12. Tidak Suka.

4.2K 282 3
                                    

"Kak Nio cemburu?"

"Apa? Gue? Cemburu? Sama lo? Mimpi lo! Lo bukan cewek tipe gue Lan! Gue nggak suka sama cewek lemah kayak lo! Dikit-dikit nangis, dikit-dikit pingsan!" Jeda sejenak, Arsenio menghela nafas, lalu melanjutkan perkataan nya,

"Denger ya, lo nggak jauh lebih baik dari dia! Dan lo nggak akan bisa jadi dia! Paham?! Lo itu cewek aneh yang tiba-tiba masuk dalam hidup gue! Lo nggak tau apa-apa soal hidup gue! Apalagi hati gue! So, jangan terlalu pede!" Arsenio mengeluarkan beberapa buku dalam tas nya, lalu melemparkan nya pada Alana. Gadis itu dengan sigap menerima nya.

"Kerjakan PR gue! Besok harus selesai! Dan lo pulang sendiri!" Arsenio berbalik, dengan cepat Alana mencekal lengan nya.

Arsenio berdecak, kemudian ia berbalik, "apa?!" tanya nya, ketus.

"Kamu marah ya? Jangan marah dong kak, aku kan cuma nanya. Kalo kamu nggak cemburu ya udah, nggak perlu marah-marah kali, nanti keriputnya cepet tumbuh loh"

Arsenio menepis tangan Alana, kasar. Cowok itu melenggang pergi, tanpa memperdulikan Alana. Gadis itu menatap punggung Arsenio yang menjauh dengan sebal, "tadi katanya, piling simi giwi, jingin piling simi diyi. Sekarang ninggalin, dasar cowok nyebelin, pemarah lagi. Semoga saja nanti malam hidung nya gatel!"

***

Alana pulang sekolah dengan berjalan kaki, dia berpikir dua kali hanya untuk naik angkot. Ya, uang 15 ribu, lumayan buat beli telur, kecap, dan beras, itu pun kalo cukup, kalo nggak? Terpaksa dia harus ngutang di mang Cecep-pemilik warung depan rumah nya.

Gadis itu menendang kerikil di depan nya, sedari tadi dia hanya meruntuki Arsenio dalam hati nya, "dasar cowok nyebelin, galak, pemarah, kejam, seenaknya! Emang ya, bener dia itu kayak macan!" Gerutu Alana, masih kesal.

Bruk!

Gadis itu terjatuh, siku nya terluka karena seseorang tidak sengaja menabrak nya. Alana meringis kesakitan, selain siku nya yang perih, badan nya juga sakit.

"Maaf ya, saya nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa kan?" Pria paruh baya itu membantu Alana berdiri. Gadis itu tersentak kaget, melihat siapa pria yang tidak sengaja menubruknya. Pria yang sangat dia rindukan dan yang sangat dia ingin kan kasih sayang nya.

Deg!.
'Ayah!' Batin Aana. Ya, dia Hartono, ayah kandung Alana.

"SAYA NGGAK! DENGER YA, KAMU ITU BISANYA CUMA MENYUSAHKAN SAYA! HARUS NYA DULU SAYA SUDAH KUBUR KAMU HIDUP-HIDUP! MENYESAL SAYA MEMBIARKAN KAMU TETAP HIDUP!"

"MANA ADA ANAK ORANG MISKIN YANG JADI KAYA?! NGGAK ADA, ALANA!! JANGAN KEBANYAKAN MIMPI KAMU!! MENDINGAN KAMU JUALAN GORENGAN DARI PADA SEKOLAH! UNTUK APA SEKOLAH?! NGGAK ADA GUNA NYA!" bentak ayah Alana.

"Kamu nggak kenapa-napa kan, dek?" Hartono melambaikan tangan nya di depan wajah Alana yang sedang melamun. Lantas gadis itu tersenyum tipis, nggak! Alana nggak akan terus terang, kalo diri nya Adalah Alana, anak kandung Hartono, sebelum bisa membuktikan kalo anak penjual gorengan juga bisa sukses. Lagi pula ayah nya tidak akan mengenali dirinya, karena waktu itu Hartono pergi meninggalkan Alana saat masih umur 9 tahun. Dia juga sadar kalo ayah kandung nya sendiri sangat membencinya, entah karena apa.

"Saya nggak apa-apa kok, om, saya juga minta maaf, karena saya nggak lihat jalan tadi" jawab Alana. Melihat ayah nya yang baik-baik saja, Alana senang. Hartono sudah hidup bahagia, dan mungkin sekarang jadi orang kaya. Terlihat dari penampilan nya saja, pria paruh baya itu mengenakan setelan pakaian kantor berwarna abu-abu tua.

'Ayah sekarang nggak miskin lagi ya, yah. Alana memang anak pembawa sial buat ayah, tapi Alana sayang sama ayah' batin Alana dengan kepala tertunduk, dia sekuat mungkin menahan tangisan nya agar tidak pecah.

"Itu siku kamu terluka, ini buat kamu untuk berobat" Hartono mengeluarkan beberapa lembar uang merah, lalu di sodorkan pada Alana.

"Nggak perlu, Om. Terima kasih, saya nggak apa-apa. Saya permisi, assalamualaikum"

"Sebentar, sebentar. Ini kartu nama saya, kalo nanti luka kamu parah kamu bisa hubungi saya" Hartono memberikan Alana kartu nama nya, di kertas itu juga tertulis nomor telepon nya. Alana menerima nya, "terima kasih, Om"

"Boleh saya tau nama kamu?"

"Nama saya, Amel, Om. Anda bisa panggil saya Mel saja, kalo gitu saya permisi ya, Om", setelah itu Alana berjalan menjauh dari Hartono sambil terisak, gadis itu sudah tidak bisa menahan tangisan nya. Dia punya ayah, tapi seakan-akan dia tidak punya ayah. Alana juga ingin hidup seperti teman-teman lain nya. Punya keluarga yang utuh.

***

21.00
Alana melepas apron nya. Tadi dia sudah minta maaf ke pak Martin karena kemarin tidak msuk karena sakit. Karyawan-karyawati di cafe Asmara, ramah-ramah juga sangat baik pada Alana. Mereka mengajari Alana semua nya. Waktu kerja selesai, dia harus pulang, Alana menyeka keringat di dahi nya lalu sedikit merenggangkan otot-otot nya. Gadis itu mulai berjalan pulang, di tengah perjalanan, tiba-tiba..

TINN!!

BRUK!!

Alana jatuh duduk, kaki nya terkilir bukan hanya itu lulut nya juga sakit. Motor yang menyerempet nya tadi, tidak mau bertanggung jawab. Dia kabur begitu saja, untung tidak parah dan tidak sampai di bawa ke rumah sakit.

"Ana! Lo nggak apa-apa?"

Alana menoleh, cowok berjaket hitam dengan logo srigala di dada sebelah kiri nya, bertuliskan CAKRA GANG, ya dia Albara-ketua geng CAKRA musuh bebuyutan geng STARES. Alana tersenyum, "aku cuma keseleo kok bang, nggak ada yang parah"

"Sini gue pijat kaki lo, nanti malah bengkak lagi" Albara meraih kaki Alana lalu memijat nya, pelan. Gadis itu mengamati logo di jaket Albara, seperti tau lihat, tapi di mana?

"Kenapa jaket gue? Jelek?"

Alana menggeleng, "nggak kok, bagus jaket nya. Aku kayak nya pernah lihat deh bang, jaket kayak gitu. Tapi aku lupa di mana"

"CAKRA itu memang terkenal Lan, paling lo pernah lihat salah satu anggota gue pas di jalan" celetuk Albara, masih memijat kaki Alana. Gadis itu tidak tahu, sejak kapan Albara bisa mijat orang keselo.

"Lo kerja di cafe Asmara? Sejak kapan?"

Alana mengangguk, "iya bang, aku kerja di sana. Baru kemarin kok"

"Emang jualan gorengan nggak cukup ya, buat kebutuhan lo?" tanya Albara, bingung. Pasti ada yang di rahasiakan oleh Alana.

"Cukup kok, tapi aku hanya ingin membantu ibu" alibi Alana.

"Bibi dan Arya sehat kan? Mereka nggak ada yang sakit kan, Na?"

"Me-mereka sehat kok bang, nggak ada yang sakit" Alana tidak mau memberitahu Albara, kasian dia. Hubungan dengan ayah dan ibu nya juga kurang baik. Mereka sibuk bekerja tanpa mau memikirkan anak nya. Alana juga tidak mau merepotkan Albara.

"Alhamdulillah, kalo gitu. Coba gerak-gerakkan kaki lo, udah enakan?"

Alana menggerak-gerakkan kaki nya yang sudah lumayan enakan, "makasih bang, udah enakan kok"

Albara membantu Alana berdiri, "bisa nggak? Kalo nggak bisa gue gendong"

"Bisa kok bang, bisa" kata Alana tapi tidak dengan kaki nya, emang nggak terlalu sakit seperti tadi. Lumayan enakan bukan berarti sembuh seperti sediakala. Albara berdecak, sepupunya yang satu ini memang benar-benar keras kepala, tanpa banyak bicara cowok itu langsung menggendong Alana tanpa menunggu persetujuan gadis itu.

Di seberang jalan, seseorang dalam mobil sedang memperhatikan kedua nya, tidak suka, "sialan lo Lan! Arsenio lo embat! Albara lo embat juga! Lo nantangin gue Lan! Gue nggak akan biarkan hidup lo tenang! Setelah apa yang lo rebut dulu, gue nggak akan segan buat nyingkirin lo dari dunia ini!" Orang itu langsung pergi dari sana dengan perasaan dongkol.

"Lo pulang sama gue, Na. Gue rindu sama bi-"

Seseorang dengan kasar merebut Alana dari gendongan Albara, "DIA PULANG SAMA GUE! MENDINGAN LO PERGI! JANGAN CARI GARA-GARA SAMA GUE!" ketus nya, tidak suka. Kedua nya saling bertatapan sengit, Alana kaget dengan kehadiran cowok itu tiba-tiba, kok dia bisa di sini?

***

ARSENIO✔Where stories live. Discover now