Part 57

5.4K 410 130
                                    

Matahari bersinar redup di langit karena awan. Hembusan angin terasa lebih hangat daripada beberapa minggu sebelumnya. Musim semi kini telah berganti menjadi musim panas yang sedikit lebih hangat. Walau kisaran suhu di wilayah dataran tinggi ini berkisar antara 8-16°C.

Seorang remaja duduk dengan tenang di salah satu kursi perpustakaan yang jauh dari kesan muram kebanyakan perpustakaan. Dihadapannya ada sebuah buku tebal yang ditulis dalam bahasa Jerman. Niat awalnya adalah mencari buku teks mengenai geografi, tetapi, justru berakhir dengan membaca buku sejarah. Ia tidak menyangka akan menemukan buku lawas tahun '50an mengenai perang dunia 2 di perpustakaan sekolahnya ini.

"Kayanya, kelewat jam makan siang lagi deh gue," gumamnya saat menyadari ia menghabiskan hampir 4 jam untuk menyelesaikan bacaannya kali ini.

Gracia langsung masuk ke dalam kamarnya saat ia ingat memiliki beberapa bungkus sereal bar, roti, dan selai disana. Mungkin, setelah ini, ia butuh pergi ke minimarket untuk menyetok ulang cadangan makanan di kamarnya. Tanpa menanggalkan blazernya, ia langsung mengganti sepatu pantoflnya menjadi sandal sebelum beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka.

Dengan wajah yang masih basah, Gracia duduk di kursi belajarnya dan membuka ponselnya yang ia tinggalkan di kamar. Matanya membulat saat ia melihat tanggal. Bagaimana dirinya bisa melupakan jika hari ini adalah hari perpisahan dan prom angkatan Shani?

15.37; artinya di Jakarta masih pukul 20.37. Dengan gugup, ia mengirim pesan ke kakaknya. Ia ingat jika dirinya menjanjikan kepada Shani untuk hadir secara virtual di kegiatan itu. Menunggu pesannya berbalas, ia merapikan rambutnya yang digerai. Tidak lupa sedikit pewarna di bibirnya yang belakangan terlihat cukup pucat.

Namun, yang Gracia dapatkan bukan sebuah pesan balasan, melainkan sebuah panggilan video. Ia terkekeh melihat Shania yang tampak bete. Tawanya keluar saat Boby juga muncul di layar ponselnya. Ternyata dirinya mengganggu momen pasangan itu.

"Ngapain lo ngechat gue?" tanya Shania dengan sebal. Adiknya ini selalu merusak momen orang lain.

"Shani dateng ke situ gak?"

"Tadi sih ada. Tapi udah hampir sejam-an dia ilang. Udah balik kayanya,"

"Oh, oke. Dah,"

Gracia memutus panggilan itu. Jika Shani sudah pergi terlebih dahulu, maka satu-satunya cara menghubungi Groot itu adalah dengan menelponnya secara langsung. Gracia menjatuhkan kening ke atas meja saat panggilannya tidak mendapat respon. Terakhir kali ia mengalami hal serupa adalah saat Shani marah kepadanya dan itu terjadi 2,5 bulan lalu.

"Ge, kamu kenapa?"

"Ge?"

"Geeeeee?"

Gracia menutup telinga saat ia terbayang-bayang suara Shani. Besok lusa sudah memasuki hari libur musim panas. Karena tidak berminat mengambil summer course, ia memilih menghabiskan liburan dengan pulang. Mungkin. Ia tidak ingin berhalusinasi aneh-aneh karena merindukan Shani. Bisa-bisa, dirinya melakukan hal memalukan dan tidak masuk akal.

"Graciaa, kamu ngevid-call kenapa? Sakit? Laper?"

Gracia mengangkat kepala dan ia melihat sosok Shani muncul di layar ponselnya. Ia terdiam melihat Shani yang memakai gaun abu-abu dengan model shoulder off. Rambut hitamnya pun terlihat dihighlight coklat dan dimodel sanggul. Kenapa penampilan Shani begitu ribet? Terlebih, ada sesuatu yang membuat tampilan Shani aneh.

"Kamu kenapa liatin aku kaya gitu?" tanya Shani yang menatap lekat Gracia.

"Tumbenan kamu mau ribet-ribet cuma buat acara prom gituan?"

SGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang