Part 68

7.1K 428 141
                                    

Jam menunjukkan tepat pukul 12 saat Gracia berjalan keluar dari ruang penerimaan khusus tamu di fakultasnya. Moodnya sedang cerah, dan ini terbukti dari senyum pepsoden yang mengiasi wajahnya sejak keluar ruangan. Namun, jika Shani ada disana, ia tahu jika Gracia sedang memikirkan sesuatu. Untungnya saja Shani sedang diapartemen, mengemasi barang-barang mereka. Pasangan idaman memang. Haha.

"Kamu mau kemana sekarang?" tanya Yona saat mereka berjalan menyusuri koridor fakultas yang sepi, "Untung ya dosen wali kamu sama dean fakultas kamu itu temen papa kuliah. Kalo enggak udah mama penyet kamu,"

"Mama mah," gerutu Gracia dengan senyum lebarnya, "Anaknya pengen lulus cepet malah diomelin. Ntar Ge lulusnya molor kaya koloran malah gimana. Jangan bilang mau dikurbanin bareng kambing buat lebaran taun depan,"

"Iya dong. Daripada kamu mama kirim ke tempat potong ayam," balas Yona, "Tapi kayanya kebagusan deh kalo kamu dikurbanin. Langsung dibuang ke rawa-rawa aja deh,"

Hahahahha

Tawa Gracia terdengar nyaring memenuhi koridor. Apapun asalnya, semuanya akan berakhir dengan dibuang ke rawa-rawa. Mamanya memang the one and only penggemar rawa-rawa.

Ia melambai saat berpapasan dengan Chika. Senyumannya masih bertahan bahkan saat dirinya tiba di lobby school of medical science tempat Shania tersiksa 2 tahun belakangan. Berbeda dari gaya arsitektur modern business schoolnya, gaya arsitektur gedung fakultas Shania merupakan gaya arsitektur lawas abad 18. Kuno, namun estetik.

Ekspresi Gracia berubah seketika saat ia berjalan mendekati koridor di ruangan dosen. Berbanding terbalik dengan ekspresinya tadi, kini, ia memasang ekspresi sok melas dan terdolimi. Dirinya tahu jika Shania sudah menunggu hampir 3 jam lamanya. Jika ia muncul dengan ekspreis berbunga-bunga seperti tadi...selamat tinggal make up artist untuk menutupi polkadot terkutuk di lehernya.

"Lama banget sih, ma,"

"Hahaha. Tadi mama ngobrol sama dean dulu. Biasa, ibu-ibu," gurau Yona. Ia tertawa pelan saat melihat ekspresi bete Shania, "Dek, kamu tunggu disini aja. Jangan kemana-mana,"

"Loooooh. Kalo lama gimana?"

"Gantian napa sih," cibir Shania, "Gak sampe 3 jam..2,99 doang mungkin,"

Gracia menatap kepergian Shania dan Yona. Rasanya ingin mengkick kakak rasa tantenya yang ini. Apa bedanya 3 jam dan 2,99 jam? Selisih keduanya hanya 0,01 dan ini dapat diabaikan. Terlebih, sejauh yang ia tahu, Yona memiliki beberapa teman di sini. Jadi, sepertinya, ia akan menjadi batu berlumut selagi menunggu. Kulitnya meremang saat membayangkan harus menunggu di koridor sampai berlumut, berjamur, hingga lapuk dimakan cacing. Iyuh.

Gracia baru saja akan memejamkan mata saat seseorang duduk di sampingnya. Baginya, cukup hanya dengan sebuah lirikan singkat untuk tahu siapa sosok yang dari banyak kursi tunggu di koridor memilih untuk duduk disampingnya. Yessica Revera.

Walau perasaan dongkolnya meroket seketika, Gracia langsung menjatuhkan kepalanya ke bahu gadis 162 cm itu. Bagaimanapun, ia harus bersikap seperti biasa dan berpura-pura tidak mengetahui apapun. Ia tidak ingin memancing masalah lain yang tidak perlu. Jadi, seperti inilah jadinya.

"Gue kira lo udah balik bareng si manusia goa," gumam Gracia. Kulitnya kembali meremang saat ia membayangkan Shani tahu jika dirinya bermanja-manja ria pada Chika.

"Ara sih balik sendiri. Tadi pagi bilang udah sampe rumah," ungkap Chika, "Kamu kenapa?"

"Gak apa. Lagi capek aja," gerutu Gracia, "Eh, terus lo disini mau ngapain? Setau gue, lo gak ada relasi di medical science,"

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang