Part 31

7.5K 491 79
                                    

Siang hari yang terik. Sejumlah siswa tampak sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing mulai dari tidur, bergosip, bermain game, makan, hingga melamun. Hari ini bisa dibilang adalah hari terakhir mereka mengikuti pelajaran sebelum diadakannya UAS esok Senin. Sorakan ramai terdengar keras dari sudut kelas dimana 4 orang murid dengan rupa penuh dengan coretan bedak duduk di atas lantai bermain kartu.

Suasana kelas yang tenang seketika membuat keempat murid itu bangkit untuk melihat penyebab berubahnya suasana kelas mereka dalam waktu singkat. Keempatnya langsung duduk di bangku masing-masing saat tahu siapa yang menjadi penyebab perubahan mendadak ini, seorang siswi dengan vest rajut merah dengan pin yang hanya dimiliki oleh ketua OSIS dan siswi dengan vest rajut hitam dengan pin yang hanya dimiliki oleh ketua dewan siswa, Shania dan Shani.

"Semuanya sudah ada didalam kelas? Hadir semua kan ini?" tanya Shania dengan ramah, senyum mengembang di wajahnya, berbanding terbalik dengan ekspresi Shani yang tertekuk.

"Enggak kak. Ada satu yang izin dari 2 minggu lalu," jawab seorang siswi yang Shania kenali sebagai ketua kelas dari kelas yang ia kunjungi kali ini, "Kata walikelas sih, gitu. Kita gak dapet suratnya soalnya,"

Shania menghembuskan napas beratnya. Ia tahu siapa murid yang dimaksudkan sang ketua kelas kelas unggulan ini, Shania Gracia. Jangankan rekan sekelas mereka, dirinya sendiri bahkan sang mama pun tidak tahu keberadaan si bungsu Avlon itu. Melihat kondisi kelas yang suram, ia melirik pada siswi disampingnya yang menatap lurus ke belakang. Ia menghembuskan napas lelahnya saat tahu Shani menatap tajam pada 4 murid dengan rupa jauh dari kata baik.

"Nabilah, Mario, Anin, Ariel, bersihkan bedak dimuka kalian!" titah Shania yang kembali melirik Shani yang memang sedang berada dalam fase bad mood jangka panjang, "Jangan buat dia ngamuk,"

4 murid yang mendapat peringatan langsung dari Shania langsung menghapus coretan-coretan abstrak bedak di wajah mereka. Bukannya tidak ingin membersihkan bedak itu segera, tetapi ekspresi dan tatapan tidak bersahabat dari Shani membuat keempatnya takut untuk bergerak.

"Jadi kalian kayanya udah tau kita berdua kesini mau apa. Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap selesai UAS semester genap sekolah kita ngadain kegiatan class meeting. Untuk penjelasan lebih lanjutnya diharapkan nanti ada 2 perwakilan yang ikut rapat di ruang aula jam 3 sore nanti," jelas Shania dengan ramah yang diiyakan secara kompak.

"Tapi focus kalian masih harus tetap pada UAS. Untuk class meeting bisa kalian pikirkan setelah UAS selesai. Jangan sampai akademik kalian jatuh karena focus pada class meeting," imbuh Shani yang diiyakan dengan suara yang lebih besar dari Shania.

"Good. Kita berdua balik dulu, ya. Siang semua," pamit Shania yang diiringi anggukan oleh Shani.

"Siang kakaaak!"

Shania dan Shani pun langsung keluar dari kelas. Baru saja keduanya melangkah menuju kelas selanjutnya, teriakan seorang siswi menghentikan langkah mereka.

"Tanju, lo gak tau adek lo kemana gitu?" tanya Nabilah yang mengabaikan Shani yang menghela napasnya dengan pelan.

"Shan, gue tunggu di depan kelas sana ya," ucap Shani yang langsung pergi meninggalkan Nabilah dan Shania.

Mungkin satu-satunya yang tahu kemana Gracia dengan pasti hanyalah Shani. Isi surat yang langsung Gracia titipkan pada Dhika untuk disampaikan kepada walikelasnya pun, Shani juga tahu. Tetapi, inilah yang membuat Shani tidak yakin. Pasalnya, lama perizinan di surat itu hanya sampai satu minggu, seperti yang Gracia sebutkan padanya malam itu, sedangkan sekarang sudah lewat satu minggu sejak masa perizinan itu habis, dan Gracianya masih tidak tampak.

"Gue gak tau, Bil. Bahkan surat izinnya aja gue gak tau," jawab Shania yang masih didengar samar-samar oleh Shani.

Shani duduk di kursi besi yang ada di depan kelas. Ia memejamkan mata dan memijat pangkal hidungnya dengan pelan. Tidak hanya keberadaan Gracia yang menjadi tanda tanya. Coklat misterius yang setiap hari pacarnya itu terima juga semakin membebani pikirannya.

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang