25.

72.3K 4.2K 30
                                    

Sean memperhatikan wajah istrinya yang tertidur lelap setelah permainan mereka. Pria itu menyadari kalau istrinya sangat kelelahan. Dan lagi, karena terlalu merindukannya, ia lupa bahwa Evelyn masih belum sehat sepenuhnya.

Memijat pangkal hidungnya dengan mata terpejam, Sean berdecak sebal.

Lagi-lagi ia membuat Evelyn berada dalam keadaan seperti itu. Di sini, sepertinya hanya dirinya yang diuntungkan. Pria itu menghela napas berat. Kemudian menarik tubuh mungil istrinya dan mendekapnya. Lama-lama matanya ikut terpejam dan Sean ikut masuk ke dalam tidurnya.

Keesokan paginya, Evelyn bangun lebih dahulu daripada Sean. Perempuan muda itu membuka matanya perlahan dan dihadapkan langsung dengan dada bidang Sean yang ditumbuhi bulu.

Evelyn menarik dirinya menjauh dari Sean. Rupanya gerakannya yang pelan itu mampu mengusik Sean. Buktinya pria itu langsung menariknya kembali untuk dipeluk.

"Masih terlalu pagi," kata Sean serak. Ia bahkan berbicara dengan mata terpejam.

Evelyn mencoba melepaskan diri dari suaminya. "Udah jam 6, Mas. Aku mau bantu bikin sarapan."

"Biar Bibi yang bikin sarapan. Kamu di sini sama Mas."

Evelyn menolak itu dalam hatinya. Mereka tinggal di rumah orangtua Sean. Evelyn akan merasa sangat tidak enak apabila ia berlama-lama di kamar ini.

"Mas, lepasin."

Tidak menjawab sama sekali, Sean justru mengeratkan pelukannya.

"Aku nggak enakan sama mama, Mas. Lepasin ya...."

Sean menulikan telinganya.

Evelyn menjatuhkan airmatanya lalu memeluk pria itu. "Mas Sean nggak pernah ngerti perasaan aku." 

Evelyn tidak mengerti dengan dirinya mengapa ia begitu sensitif pagi ini. Perasaannya mengatakan kalau Sean masih sama seperti sean yang kemarin. Tidak ingin dibantah sekalipun.

Mendengar isakan istrinya, Sean lantas membuka matanya. Tubuh Evelyn bergetar menahan tangisnya yang makin kencang. Sean terenyuh.

"Hei.... Liat mas sini." Sean berusaha mengarahkan wajah Evelyn padanya. Namun perempuan muda itu menempelkan wajahnya pada dada suaminya seolah ia tak mau melihat Sean.

"Evelyn...."

"Iya?" balas Evelyn dengan suara serak.

"Liat mas dulu."

Takut bila Sean marah, Evelyn mendongak--memberanikan diri melihat suaminya. Saat melakukan itu Evelyn sadar bahwa ia sangat lemah. Masih menjadi Evelyn yang kemarin. Yang tunduk dan patuh apa kata suaminya. Juga yang masih dibayang-bayangi kekejaman Sean.

Dada Evelyn terasa sakit saat mengingat kembali semua kejadian yang menimpanya. Perbuatan kejam Sean di masa lalu tidak akan pernah hilang dari memorinya bahkan ketika pria itu menunjukkan perubahan sikapnya. 

Sepenuhnya, Evelyn tidak akan pernah merasa bahwa ia benar-benar aman bersama Sean.

"Kamu kenapa nangis?" tanya Sean khawatir.

Evelyn menggeleng pelan. Lalu mengusap pipinya yang basah karena airmatanya tak mau berhenti mengalir.

Perempuan muda itu kemudian diliputi rasa takut. Berbagai pikiran negatif bermunculan di kepalanya. Tentang apa yang akan Sean lakukan padanya atas sikapnya pagi ini.

Sebelum semua yang ada di kepalanya menjadi nyata, Evelyn memeluk suaminya erat.

"Maaf...," gumamnya tak jelas.

Tubuh Sean menegang hebat. Bukankah Evelyn yang sekarang ini sama seperti yang di malam itu?

Sean melonggarkan pelukan mereka. Lalu mengusap pipi Evelyn yang basah. Pria itu merasa sama sesaknya. Karena setiap kali melihat Evelyn menangis dan meminta maaf padahal tidak bersalah, itu mengingatkannya kalau dialah penyebab keadaan itu.

"Jangan menangis Evelyn. Jangan lagi," ucap Sean lalu membawa Evelyn ke kamar mandi.

Mungkin air hangat bisa memperbaiki perasaan istrinya.

***

"Ngapain pindah? Di sini aja kan bisa. Evelyn kayaknya juga lebih senang tinggal di sini. Iya kan Evelyn?" Valerie langsung melirik menantunya.

Evelyn membalasnya hanya dengan senyum tipis.

"Ma, rumah itu kan aku bangun untuk ditempati setelah nikah. Lagipula, Evelyn tinggal di sini karena kemarin itu dia baru keluar dari RS." Sean masih bersikukuh untuk kembali ke rumahnya.

"Tapi Evelyn seneng banget tuh tinggal di sini. Kamu nggak liat pipinya makin berisi dan kelihatan lebih segar. Beda banget sewaktu dia tinggal berdua sama kamu. Kurus dan pucat banget."

Sean langsung memutuskan kontak matanya. Valerie memang tidak tahu soal apa saja yang telah terjadi antaranya juga dengan istrinya.

Kurus dan pucat.

Keadaan Evelyn saat ia menjadikan perempuan itu tempat pelampiasan amarahnya.

Sean melirik Evelyn. Rupanya perempuan muda itu sedang menunduk sambil memainkan jemarinya di atas paha. Terlihat sekali bahwa ia sedang gelisah.

"Kalau kami di sini, mama bakal lama dapat cucu dari kami."

Evelyn langsung mendongak dan menatap suaminya bingung.

"Nggak apa-apa. 5 tahun lagi juga nggak apa-apa, toh Evelyn masih terlalu muda buat jadi ibu," jawab Valerie sambil tersenyum.

"Pa...." Sean memohon bantuan pada Marvel.

"Kata mama kamu benar. Turuti saja kenapa biar mama kamu senang."

Sean mendesah. Kemudian pria itu pergi. Evelyn menyusul Sean. Rupanya suaminya sedang merokok di balkon. Pelan-pelan Evelyn mendekatinya. Lalu berdiri di samping pria itu.

Berhubung sekarang sudah malam jadi di langit ada banyak bintang yang bisa dilihat dengan mata telanjang.

Dulu, bintang-bintang itu yang menemani Evelyn saat ia tidak diizinkan masuk ke rumah. Evelyn menggeleng, ia tak mau mengingat luka lama itu lagi.

"Mas Sean keliatannya nggak suka tinggal di sini."

Sean mematikan rokoknya. Pria itu mendekat pada Evelyn lalu menarik perempuan muda itu makin dekat dengannya.

"Kamu merasa nggak bebas kan di sini?"

"Kenapa mas Sean bilangnya gitu? Aku suka tinggal di sini. Tiap hari mama ajakin Aku masak bareng."

"Beneran suka tinggal di sini?"

"Iya. Tapi kalau Kita balik ke rumah juga nggak apa-apa." Evelyn menampakkan senyumnya.

"Asal kamu senang nggak apa-apa Kita tinggal di sini." Setelah itu Sean menggendong Evelyn.

Membawanya masuk ke dalam kamar Dan membaringkannya dengan hati-hati di atas ranjang mereka.

Sean tersenyum.

"Malam ini boleh kosong nggak, Mas?" tanya Evelyn hati-hati.

"Kosong?"

"Em...."

"Kalau kamu nggak mau kam--"

"Bukannya nggak mau. Aku cuma ngerasa capek banget," potong Evelyn.

"Mau dipijat?"

"Nggak usah, Mas." Evelyn menarik suaminya untuk berbaring di sebelahnya.

Evelyn mengumpulkan keberaniannya untuk mengecup pipi pria itu. "Selamat tidur, Mas Sean."

"Selamat tidur juga, sayang." Sean mencium bibir istrinya lalu mengecup keningnya cukup lama.

TBC

Vote & comment ya luvvv <3
biar author  semangat update hihi

Follow juga akun wp FayannaCrystal biar ga ketinggalan info update

I'm SorryWhere stories live. Discover now