Chapter - 23. Crazy

3.6K 308 18
                                    

HAPPY READING 📖

---------------------------------------

"Jay, kau marah?" tanya Zoe sembari mendekati Jay yang sibuk merapikan pakaiannya di depan cermin. Ia bahkan sempat menangis kecil karena ucapan yang menusuk tadi. Sudah susah payah ia menjadi asisten Jay, jika ia menyerah sama saja ia pecundang.

Jay hanya diam dan berkaca—mengabaikan sosok ini walau ekor matanya memantau. Tampak jelas wajah murung Zoe hingga ia ingin tertawa. Namun, kekesalannya sudah berlipat. Ia tak mau memaafkannya dengan mudah.

Ia berbalik dan sengaja menyenggol tubuh mungil Zoe agar gadis itu tahu ia benar-benar marah.

"Jay." Panggilan Zoe tak ia gubris. Ia menulikan telinga dan memakai kaos kaki dan sepatu yang sudah disediakan.

"I'm sorry, Jay. Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Aku tidak mungkin menolaknya karena dia juga buru-buru," jelasnya untuk kesekian kali. Entah Jay akan mendengarnya atau tidak, ia tak peduli! Yang penting Jay memaafkan kesalahan bodoh tadi.

"Jadi kau mengabaikanku dan mengutamakan kepentingannya? Jadi kau membiarkanku terlambat agar dia tak terlambat begitu? Bekerja saja dengannya kalau mau."

"Bukan begitu." Zoe menarik napas. Agak sulit membujuk Jay dan ia tahu itu. Sudah beberapa kali ia bermasalah dengan Jay dan beginilah hasilnya.

"Pergilah!" Usiran Jay tak melumpuhkan niatnya. Ia benar-benar pecundang jika tak bisa membuat Jay memaafkannya. Pecundang bertubuh kecil. Ia tak mau kalimat itu menyangkut di dirinya.

"Kau benar-benar marah?"

"Pertanyaan sialan macam apa itu? Jelas aku marah! Bagaimana bisa kau memperhatikannya lebih daripada aku? Aku bosmu, kenapa kau malah membantunya! Kalau aku terlambat bagaimana? Kalau ternyata aku harus syuting tiba-tiba dan kau tidak ada untukku, bagaimana aku harus mengatur semuanya! Kalau kau berniat menjadi asistenku, tak perlu membantu orang lain! Cukup fokus padaku! Paham?!"

Mendengar amarah Jay yang diluapkan padanya, ia mengangguk-angguk lalu menunduk.

"Sorry ...."

"Selalu itu yang kau bilang lalu dilakukan lagi! Dasar asisten tak becus! Sana pergi! Kau menghalangi pemandangan!"

"Kalau aku pergi, kau membutuhkanku bagaimana?"

"Lebih baik kau diam. Berhenti bicara dan lakukan saya tugasmu dengan benar! Percuma kau sudah diberi jadwal tapi tahunya hanya menggangguku! Percuma kau diberi jadwal, tapi malah membantu orang lain! Jangan banyak alasan untuk membela diri! Kau tidak akan mendapat maafku hari ini! Pergilah ke mana pun kau mau! Bantulah Aiden untuk selama-lamanya! Kau bukan asistenku lagi!"

"Jay, please. Aku minta maaf. Aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin menolongnya. Kau juga tidak terlambat, kan?"

"Tidak terlambat? Kau pikir aku menggajimu untuk apa? Untuk jadi asistennya, begitu? Ya, sudah pergi sana. Kau ingin menjadi asistennya, kan?" Zoe merutuki diri. Semakin ia berucap, semakin menambah amarah. Ia bodoh karena otaknya tak bisa diajak berpikir bagus untuk melelehkan hati Jay. Argh!

"Maafkan aku. Aku sadar aku salah. Aku bersumpah tidak akan melakukannya lagi. Tolong maafkan kesalahanku yang ini. Aku tak mau kau memecatku, Jay. Aku janji akan menjadi asisten terbaik. Aku hanya akan mengekori dan menjalankan kebutuhanmu. Janji!"

"Asisten terbaik? Pikirlah berapa banyak kesalahan yang kau buat menjadi asistenku. Bagaimana bisa kau menjadi asisten terbaik kalau buat aku naik darah terus-menerus?" Jay berdiri tegak, berkacak pinggang, menipiskan bibir, dan menaikkan alis. "Jelaskan di mana letak keunggulanmu selama menjadi asistenku?"

Assistant For A Year ✅Where stories live. Discover now