Ferlin Fioala Vexi

22.9K 1.7K 0
                                    

Ketika usianya menginjak 10 tahun. Ibu Darsi—kepala panti di sana mengatakan, saat dirinya masih bayi, ia ditinggalkan begitu saja oleh seorang wanita tepat di depan pintu rumah panti asuhan tersebut. Dia sangat yakin bahwa wanita itu adalah Ibunya. Ketika pertama kali mendengar ini, hati Fio berdenyut sakit. Tega sekali ibunya membuang dirinya yang masih bayi. Tapi seiring berjalannya waktu, Fio sudah bisa ikhlas menerima takdir ini. Masih beruntung ia bisa hidup dengan ibu Darsi dan anak-anak yang lainnya di sana.

Semenjak keluar dari panti asuhan disaat pertama memasuki SMA. Sekarang Ferlin Fioala Vexi atau kerap dipanggil Fio ini, tinggal di sebuah kost-an kecil yang tidak terlalu jauh dari sekolahannya.

Bukannya dia diusir dari panti, tapi Fio hanya ingin mandiri dan tidak merepotkan ibu Darsi lebih lama lagi. Beruntungnya ia mendapatkan beasiswa di SMA elite. Punya otak yang cerdas memang menguntungkan dia.

Fio juga sudah bekerja di salah satu restoran yang tidak terlalu jauh dari kost-an nya. Bekerja paruh waktu dengan gaji yang lumayan besar, cukup untuk membiayai makan serta kebutuhannya yang lain.

Sekarang ia tengah bersiap untuk pergi ke HSN INJAYA, tempat ia menuntut ilmu selama hampir 3 tahun ini.

Berjalan kaki untuk bisa sampai ke sana sudah biasa Fio lakukan. Untungnya sekolah ini tidak terlalu jauh dari tempat ia tinggal. Ia juga tidak perlu membawa uang karena di sana sudah ada fasilitas yang menyediakan makanan. Meskipun siswa yang mendapat beasiswa, makanan dan tempatnya berbeda dari murid yang memang membayar, tapi Fio bersyukur dia bisa makan gratis.

Ia sudah berdiri tepat di gerbang sekolah HSN INJAYA. Sekolah ini besar sekali. Memiliki 3 tingkat gedung, lapangan olahraga yang luas, serta memiliki kolam renangnya sendiri. Sudah kebayangkan betapa elitenya sekolahan ini?

Fio melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam. Berjalan di koridor yang sepi menuju ke arah kelasnya yang berada di ujung.

Tumben sekali sepi, padahal jam baru menunjukkan pukul 7 pagi.

Langkahnya terhenti ketika melihat orang-orang yang sedang berkerumun. Sorakan serta tawa terdengar di telinganya.

“Ada yang dibully lagi.” Ia berucap lirih

Fio ingin ke sana, tapi ia terlalu takut. Ia tidak ingin dibully lagi. Itu sebabnya ia hanya berdiri mematung melihat lelaki berkacamata bulat itu sedang dibully habis-habisan. Kacamatanya dibuang di kota sampah. Setelah itu, badannya basah karena disiram oleh air bekas cucian.

Ia meringis melihat itu. Fio pernah berada diposisi itu. Dibully habis-habisan hanya karena ia orang miskin yang kebetulan mendapat beasiswa di sekolah ini.

Fio tahu siapa lelaki itu. Dia Savier Alexander Deril, anak tunggal dari Terisa Alexander Deril dan Igo Alexander Deril, salah satu donatur di sekolah ini. Padahal lelaki itu sangat kaya, kekayaannya bahkan melebihi lelaki yang sedang membully dirinya saat ini.

Dia sedikit tertegun melihat senyuman yang terbit dari bibir Savier. Jika Fio berada diposisi itu, bisa dipastikan bahwa ia akan menangis. Tapi Savier malah tersenyum.

Pekikan pelan keluar dari mulutnya ketika melihat Savier diberi tinjuan di pipinya.

Fio segera menutup mulutnya, ia meringis pelan. Pasti sakit sekali.

Setelah semua murid dan Gestraf pergi dari sana. Fio memberanikan diri mendekat dan segera mencari kacamata yang tadi dibuang di kotak sampah.

Fio berusaha memasangkan kacamata itu. Namun, badan Savier yang tinggi membuat dirinya kesusahan memasang kacamata tersebut. Fio menggerutu pelan ketika tidak berhasil memasangkannya.

Lelaki di hadapannya ini terkekeh pelan. Savier sedikit membungkukkan badannya. Membuat Fio segera memasangkan kacamata itu.

Ucapan terima kasih serta tepukan di kepalanya membuat Fio menjadi salah tingkah dan segera pergi dari sana.

Astaga wajahnya pasti merah sekali sekarang.

***

Tbc.

SAVIER : HE'S A GOOD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang