51. Penyesalan

420 24 3
                                    

•°•°•°•

Jangan berpikir bahwa Airin hanya memanfaatkan teman-temannya sebagai alat untuk membantunya dalam menambah masalah Ara. Nyatanya ia juga memanfaatkan segala situasi untuk membuat Ara semakin banyak masalah. Airin memang licik. Katakanlah Airin itu iblis yang bersembunyi dibalik visualnya yang cantik dan memikat.

Seperti sekarang ini misalnya, Ara bingung bagaimana bisa Airin mengetahui pasal kehamilannya, dan yang akan mempertanggungjawabkannya adalah Revan. Sahabatnya sendiri. Ara juga takut, sewaktu-waktu mulut iblis Airin bisa saja membeberkan pasal kehamilannya ke admin gosip lambe turah SMA yang tak lain adalah Viana. Kalau benar sampai beredar rumor seperti itu, Ara pastikan Airin juga akan mendapatkan balasan yang setimpal.

"Revan, gimana kalau Airin sampai ngomong soal aku ke Viana? Aku takut, Van...." Ara menangis. Entah kenapa ia sangat mudah mengeluarkan tangisan akhir-akhir ini, mungkin karena faktor kehamilannya juga.

Saat ini usia kehamilan Ara sudah hampir 3 bulan, perutnya sudah sedikit membuncit. Tapi Ara terlihat menggemaskan di mata Revan. Hingga Revan ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Sttt. Nggak bakal ada yang berani," Revan mengelus puncak kepala Ara. Ia memberikan segelas susu ibu hamil untuk Ara minum, suamiable sekali.

"Kamu kaya nggak tau mereka semua aja, mereka tuh nggak bakal mikirin perasaan aku, yang ada mereka malah makin seneng liat aku tersiksa kaya gini," Ara masih saja menangis menghadap bawah. Ia benar-benar takut.

"Tinggal tunggu surat kelulusan, habis itu kita nikah, sebentar lagi," kini Revan beralih menangkap wajah Ara dan sedikit memaksa agar Ara menghadap Ara ke arahnya, agar menatapnya.

"Tatap aku sekarang," paksa Revan. Ara hanya menuruti.

"Nggak ada yang boleh nyakitin kamu, walaupun itu aku sendiri, kamu pantas bahagia. Dan aku yakin kamu akan menemukan kata bahagia itu sebentar lagi. Kita bakal pergi jauh dari sini, kita akan membangun istana kecil disana nanti."

Ara malah semakin menangis, bagaimana kalau semua itu tak sesuai ekspektasi dan diluar dugaan? Karena banyak sekali wanita-wanita muda yang gagal dalam proses melahirkan. Apalagi umur Ara baru saja akan menginjak 18 tahun. Ara juga takut gugur saat hari itu tiba. Tapi ia pantang menyerah, ia akan tetap memperjuangkan semuanya hingga titik penghabisan.

"Kalau nanti aku gugur setelah anak ini lahir gimana?" Pertanyaan bodoh itu benar-benar keluar dari mulut Ara. Dan Ara tau Revan benci hal itu.

"Jadi kamu nggak yakin sama kuasa Tuhan?"

"Aku yakin, yakin banget malah. Aku cuma menduga, karena banyak banget resiko melahirkan di usia muda, dan aku takut nasib anak ini sama kaya mereka yang ditinggalkan ibunya setelah lahir," kali ini Ara menatap mata Revan dalam, ia sangat mengerti bagaimana perasaan Revan, tapi ia juga tak bisa memendam ketakutan ini sendirian.

"Ngomong apa sih kamu, kamu wanita terkuat yang pernah aku kenal, kamu hebat dalam berjuang, kamu nggak pernah menyerah, dan aku yakin saat itu tiba kamu pasti bisa!"

"Kalau aku gugur setelah itu, aku mohon jaga dan sayangi a..." Telunjuk Revan sudah lebih dulu mendarat dibibir Ara. Ia ingin menangis saat Ara mengungkapkan kegelisahannya.

"Kenapa kamu selalu ngomongin itu? Semua itu kehendak dan takdir, kamu bisa, aku yakin itu. Aku bakal bantu kamu untuk sama-sama berjuang menghadapi hari-hari selanjutnya."

Ara memeluk erat tubuh Revan, sehangat ini. Ya, pelukan ini tak pernah berubah, pelukan ini masih sehangat dulu, pelukan ini adalah pelukan ternyaman bagi Ara. Aroma parfum Revan selalu menempel pada bajunya, wanginya membuat Ara candu.

Tentang AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang