

"I'm not your fucking wife! Kau gila! Kau benar-benar gila! Lepaskan aku!"

Bree memberontak kuat. Nyeri di pergelangan tangan mulai terasa. Ia meneguk ludah tatkala sosok itu berdiri di tepi ranjang, bersedekap dada, sembari memperhatikannya. Ia takut bukan main. Meski buruk rupa, tatapannya cukup menghipnotis dan mematikan. Aliran darah yang semula tak ia rasakan, kini terasa mengalir dari ujung kaki.

"Akan ada penata rias yang mendadanimu. Bersiap-siaplah. Kita akan menikah hari ini. Sekarang juga. Bukankah kau ingin kejelasan?"

Bree memberontak, berteriak keras. "Kau salah! Aku Bree Ramsey. Bukan Bree Ashton! Lihat cincin di jariku! Kau tidak bisa mengambil istri orang lain, Sialan! Lepaskan aku!"

Berada di ambang pintu, pria dengan tubuh tegap, namun wajah rusak itu bergumam rendah. Pastinya dapat didengar oleh Bree. "Selamanya kau akan tetap menjadi milikku. Hanya kematian yang dapat memisahkan. Semesta sudah merencanakan jalan hidupmu bersamaku. Selamanya."

Saat pintu tertutup, Bree berteriak, menangis meraung-raung, meratapi hidupnya yang kian memburuk. Ia tidak mengerti kenapa banyak sekali manusia pencari masalah yang hadir di hidupnya. Baru saja ia berbaikan dengan suaminya—Lewis Ramsey—kini ia mendapat lagi masalah. Penculik itu menyeramkan. Penculik itu gila.

Pada akhirnya, ia tidak dapat lagi menahan semua sakit ini. Ia menumpahkan tangis sekerasnya, berteriak marah, dan mengutuk pria itu. Ia hanya ingin hidup normal. Selama ini ia tidak mendapatkannya. Ia selalu merasa kosong, putus asa. Ia pikir mungkin karena hubungannya dengan sang suami. Setelah hubungan mereka diperbaiki, kembali datang sosok mengerikan yang menghancurkan semuanya.

Detik ini juga ia merasa membenci takdirnya.

***

Wajah cantik yang biasanya memiliki rona dan cerah, kini memucat. Tak menyangka harus menikah paksa dengan penculiknya. Pria itu sudah tahu tentangnya dan memulai penculikan. Ia yakin semua ini sudah direncanakan. Dalam hati ia bersumpah, membenci sosok itu selamanya. Tak peduli seberapa baik perlakuannya karena hidupnya telah hancur. Orang tuanya, Lewis, pasti akan cemas. Ia bahkan tidak menemukan ponsel dan telepon selular di mana pun. Semua menghilang, termasuk barang-barang pribadinya.

"Selesai. Pengantin pria Anda sudah menunggu di luar." Ia menatap nanar pantulannya di kaca. Wajah semringah penata rias sama sekali tak membantu untuk melenyapkan kegundahan dan kebencian yang mendadak berkobar. Tapi percuma, bukan? Tak akan ada yang mengerti.

Mulutnya tetap terkatup rapat. Saat ia berdiri, gaun pengantin mengucur ke bawah, menjadikannya lebih sempurna. Seiring kakinya melangkah mendekati ruang pernikahan, setiap langkah pula ia mengutuk, menangis dalam diam, dan membenci dirinya.

Ia menikah di belakang suaminya. Ini tidak sah di mata Tuhan. Ini tidak sah di hati. Sayang, ia tak dapat memberontak. Orang tua adalah ancaman pria busuk itu untuk terus mendekamnya, menakuti, dan membuatnya tunduk.

Ya, penculik buruk rupa itu mengancam akan membunuh orang tuanya. Naluri sebagai anak memberontak dan akhirnya luluh mengikuti keinginan yang sama sekali tak ia inginkan.

Melihat senyum miring pada wajah pria asing yang baru berapa jam ia temui, ia berharap ini adalah mimpi. Ia berharap tempat yang ia injak, semua hanya mimpi dan berharap sekali segera terbangun. Semua ini mengerikan untuk dijadikan kenyataan.

"Baik. Pengantin wanita sudah di depan Anda." Suara pastor membuat Bree tersadar jika ini bukan mimpi. Ini kenyataan dan ini mengerikan hingga ia merasa ingin mati.

Lagi-lagi ia harus berhadapan dengan senyum miring ditambah kesinisan itu. Ia berharap dapat meludahi wajah jelek itu agar pria ini sadar diri betapa menjijikan sikapnya.

"Saya, Zeus Ashton akan mendampingi wanita saya dalam keadaan sehat, sakit, miskin, kaya, tua, hingga maut memisahkan." Semula menunduk, kini Bree mendongak, merasa ada sesuatu yang menghantam tiba-tiba karena nama itu.

Zeus Ashton.

Zeus.

Nama yang membuat desiran aneh kembali hadir. Nama yang teramat sulit ia ingat. Nama yang membuat kepalanya mendadak pening bak diterjang pukulan. Ia menyipit sejenak, kegelapan hadir, membuat ia mau tak mau tergeletak tak berdaya. Namun, sebelum detik kesadarannya menghilang, dapat ia lihat pria itu tersenyum hingga semuanya gelap.

.

Bisa dibaca dengan judul
UGLY KIDNAPPER

Assistant For A Year ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang