Good Friend

164 46 24
                                    

"What?" Tanya Saka. Ia melirik ke arah Raiya lalu kembali fokus ke jalanan yang ada di hadapannya.

Raiya menggeleng. "Aku bener-bener gak masalah soalnya kita. Kamu gak perlu--"

"Gak boleh banget gue jemput lo?" Potong Saka. Ia memang berinisiatip menjemput Raiya di bandara agar wanita itu tidak kesusahan, tidak ada maksud lain di belakangnya.

"Bukan gak boleh," Raiya menghela napas, masih menatap Saka tanpa berpaling. "Aku cuman gak mau kita jadi awkward. Padahal aku beneran gak papa."

Kali ini giliran Saka yang menghela napas panjang, ia memutar bola mata jengah. "Gue gak merasa awkward sama sekali. Tapi kalau sikap lo kayak gini terus, ya, ke depannya malah gak baik. Ngerti?"

"Dih galak banget nyebelin, padahal aku udah bawain pesenan kamu." Sahut Raiya jengkel.

Saka tertawa singkat, menatap Raiya dengan senyum lebarnya. "Bukan galak tapi meluruskan. Anyway, thank you, loh. Gratis, kan?"

"Gak lah! Ongkosnya mahal tau!"

"I don't have money."

"Bohong banget!"

"Sumpah, i don't have anything."

Mendengar jawaban Saka, Raiya malah tertarik. Ia menggeser tubuhnya ke samping agar bisa menatap lelaki itu lebih lekat. "Terus kamu ngapain? Kebutuhan sehari-hari darimana? Cerita dong!"

Bukan hanya Saka yang terkejut ketika mendengar Raiya bermangat menanyakan tentang kehidupannya, wanita itu sendiri juga tidak menduga kalimat tersebut keluar dari bibirnya.

"I do everything people want to. Benerin pipa, mekanik, but mostly i was singing in bar. Bahasa indonesianya, serabutan." Jawab Saka. Padahal biasanya ia tidak memperdulikan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, tapi kali ini ia sangat penasaran dengan respon yang akan Raiya berikan.

Seperti biasa, Raiya memasang wajah tanpa ekspresi untuk beberapa detik lalu menyandarkan kepalanya pada jok mobil. "Wow. Kedengarannya seru. Lalu semua itu cukup untuk kebutuhan kamu?"

Saka mengangguk. "Yep. Tertarik?"

Raiya menggeleng. "Sekarang, sih, belum. Uang tabungan aku masih sedikit."

"I have 60.000 euro in my account."

"Shit! Of course is all enough! Simpenan kamu banyak gitu nyebel--"

"Tapi lima tahun lagi baru bisa dicairin." Ucap Saka sambil tertawa keras.

"Tetap aja banyak. Kalau aku jadi kamu, sih, aku tetap santai. Bangun siang, malamnya--"

Saka menyangkal ucapan Raiya sebelum wanita itu menyelesaikan kalimatnya. "Hei young lady! Gini-gini gue juga banyak kegiatan, ya. But yes, im not just exist, i live."

Raiya tersenyum, tanpa sadar ia menatap Saka cukup lama sesaat setelah lelaki itu mengakhiri ucapannya. Raiya sedang membayangkan, betapa menyenangkannya bisa menjalani kehidupan seperti yang Saka katakan.

Pasti akan sangat menyenangkan saat tidak mengetahui apa yang harus kita lakukan esok hari tapi tidak merasa hampa sedikitpun. Tidak memiliki rutinitas, tapi tetap punya batas.

Semua hal itu terdengar mustahil karena saling berlawanan, tapi Raiya percaya itu akan sangat berkesan.

"Di Indonesia ngapain, sih? Kok pulang-pulang jadi rada aneh gini?" Tanya Saka penasaran.

"Ke makam ibu, ketemu bapak, terus beli oleh-oleh." Jawab Raiya datar.

Saka menoleh, menatap Raiya jahil. "Gak ketemu mantan tersayang?"

Crescent MoonWhere stories live. Discover now