11.

75K 4.5K 25
                                    

Sore itu Evelyn sedang duduk di pinggiran kolam renang. Mata coklat gadis itu menatap lurus ke depan. Orang-orang mungkin akan menganggap gadis itu sedang memperhatikan langit sore.

Namun nyatanya tidak.

Evelyn lebih memperhatikan matahari yang sesaat lagi akan hilang. Dan saat itu tiba, kegelapan yang ditakutinya akan datang.

Gadis itu mengusap kulitnya terasa dingin. Kejadian semalam masih terbayang-bayang di dalam kepalanya.

Sean yang marah. Sean yang membentak. Dan Sean yang menamparnya.

Mengingat itu membuat Evelyn semakin khawatir. Meski Sean lebih sering pulang malam hari, tapi ia pasti bertemu pria itu.

Kemarin malam, setelah Sean menamparnya sekali di pipi, Evelyn langsung berlari ke kamarnya. Ia memgunci pintu kamar dan terjaga sepanjang malam.

Bayang-bayang menyakitkan dari masa lalunya selalu membuatnya dihantui rasa takut yang hebat. Ia selalu was-was kalau saja Sean datang dan membunuhnya. Seperti yang ayahnya pernah coba lakukan padanya.

Evelyn beranjak dari sana. Bagi orang-orang kegelapan di luar lebih menakutkan daripada yang di dalam. Tapi Evelyn sebaliknya.

Sekitar dua jam lagi tepat pukul delapan malam, dan saat itu Sean pasti sudah pulang. Evelyn sudah menyiapkan makan malam untuk suaminya.

Meski selama ini Sean tak pernah menyentuhnya. Sedikit pun tidak.

Evelyn mengambil gelas dan mengisinya dengan air. Belakangan ini ia sering cemas. Air mungkin dapat membantunya sedikit.

Gadis itu tersedak saat bel berbunyi. Ia buru-buru membukakan pintu. Takut-takut kalau Sean marah karena ia lamban.

"Sayang!"

Evelyn membiarkan tubuhnya dipeluk. Orang di depannya itu membuatnya terkejut, tapi tidak membuatnya terancam.

"Sean di rumah?"

"Mas Sean masih di kantor, Ma."

Evelyn mengajak kedua mertuanya untuk masuk. Ia cukup kaget karena kedatangan mereka yang tiba-tiba.

"Kamu sakit?" Ibu mertuanya bertanya khawatir. Sedari tadi ia melihat menantunya banyak diam dan kulitnya pucat.

Evelyn tak merespon banyak. Ia hanya menjelaskan singkat bahwa ia tak apa-apa.

"Papa sama Mama kabarnya gimana?"

"Sehat sayang."

Evelyn senang mendengarnya. Lalu gadis itu kembali diam. Ia tak tahu harus bertanya apa lagi.

"Kamu sama Sean gimana?"

"Baik, Ma." Evelyn tersenyum meski hatinya sedang menangis.

"Sean gimana? Dia nggak kasar sama kamu, kan?" Lagi, perempuan itu bertanya.

Evelyn mengangguk. Suaranya tercekat,"Mas Sean baik kok, Ma."

Marvel menatap menantunya itu. Pria itu cukup tahu bahwa anak gadis seusianya itu sedang tidak baik-baik. Apalagi ada di posisi tidak menyenangkan seperti ini.

"Papa sama Mama kenapa di sini?"

Di sana Sean berdiri. Menatap tak suka pada mereka.

Evelyn menunduk. Degup jantungnya membuatnya sakit.

"Salah kalau mama datang ke rumah kamu?" tanya Valerie.

Sean berdecih.

"Ma, aku siapin makan malam dulu, ya." Evelyn langsung pergi.

I'm SorryWhere stories live. Discover now