Prolog

937 124 43
                                    

Raiya merapatkan mantelnya ketika hembusan angin di Paris terasa begitu dingin hingga seperti menusuk tulangnya. Mata legamnya melihat jejeran gedung-gedung berwarna cokelat muda dengan takjub, kota ini begitu indah sebagaimana adanya.

Kakinya berhenti ketika menemukan kursi di pinggir jalan, ia memutuskan untuk berhenti sejenak. Menikmati momentum ini sementara.

Selama dua tahun tinggal di Paris, Raiya belum pernah menjelajahi kota ini. Bahkan Raiya tidak benar-benar mengunjungi menara eiffel karena satu dan lain alasan. Di kota yang menawarkan cinta dan keindahan, Raiya merasa hampa.

Meski matanya selalu dimanjakan oleh pemandangan perkotaan yang manis, tapi Raiya masih tidak bisa melupakan rasa yang memenuhi hati dan hidupnya. Belum ada yang mampu membuat Raiya melupakan atau bahkan memaafkan kesalahannya.

Meninggalkan Arsya dan Divya begitu saja adalah sebuah tindakan kejam yang memalukan. Dan sampai kapanpun Raiya akan selalu merasa bersalah kepada mereka.

Raiya menghembuskan napas, ia memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah. Sebuah senyum tipis menghiasi wajahnya sejenak ketika ia melihat kutipan yang terpasang disebuah toko buku.

And just like the moon, we must go through phases of emptiness to feel full again

Tanpa Raiya sadari, ia mengaminkan kutipan tersebut. Berharap suatu saat nanti ia akan mendapatkan kesempatan untuk merasakan perasaan utuh sebagai seorang manusia. Perasaan yang telah lama hilang dari kehidupannya.

"When the right times come." Bisik Raiya.

Crescent MoonWhere stories live. Discover now