First Meet

516 74 18
                                    

Raiya menghembuskan napas kasar ketika tiba di perpustakaan Pertiwi. Kenapa Arsya tidak pernah menerbitkan buku baru lagi selama hampir dua tahun?

Ketika Raiya kembali beberapa waktu lalu ke Indonesia, ia juga tidak mendengar apapun tentang Arsya dan karya-karyanya. Raiya jadi penasaran.

"Mungkin Arsya sibuk sama anaknya kali, ya. Fase jadi bapak-bapak." Ah Eliza, kenapa selalu menarik Raiya dengan kenyataan pahit setiap kali wanita itu sedang memikirkan tentang Arsya.

"Kayaknya, sih." Sahut Raiya singkat.

Meskipun kadang Eliza menyebalkan, tetapi Raiya cukup bersyukur karena di negeri asing ini ia memiliki teman yang berasal dari Indonesia. Raiya sudah cukup kesulitan dengan kultur yang ada dan tidak punya waktu untuk mencari teman selain rekan kerjanya. Oleh karena itu, meskipun Eliza menyebalkan ia akan selalu jadi pengecualian untuk Raiya.

Perhatian keduanya teralih ketika pintu  kaca toko terbuka, menampilkan lelaki tinggi dengan rambut gondrong berdiri menatap Raiya dan Eliza.

Mata Raiya langsung membelalak, menatap lelaki itu. Ia ingat sekali dengan sosok yang saat ini juga sedang menatapnya.

"Kamu?!"

"What you doin' here?"

Raiya bangkit dari sofa dan berjalan menuju lelaki itu. "Kamu bener kan cowok sok deket itu?"

"Kamu juga cewek dengan mental gak stabil itu, kan?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Raiya menjadi berang. Bisa-bisanya lelaki aneh ini menyebutnya begitu. Baru saja ia ingin melakukan protes, tapi suara Eliza sudah lebih dahulu terdengar.

"Wait, wait ... kalian saling kenal?"

"Nope!"

"Nope!"

Eliza menatap dua orang yang ada di hadapannya secara bergantian lalu terkekeh. "So, what is this?"

"This woman ..." Saka melotot, menekan kata-katanya kepada Raiya. "Dia hampir buat gue ditangkap polisi. Insane!"

Raiya tidak terlalu menaruh perhatian pada ucapan lelaki asing itu. Ia sedang berpikir kenapa lelaki dengan penampilan sangat berbeda dari kebanyakan warga pribumi begitu fasih berbahasa indonesia.

"Waktu gue ketemu dia juga kayak gini, Li. Diem, melamun terus tiba-tiba teriak. People looking at me and thought i was doing something bad to her!"

Suara berat lelaki itu memecahkan lamunan Raiya, ia menarik napas mengingat kembali bagaimana perlakuannya saat mereka pertama kali bertemu. "Soal itu, saya minta maaf."

Lelaki itu menatap Raiya kaget, lalu ia beralih ke arah Eliza. "Are you sure she's okay?" Bisiknya.

"I'm listening!" Ucap Raiya ketus.

"Are you okay?"

Sebelum Raiya menjawab, lagi-lagi Eliza kembali bersuara. "Oke ladies and gentleman. Kalian udah kenalan atau belum?"

Keduanya menggeleng bersamaan.

"Saka." Lelaki itu terlebih dulu mengulurkan tangan ke arah Raiya dan ia sambut dengan hangat. "Raiya."

Sudah lama sekali sejak pindah ke negara ini Raiya tidak berkenalan dengan laki-laki lain yang bukan sekedar rekan kerjanya. Hal ini membut perut Raiya melilit dan dengan cepat menarik kembali tangannya.

Saka. Nama yang sangat lokal untuk lelaki berparas western. Batin Raiya.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Eliza. Wanita itu menatap Saka dengan penuh telisik. Saka tersenyum tipis. "Jemput gue nanti malam."

Crescent MoonWhere stories live. Discover now