Her secret

222 50 46
                                    

Saka menatap Raiya yang masih tertidur pulas dengan lekat. Kepalanya luar biasa pening karena pengaruh alkohol dan apa yang baru saja terjadi diantara dirinya dan Raiya. Saka tidak bisa tertidur sebelum mendengar penjelasan dari wanita itu.

Matahari sudah bersinar dengan terang tapi tidak ada tanda-tanda Raiya akan bangun dari tidurnya. Kesabaran Saka sudah di ujung batasnya dan ia dengan terpaksa harus membangunkan wanita itu.

"Ray, bangun!" Saka menepuk pipi Raiya pelan, berusaha membangunkan wanita itu. Jantung Saka berdegub cepat ketika Raiya perlahan membuka mata. Ia menerka-nerka bagaimana sepasang netra legam itu menatapnya sekarang.

Raiya menenggelamkan wajahnya pada bantal sambil bertanya. "Jam berapa sekarang?"

"Jam satu siang. Wake up we need to talk." Ucap Saka tegas.

Perlahan Raiya bangkit, menyandarkan tubuhnya pada headboard kasur. Ia mengusap matanya lalu menghela napas ketika menyadari apa yang akan menjadi topik pembicaraannya dengan Saka sekarang.

Sebelumnya, Saka tidak pernah melihat Raiya seperti wanita pada umumnya. Raiya adalah temannya, wanita dengan hati rapuh yang butuh sedikit hiburan. Ia menikmati pertemanannya dengan Raiya. Hal itu yang membuatnya tidak menyadari bahwa Raiya adalah wanita yang cantik. Sialan, Saka tidak pernah melihat wanita secantik itu saat terbangun dipagi hari.

"Why you didn't told me?" Tanya Saka. Nada suaranya menuntut, sepasang mata biru itu menatap Raiya dengan tajam dan dingin.

"Because its not a big deal." Jawab Raiya singkat. Matanya menatap Saka balik tanpa ekspresi apapun.

Saka mendengus, melipat tangannya di dada dengan ekspresi wajah yang tidak terbaca. "Its not a big deal? Are you insane?"

"Sorry if that thing bother you because--"

"Its not just bother me, its haunting me!" Saka mengerang, mengusap wajahnya kasar. "Are you crazy? You are fucking virgin and--"

Raiya memotong ucapan Saka, mulai tersulut emosi karena perkataan lelaki itu yang terus menyudutkannya. "It meant nothing!"

"No, its not. It should be meant something. What happend?" Tanya Saka. Semua rasa penasarannya semakin membuncah saat melihat wajah Raiya yang murung.

Raiya terdiam, mengabaikan tatapan Saka dan memilih untuk menundukkan kepala. Pembicaraan mereka akan mengarah pada sesuatu yang Raiya tidak ingin bahas dengan siapapun.

Saka tiba-tiba duduk di pinggir kasur Raiya, menatap wanita itu dengan penuh tanya. "Ray, kenapa?"

"It was my first time, sorry if i make you unsatisfied last night because--"

Kali ini giliran Saka yang tidak membiarkan Raiya menyelesaikan perkataannya. Bukan hal itu yang ingin Saka bicarakan dengan Raiya, wanita itu salah sangka. Raiya malah mengabaikan pertanyaan Saka dan membahas hal lain.

"Bukan itu. Gue merasa jahat banget karena gue gak tau tentang hal ini. Dan apa yang terjadi semalam jauh dari kata romantis, manis whatever you name it. We're drunk, and mess. I feel so bad ..." jelas Saka.

Saka berharap ketika mengutarakan kegelisahannya ia akan melihat wajah Raiya dengan ekspresi tertentu, tapi wanita itu hanya menatapnya datar. Raiya tidak merespons apapun selain hanya anggukan kepala.

"Sebenarnya kamu gak perlu merasa seperti itu, Ka." Ucap Raiya pelan.

"Hmm?"

Raiya menarik napas, berusaha kembali menjelaskan dengan perlahan kepada Saka. "Kayak yang aku udah bilang, itu gak berarti apa-apa. Maksudnya aku gak menjaga, mengharapkan atau bahkan menginginkan hal seperti yang kamu pikirkan."

Crescent MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang