Chapter 1 : Suara Misterius.

33 10 0
                                    

Dimana lagi aku? Ini tidak seperti mimpi-mimpi ku sebelumnya. Ku tatap kedua telapak tangan ku dan melihat ke arah sekitar. Tumben sekali aku bermimpi bahwa aku sedang di Sekolah, aku penasaran... Apa yang akan terjadi setelah ini. "Kak Chandra! Sini!" Aku menoleh ke arah Adik kelas ku sekaligus merangkap menjadi Wakil Ketua Club jahit, yaitu Liana. Ku biarkan tubuh ku mengikuti alur mimpi ku, lagipula meskipun aku berusaha untuk berontak sekali pun aku takkan pernah bisa menggerakkannya semau ku.

"Iya, kenapa?" Tanya ku. Liana menunjuk ke arah salah satu siswi yang terlihat tengah kesusahan untuk mencoba menjahit. "Kak Chandra kan punya banyak pengalaman soal jahit menjadi, boleh minta tolong bantuin dia gak, Kak? Dia kayaknya masih kesusahan gitu, kasian." Mendengar bisikan Liana, aku hanya membalasnya dengan anggukkan mengerti. Ku hampiri siswi yang dimaksud oleh Liana dan memperhatikannya.

"Ada yang susah?"

Siswi tersebut menoleh ke arah ku, terlihat name tag yang terpampang di dekat saku kemeja nya. Siswi itu bernama Alea Padma. Ku rasa ia baru saja masuk ke Club ini. "Jahitan saya gak rapih, Kak... Ini gimana cara ngatasinnya, ya?" Tanya nya. Alea lalu menggeser posisi duduknya dan memberi ku sedikit ruang agar bisa bergerak tanpa merasa canggung. Aku pun menjelaskan kepadanya bagaimana agar jahitan belakang yang ia maksud terlihat rapih dan enak untuk dipandang. Setelah selesai menjelaskannya, Alea mengucapkan rasa terima kasihnya kepada ku karena aku mau membantunya.

Ah iya aku lupa, sebelumnya perkenalkan nama ku Chandra Mahesa Yudhistira. Aku lahir
dari keluarga yang bisa dibilang sederhana dan aku adalah anak pertama. Aku memiliki dua Adik perempuan yang masih kecil bernama Luna dan Mana. Sejak kecil, aku terbiasa mandiri merawat kedua Adik perempuan ku karena Ibu ku harus bekerja demi menafkahi kami bertiga.

Hingga suatu hari, aku berniat untuk memberi kedua Adik ku sebuah boneka. Namun karena aku tak ingin meminta dan membebani Ibu ku, ku putuskan untuk belajar menjahit demi membuat dua boneka tersebut. Dengan bahan seadanya, aku mampu menyelesaikan dua boneka yang akan ku berikan pada kedua Adik ku. Meskipun ku akui rupa boneka itu tidaklah secantik di toko-toko, namun kedua Adik ku tetap menyukainya.

"Liana, lo bisa kan jagain dulu Club? Gue mau keluar dulu cari minuman, gue haus." Bisik ku. Liana mengangguk mengerti dan mengizinkan ku untuk pergi mencari minuman. Kebetulan vending machine di Sekolah ku terletak sedikit lebih jauh dari ruang Club ku. Hal itu membuat ku sedikit lelah karena harus berjalan agak jauh.

Sesampainya di hadapan vending machine, ku keluarkan selembar uang yang bernilai Rp. 10.000 dan memasukkannya ke dalam mesin tersebut. Ku tekan tombol yang bertuliskan merk minuman Teh Harum. Setelah satu botol Teh Harum itu keluar dari bawah, aku pun segera mengambilnya dan membukanya. Ku sandarkan tubuh ku ke vending machine itu sembari meneguk minuman ku.

"Iya, kan? Hahaha... Aku udah gak aneh lagi si."

Deg.

Suara ini...

Bukankah suara ini adalah suara wanita yang sering ku dengar selama ini...?

Aku menoleh ke arah wanita tersebut dan berusaha memanggilnya, namun sialnya mulut ku sama sekali tak mau mengeluarkan suara. Kini aku hanya bisa menatap wanita itu pergi menjauh dari ku. Ini membuat ku kesal... Siapa kah wanita itu sebenarnya? Mengapa sosoknya selalu menghantui setiap mimpi ku? Bahkan suaranya saja dapat ku dengar saat aku sedang menjalankan aktivitas keseharian ku.

"WOY BANGUN!"

Plak!

Aku tersentak ketika seseorang menepuk pipi ku dengan sedikit kencang. Dengan sekejap, aku langsung terbangun begitu saja. Ah iya benar, aku lupa... Ternyata tadi ketiduran disini. "Lo dateng kesini mau nongkrong apa mau molor dah..." Ucap Draken. "Hehe sorry sorry, gue tadi ngantuk." Jawab ku. Ku lihat ke arah sekeliling ku dan mencari-cari teman ku yang bernama Hakkai.

"Hakkai gak dateng?"

"Kagak, dia katanya gak diizinin Abangnya."

Ya sejujurnya aku tidak aneh mendengar alasan itu. Meskipun aku berteman juga dengan Kakaknya yang bernama Taiju, namun untuk mendapatkan izin agar Hakkai dapat ikut berkumpul memang sedikit susah.

Mikey secara tiba-tiba berdiri dan terkejut ketika ia mendapati saudari kembarnya menghampirinya. Gadis itu bernama Arnetta Maya Cakrawirama, meskipun ia adalah saudari kembar Mikey. Meskipun mereka adalah anak kembar, namun mereka berdua tak memiliki struktur wajah yang sama. Sejak kecil hingga sekarang aku masih bersahabat dengannya.

"May.. Lo ngapain kesini? Lo harusnya istirahat di Rumah, ntar gimana kalo lo tiba-tiba pingsan disini?" Mikey merangkul Maya dan membawanya ke tempat duduk kami. Sejujurnya aku cukup sedih melihat kondisi Maya, sudah tiga tahun ia berjuang untuk melawan kanker paru-paru nya hingga tubuhnya sekarang semakin terlihat kurus.

"May... Pulang, ya? Disini banyak yang ngerokok..." Bujuk ku sembari menatapnya khawatir. Maya menggelengkan kepalanya pelan, meskipun ia terlihat lemas namun ia berusaha untuk tetap baik-baik saja. "Aku mau disini aja, Chandra. Mau sama Mikey..." Lirih nya. Dengan tatapan sedih, Mikey meraih kepala Maya dan menyandarkannya di bahunya. Aku dan Draken hanya bisa diam dan tak tahu harus berbuat apa.

Perlahan, mata Maya kini mulai terpejam. Namun entah mengapa ekspresinya kali ini nampak lebih tenang daripada biasanya, hal itu membuat ku khawatir dan refleks menggenggam tangannya. "Maya... Jangan tidur disini, yuk pulang..." Nihil, Maya sama sekali tak menjawab ucapan ku.

"May?"

"Maya?"

"Maya...? Bangun!"

Mikey yang mulai sadar bahwa ada yang tidak beres dengan kembarannya tersebut lalu berusaha untuk membangunkan Maya. Aku dan Draken ikut merasa panik karena Maya yang tidak menjawab panggilan kami sama sekali, bahkan denyut nadinya pun tak lagi terasa saat ku sentuh. Tidak mungkin... Tidak mungkin dia pergi, bukan...?
Dengan kondisi panik, Mikey langsung menggendong tubuh Maya dan berlari keluar dari Kafe, aku dan Draken pun mengikuti mereka dari belakang. "Sial... Tau gitu gue tadi bawa mobil kesini," Gerutu Draken.

Namun tiba-tiba saja telinga ku berdenging dengan suara yang sangat keras. Aku menghentikan langkah ku dan menutup kedua telinga ku dengan tangan ku sendiri. Aku berlutut dan berusaha menghentikan suara berdenging ini namun tetap tidak bisa.

Brak!

Suara apa itu? Bukan kah itu suara seseorang yang tertabrak?
Aku melihat ke arah sekitar ku, namun tidak ada satu pun orang yang kecelakaan disini. "Dra! Chandra!" Aku tersadar dan menatap ke arah Draken yang nampak khawatir dengan ku. "Lo kenapa?" Tanya nya. Aku menggelengkan kepala ku dan menghela nafas ku. "Gue gapapa, tadi telinga gue cuman tiba-tiba berisik ae." Jawab ku.

Kami berdua pun lanjut berlari menyusul Mikey yang sudah berlari jauh dari kami. Dengan jantung yang berdetak kacau dan dengan nafas yang terengah-engah, aku tak berhenti memikirkan bagaimana kondisi Maya saat ini. Ku mohon Tuhan... Biarkan ia bertahan kali ini.

"Loh kok gue digendong? Turunin!"

"Lo siapa?! Gue dimana?!"

Langkah ku dengan Draken seketika terhenti setelah melihat peristiwa di hadapan kami. Maya... Ia terbangun. "Lo siapa?! Ngapain deket-deket?!" Aku tersentak mendengar pertanyaannya tersebut. Apa yang terjadi dengannya?

"May... Lo kenapa si?" Tanya Mikey. Maya kini nampak terlihat terkejut setelah ia mendengar pertanyaan Mikey. "Lo darimana tau nama gue Maya?" Kami bertiga mengerutkan dahi kami bingung, apa maksud perkataannya tadi?
Apa mungkin... Dia secara tiba-tiba mengalami amnesia?

Next Chapter 2.

[✓] Evanescent ¦¦ Mitsuya Takashi.Where stories live. Discover now