Chapter 3 : Ingatan.

12 8 0
                                    

Kini dua minggu telah berlalu, Maya masih tetap terjebak di dunia yang menurutnya asing ini. Selama mencari cara untuk kabur, untuk sementara waktu itu ia memutuskan untuk berpura-pura menjadi sosok "Maya" di dunia ini dengan dalih bahwa ia kehilangan ingatannya. "Maya.. Kak Maya bener-bener gak inget kita siapa? Apa yang kita udah laluin juga Kak Maya gak inget?" Tanya Emma. Maya menggelengkan kepalanya pelan sembari tersenyum kikuk.

"Hehe maaf.. Aku cuman baru tau nama-namanya aja. Aku sama sekali gak inget apa-apa tentang kalian.." Jawab Maya. Mikey yang sedari tadi memperhatikan Maya dari depan pintu memutuskan untuk menemui Chandra, ia ingin membicarakan sesuatu mengenai kondisi Maya saat ini.

Sesampainya di Rumah Chandra, Mikey menekan bel rumah Chandra. Beberapa saat kemudian, Chandra lalu keluar dari rumahnya dengan tatapan yang bingung. "Ada apaan?" Tanya nya. Mikey hanya menatap mata Chandra, ia lalu mengerti dan mempersilahkan Mikey masuk ke dalam rumahnya. Karena keluarga Chandra kini tengah berkunjung ke rumah pamannya, suasana rumahnya kini terasa sepi.

Chandra lalu pergi menuju kulkas dan mengambil dua buah kaleng yang berisikan soda, ia lantas memberikan salah satu kaleng soda tersebut kepada Mikey. "Gue makin khawatir ama kondisi dia.. Maya makin kesini bener-bener gak inget apa-apa soal kita. Gue bingung harus ngapain lagi.." Ujar Mikey.

"Selama dua minggu ini gue, Emma, Bang Izana, ama Bang Ryan berusaha ngajak dia ke tempat-tempat yang setidaknya bisa memicu trigger buat dia, bahkan gue juga sering ceritain ini itu ke dia. Tapi dia tetep gak inget apa-apa." Lanjut Mikey. Mendengar penjelasan Mikey, Chandra menghela nafasnya berat. Kini ia ikut merasakan bagaimana kekhawatiran sahabatnya tersebut. Ia kemudian mengusap pundak Mikey yang terasa berat tersebut.

"Lo gak perlu khawatir, gue bakal bantu kalian."

Refleks Mikey menoleh ke arah Chandra dengan tatapan terkejutnya. "Lo seriusan beneran mau bantu?" Tanya Mikey. Chandra tertawa mendengar pertanyaan Mikey yang menurutnya tidak masuk akal tersebut. "Gue juga sama Maya udah sahabatan dari kecil, gue kenal dia kayak gimana. Biar gue bantu, tenang ae gue orangnya sabaran." Mendengar hal tersebut, Mikey merasa lega. Ternyata ia masih memiliki sahabat yang mau membantunya dalam hal susahnya.

"Thanks.. Gue harap dengan bantuan lo, ingatan dia bisa kembali satu per satu." Ucap Mikey sembari tersenyum. Chandra lalu merangkulnya seraya terkekeh. "Santuy.. Lo kek yang ke siapa ae," Mereka berdua lalu bersulang dan meminum soda mereka masing-masing. Dalam hati mereka berdo'a, semoga misi kali ini berhasil.


* * *


Keesokan harinya, Chandra pergi menuju rumah Mikey. Ia berniat untuk mengajak Maya berkeliling ke tempat-tempat yang pernah mereka berdua lalui, tentu saja hal ini telah diizinkan oleh Ryan, Izana, Mikey, dan Emma. "Dek! Chandra udah di depan tuh!" Teriak Ryan. Dengan langkah yang tergesa-gesa, Maya berlari menuruni tangga dan memakai flat shoes yang telah ia siapkan sejak semalam.

"Dek, Abang nitip telor gulung ya!"

"Iya-iya, nanti Maya beliin!"

Chandra yang sedari tadi tengah menunggu Maya di ruang tamu bersama Mikey seketika bangkit dari duduknya, ia lalu tersenyum ke arah Maya. "Lo lebih cantik lagi pake ini," Chandra melangkahkan kakinya dan kini berhadapan dengan Maya. Jantung Maya kini berdetak dengan sangat kencang karena jarak diantara mereka berdua benar-benar tipis. Pria itu lantas memasangkan sebuah jepit rambut mutiara ke rambut Maya.

Maya yang terkejut dengan hal tersebut lalu menengadahkan kepalanya dan menatap ke arah Chandra yang tengah tersenyum. "Jepit ini sebenernya jepit yang pernah lo pake dulu pas masih kecil, kebetulan waktu itu ketinggalan di rumah gue dan ilang gitu aja. Akhir-akhir ini gue cari dan ketemu, jadi gue balikin lagi ke lo sebagai pemiliknya." Ujar Chandra. Karena sadar mukanya kini merah padam, Maya lalu memalingkan wajahnya dari Chandra.

Chandra lalu mengulurkan tangannya ke arah Maya sembari tersenyum. "Ayo kita pergi, gue bakal bantu ingatan lo biar kembali lagi." Sejujurnya Maya terpana dengan senyuman Chandra saat itu, jantungnya sedari tadi sama sekali tak mau tenang. Dengan ragu, Maya kemudian menerima uluran tangan Chandra dan menggenggamnya. Tangan Chandra benar-benar terasa hangat, berbeda dengan tangan Maya yang kini terasa dingin dikarenakan gugup.

"Gue titip Maya sama lo,"

"Serahin ae dia ke gue, lo gak perlu cemas."

Mereka berdua lalu keluar dari Rumah Mikey dengan kondisi tangan yang saling bertautan. Setelah keluar dari perumahan tempat Rumah Mikey berada, mereka akan langsung disuguhi dengan pemandangan hiruk pikuk kehidupan kota. Tujuan pertama Chandra adalah mengajak Maya menuju Sekolah Dasar yang pernah mereka tempati. Letak Sekolah mereka tak terlalu jauh dari gerbang perumahan.

Setelah berjalan selama tujuh menit, kini mereka tiba di suatu bangunan Sekolah Dasar yang masih terawat. Di dalam Sekolah tersebut terlihat beberapa siswa dan siswi yang tengah berlarian kesana-kemari sembari tertawa dengan riangnya. "Maya.. Dulu kita berdua pernah Sekolah disini. Lo, gue, Mikey, Emma, Bang Izana, sama Difta juga disini. Kita sering main di Lapangan itu," Chandra menunjuk ke arah sebuah Lapangan yang berada di dalam Sekolah tersebut.

Meskipun Maya sudah tahu bahwa ia tidak akan bisa mengingatnya, namun Maya masih tetap berusaha mengandalkan otak sosok "Maya" di dunia asing ini. Ia berpikir positif bahwa bisa saja otaknya ini menyimpan berbagai ingatan. "Dulu di Lapangan ini gue pernah punya janji sama lo. Gue berjanji di masa depan bakalan jadi lebih kuat biar gue bisa lindungin lo," Lirih Chandra.

"Susah payah gue dan yang lain buat lindungin lo, tapi dengan mudahnya Arga datang ke kehidupan lo dan bikin lo menderita." Maya yang melihat tangan Chandra mulai mengepal lalu mengusapnya, ia berusaha menenangkan emosi Chandra.

Mereka berdua lalu lanjut berjalan, setiap bangunan yang mereka lewati selalu Chandra ceritakan kepada Maya. Meskipun Maya tidak mengerti, namun ia tetap menghargai usaha Chandra untuk membuatnya kembali mengingat apa yang sudah sosok "Maya" lalui ini. Hingga akhirnya mereka berdua berhenti tepat di sebuah bangku, Chandra meminta Maya untuk duduk dan menunggunya.

Sejak mereka berdua pergi dari Sekolah Dasar mereka tadi, Chandra sadar akan satu hal. Setiap langkah yang mereka lalui, Maya terlihat tidak merasa nyaman dengan kakinya. Hingga pada akhirnya Chandra sadar bahwa kaki Maya terlihat lecet dan berdarah.

Setelah membeli dua buah plester dari salah satu mini market, Chandra berjalan menghampiri Maya. Ia lalu berlutut di hadapan Maya dan melepaskan flat shoes yang dikenakan oleh gadis itu. "Eh kok-" Ucapan Maya terpotong setelah ia melihat Chandra mengeluarkan dua buah plester dari kantung kemeja nya. Ia lantas memasangkan masing-masing plester tersebut ke bagian kaki Maya yang terluka.

"Kalo sakit bilang, May.. Jangan diem mulu." Ucap Chandra sembari memasang kembali flat shoes Maya ke kaki gadis tersebut. "Jangan kira lo bisa sembunyiin semuanya dari gue, cepat atau lambat gue pasti bakal sadar." Lanjutnya. Jantung Maya kini berdegup dengan kencang, apa maksud perkataan Chandra yang terakhir? Apa dia menyadari sandiwara yang telah ia buat?

"Naik ke punggung gue,"

"Hah..?"

"Sini naik. Kaki lo kan sakit."

Maya lalu menaiki punggung Chandra dengan ragu. Ia kini dapat merasakan detak jantung Chandra yang sama kacaunya dengan detak jantungnya, Maya tahu bahwa saat ini yang gugup bukan hanya dia saja, tetapi Chandra pun merasakan hal yang sama juga.
Selama diperjalanan, mereka berdua sama-sama terdiam. Suasana diantara mereka berdua kini bahkan terasa sangat canggung.

"Maya...?"

Chandra menghentikan langkahnya, sementara Maya terlihat sangat terkejut. Sesosok pria berambut blonde kini berdiri di hadapannya dengan memasang ekspresi sama terkejutnya dengan Maya. "Lo... Lo kok ada disini...?" Tanya pria tersebut.

Next Chapter 4.

[✓] Evanescent ¦¦ Mitsuya Takashi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang